KEMANA dia pergi, selalu di sakunya terselip secarik kertas.
Begitu muncul ilham, tangannya segera menjambret kertas yang ada
di kantong dan cepat-cepat mencoret-coret not musik, sebelum
not-not itu hilang dari kepalanya. Tahun 1960, adalah tahun
kejayaan baginya. Kini, setelah 1965, Sudharnoto, 53 tahun,
diberhentikan dari tempat kerjanya di RRI. Pernah jadi anggota
Lekra dan pernah pula dia ditahan, status Sudharnoto ini tidak
jelas. Dia kini jadi pemain organ di restoran Shangrilla di
kelab malam LCC, dekat Monas. "Lumayan, pokoknya bisa hidup,"
ujar ayah dari 4 orang anak.
Bakat musiknya tumbuh sejak dia duduk di SMP. Waktu itu, pernah
dia mengarang lagu mars untuk sekolahnya. Tahun 1951, dia kuliah
di Fakultas Kedokteran UI. Karena sakit paru-paru, dokter
menganjurkan untuk memilih kuliah atau musik saja. Dia memilih
yang terakhir. Atas bimbingan beberapa tokoh musik seperti
R.A.Y. Sudjasmin (almarhum), Jos Cleber dan Henk le Strake
bakatnya semakin tumbuh.
Beberapa lagu ciptaannya antara lain Di Tokyo Kita akan
Bertemu, Bunga Sakura, Overture, Habis Gelap Terbitlah Terang.
Bunga Sakura yang dibuatnya di tahun 1942, beberapa waktu yang
lalu berkumandang lagi di beberapa radio amatir dan dinyanyikan
oleh Titiek Sandhora. Dapat honorkah Sudharnoto untuk lagunya
yang dinyanyikan itu? "Tidak," jawabnya, "mungkin mereka tidak
tahu siapa penciptanya. Andaikata digugat pun, mungkin biaya
untuk menggugat akan lebih besar dari honor yang akan saya
terima."
Selain itu, ada pula satu lagunya yang setiap hari mengumandang
di radio atau di teve. Yaitu Garuda Pancasila, lagu yang
diciptakannya di tahun 1956. Pencipta lagu yang bertubuh kurus
jangkung ini juga pernah "disewa" untuk membuat ilustrasi musik
di film-film Di Ambang Fajar dan Notaris Sulasmi. Honor yang
didapatnya waktu itu, sekitar Rp 1.250.000 dan setelah
dibagi-bagi di antara pemain musik lainnya, Sudharnoto bisa
mengantongi Rp 300.000.
Ketika ditanya bagaimana pendapatnya tentang Orkes Simponi RRI,
jawab Sudharnoto "Mengalami kemunduran, terutama di bagian
alat-alat tiup, agak lemah." Tentang dunia musik pada umumnya,
Sudharnoto mengatakan banyak kemajuan. Hanya sayang, "banyak
penyanyi kita tidak dapat membaca not balok," katanya pula
"padahal ini penting sekali."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini