BEKAS PM Australia Gough Whitlam banyak bicara soal politik
ketika berkunjung ke Jakarta pekan lalu Tapi tampaknya ia tak
lagi melihat kans untuk kembali tampil sebagai orang No. 1 di
negerinya. Dalam suatu diskusi di CSIS, di Jalan Tanah Abang
III, Jakarta, ia mengakui tak akan kampanye untuk jadi PM. Itu
memang sudah dinyatakannya ketika dia untuk kedua kalinya
dikalahkan oleh lawannya Malcolm Fraser dari partai Liberal.
Sejak itu, Whitlam juga melepaskan posisinya sebagai Pemimpin
Oposisi (Buruh).
Tapi itu tak berarti ia akan berpangku tangan membiarkan partai
Liberal terus berkuasa di negerinya. "Saya melihat ada
kemungkinan partai Buruh bisa menang dalam pemilu nanti,"
katanya. Dan dia akan aktif berkampanye untuk partainya. Salah
satu yang akan dipengaruhinya adalah dunia universitas. Dan
Whitlam, kini 62 tahun, memang berniat untuk aktif dalam dunia
akademi. "Dunia universitas cukup berpengaruh," katanya.
Adapun latarbelakang pendidikannya, boleh dibilang seluruhnya
diperoleh di Australia, terakhir di Sydney University. Tapi
karir politiknya terus menanjak ketika ia menjadi anggota
Majelis Rendah, dalam usia 36 tahun.
Sebelum singgah di Jakarta, Gough Whitlam jadi tamu pemerintah
Vietnam dan bicara dengan PM Pham Van Dong. Ada pengalaman
kecil. Dalam perjalanan menuju lapangan terbang di Hanoi,
beberapa petani terdengar berterlak. Kepada pengantarnya Whitlam
bertanya apa yang diteriakkan petani itu. "Rusia," jawabnya.
Rupanya laki-laki Australia yang tinggi besar itu -- dan setiap
orang kulit putih di Vietnam -- sudah disamakan dengan orang
Rusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini