SEBUAH karabin ada di tangannya. Di belakangnya, ratusan pria
dan wanita dengan pakaian suku Karen dan Hmong tegak berdiri
dalam jajaran patuh. Seorang penerJemah ke dalam bahasa Thai
berdiri di samping Lao Ying.
Kamerad Lao Ying pekan lalu memimpin sekitar 800 gerilya komunis
dari Provinsi Tak (Muangthai Utara untuk menyerah. Dia
menyerahkan karabinnya -- pertanda menyerah -- kepada Kasad
Muangthai, Jenderal Arthit Kamlang-ek. Arthit, juga lewat
penerjemah, berkata: "Niat kalian dengan senang hati kami
terima." Dan ribuan orang yang hadir di situ kemudian bertepuk
tangan riuh.
Sekitar 2.500 anggota CPT (Partai Komunis Muangthai) dari
Distrik Umphang dan Mae Sot (juga di bawah Provinsi Tak) semula
konon akan turut dalam upacara penyerahan tersebut. Menurut
siaran radio tentara dari Divisi I yang berada di Provinsi
Prachin Buri, hanya karena jarak yang jauh dan kawasan yang
sulit ditempuh, mereka belum sampai di tempat.
Karen dan Hmong adalah suku terasing dan minoritas yang tinggal
di kawasan pegunungan yang berbatasan dengan Burma. Baik adat
istiadat maupun bahasanya berbeda dengan orang Thai yang
mayoritas. Karena itu, upacara penyerahan ini cukup menarik
penduduk di luar Provinsi Tak.
Sejak 1 Desember (yang juga HUT CPT ke-40), Jenderal Arthit
cukup sibuk menerima penyerahan diri gerilya komunis bersenjata
berikut para simpatisan mereka. Semakin banyak jumlahnya. Hal
ini telah mengundang kecurigaan. Pihak intelijen Muangthai
menduga ada perubahan strategi dari pihak CPT. Mana mungkin
tempua bersarang rendah, kalau tidak ada maksud tertentu. Selama
ini, gerilyawan CPT terkenal pantang menyerah begitu saja.
"Dengan taktik musuh dalam selimut," kata seorang intel, "CPT
mungkin akan memperkuat basisnya di dalam kota." Konon pihak
intelijen menganjurkan pemerintah Muangthai hendaknya membedakan
siapa-siapa yang komunis tulen dan yang mana pula yang cuma
sekedar simpatisan.
Lewat interogasi resmi, anggota dan simpatisan CPT yang menyerah
itu selalu menyebutkan bahwa di dalam tubuh partai itu tidak ada
lagi pandangan yang satu tentang perjuangan mereka. Juga tujuan
"perang rakyat" semakin menjadi jauh dari kenyataan. Lebih-lebih
setelah ada konflik Cina-Vietnam, semakin buyar persatuan CPT.
Di kala CPT porak-poranda inilah pemerintah Muangthai menghimbau
agar mereka menyerah saja.
"Saya percaya, pemerintah akan melaksanakan Keputusan 66/23
secara konsekuen," ujar Pachai sae Kue alias Kamerad Lao Ying,
pimpinan kamp 401. Lao Ying telah menjadi anggota CPT puluhan
tahun yang lalu. Dia mengaku dia pernah dikirim ke Vietnam untuk
latihan militer. Setelah itu dia dikirim ke Cina untuk belajar
Marxisme dan terakhir ke Laos untuk latihan bergerilya.
Keputusan 66/23 adalah anjuran pemerintah Muangthai untuk
menyerah dan dijamin tidak akan diapa-apakan. Bahkan mereka akan
mendapat pekerjaan dan sebidang tanah (TEMPO, 11 Desember).
Tetapi betulkah mereka menyerah total, bukan sekedar taktik
saja? Ada kecurigaan bahwa ribuan kaum komunis yang masih di
hutan tiba-tiba berbarengan angkat senjata dengan mereka yang
ada di kota-kota.
Jumlah sisa anggota CPT kini ditaksir 7.000, atau separuh dari
kekuatan CPT 5 tahun yang lalu. Kabarnya CPT telah menyusun 20
butir kebijaksanaan baru dalam rangka perluasan areal
hutan-kota. Dengan berbaurnya bekas anggota CPT dengan
masyarakat kota, mereka diperkirakan akan menggunakan taktik
terselubung lewat penyusupan ke berbagai organisasi masyarakat
dan agama. Harian Nation Review di Bangkok dalam tajuknya bahkan
menduga kemungkinan akan timbulnya terorisme dalam kota.
Harian Bangkok Post telah menuding beberapa perwira militer
Muangthai yang berhubungan erat dengan CPT. Meskipun tanpa nama,
banyak dugaan dan kecurigaan timbul karenanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini