TAK ada yang rahasia bagi Gusti Kanjeng Ratu Hemas, baik soal Keraton Yogya maupun tentang suaminya, Sultan Hamengku Buwono X. Keterbukaan itu diungkapkan Ratu Hemas, 36 tahun, pada seminar "The Other Woman" yang diadakan di Surabaya, Rabu pekan lalu. Berbicara setengah jam dengan tema "How to Handle Husband", Ratu Hemas bilang, "Betapa sulitnya bagi wanita meng-handle laki-laki. Tapi, bagi saya, menghandle suami tidak sekejam yang dibayangkan." Caranya? "Saya membina saling pengertian dan keterbukaan. Kalau ada yang harus diucapkan, ucapkanlah, meskipun pahit," kata Ratu Hemas, yang berbicara tanpa teks. Ratu Hemas, yang nama kecilnya Tatiek Dradjat, mengaku sering berpisah dengan suaminya karena tugas. "Lewat telepon dengan sedikit kata-kata selalu saya ingatkan agar beliau waspada," katanya. Toh permaisuri Sultan HB X ini sering gelisah. "Anak saya lima, semua perempuan. Padahal, beliau menuntut anak laki-laki juga tidak," katanya. Apalagi, selesai jumenengan Sultan HB X, ada 42 surat dari "wanita ketiga" -- 20 surat dari Jawa Barat -- yang isinya bersedia menjadi selir Sultan untuk menurunkan putra mahkota "Sampai-sampai saya stres membacanya," kata Ratu Hemas kepada Wahyu Muryadi dari TEMPO. Tapi kenapa Sang Permaisuri menerima tamu di keraton dengan pakaian biasa, dan bukan berkebaya? "Keraton sendiri banyak berubah. Kehidupan kita sekarang membutuhkan waktu cepat. Kalau pakai kain dan kebaya, kan nggak praktis, tergantung situasinya," jawabnya. Dan ada tambahan, "Itu atas izin Sultan." Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini