Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Secarik kertas

Sudharnoto, 53, kemana dia pergi selalu menyelipkan kertas disakunya. ilham yang muncul langsung dicorat-coret notnya. pencipta lagu garuda pancasila (1956), kini jadi pemain organ di restoran shangrilla.(pt)

8 Juli 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMANA dia pergi, selalu di sakunya terselip secarik kertas. Begitu muncul ilham, tangannya segera menjambret kertas yang ada di kantong dan cepat-cepat mencoret-coret not musik, sebelum not-not itu hilang dari kepalanya. Tahun 1960, adalah tahun kejayaan baginya. Kini, setelah 1965, Sudharnoto, 53 tahun, diberhentikan dari tempat kerjanya di RRI. Pernah jadi anggota Lekra dan pernah pula dia ditahan, status Sudharnoto ini tidak jelas. Dia kini jadi pemain organ di restoran Shangrilla di kelab malam LCC, dekat Monas. "Lumayan, pokoknya bisa hidup," ujar ayah dari 4 orang anak. Bakat musiknya tumbuh sejak dia duduk di SMP. Waktu itu, pernah dia mengarang lagu mars untuk sekolahnya. Tahun 1951, dia kuliah di Fakultas Kedokteran UI. Karena sakit paru-paru, dokter menganjurkan untuk memilih kuliah atau musik saja. Dia memilih yang terakhir. Atas bimbingan beberapa tokoh musik seperti R.A.Y. Sudjasmin (almarhum), Jos Cleber dan Henk le Strake bakatnya semakin tumbuh. Beberapa lagu ciptaannya antara lain Di Tokyo Kita akan Bertemu, Bunga Sakura, Overture, Habis Gelap Terbitlah Terang. Bunga Sakura yang dibuatnya di tahun 1942, beberapa waktu yang lalu berkumandang lagi di beberapa radio amatir dan dinyanyikan oleh Titiek Sandhora. Dapat honorkah Sudharnoto untuk lagunya yang dinyanyikan itu? "Tidak," jawabnya, "mungkin mereka tidak tahu siapa penciptanya. Andaikata digugat pun, mungkin biaya untuk menggugat akan lebih besar dari honor yang akan saya terima." Selain itu, ada pula satu lagunya yang setiap hari mengumandang di radio atau di teve. Yaitu Garuda Pancasila, lagu yang diciptakannya di tahun 1956. Pencipta lagu yang bertubuh kurus jangkung ini juga pernah "disewa" untuk membuat ilustrasi musik di film-film Di Ambang Fajar dan Notaris Sulasmi. Honor yang didapatnya waktu itu, sekitar Rp 1.250.000 dan setelah dibagi-bagi di antara pemain musik lainnya, Sudharnoto bisa mengantongi Rp 300.000. Ketika ditanya bagaimana pendapatnya tentang Orkes Simponi RRI, jawab Sudharnoto "Mengalami kemunduran, terutama di bagian alat-alat tiup, agak lemah." Tentang dunia musik pada umumnya, Sudharnoto mengatakan banyak kemajuan. Hanya sayang, "banyak penyanyi kita tidak dapat membaca not balok," katanya pula "padahal ini penting sekali."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus