Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cerita anggota Dewan Perwakilan Rakyat memainkan anggaran dan meminta upeti kepada direksi badan usaha milik negara sebenarnya sudah sangat lama berembus. Tapi, ketika diungkap oleh seorang menteri, hal itu langsung menyedot perhatian publik. Masyarakat pun kian yakin perilaku lancung itu bukan sekadar pepesan kosong atau terbatas pada segelintir anggota Dewan.
Dahlan Iskan, menteri yang membawahkan ratusan BUMN, membuka kotak Pandora itu. Akhir bulan lalu, bekas Direktur Utama PLN itu mengaku memiliki sepuluh nama anggota Dewan yang meminta upeti kepada direksi sejumlah BUMN, antara lain PT Merpati, PT PAL, dan PT Garam. Para anggota DPR pun merasa nama mereka dicoreng.
Bola panas bergulir ke Senayan. Badan Kehormatan DPR ketumpuan memeriksa anggota Dewan yang namanya disebut, juga mengundang Dahlan dan para direksi perusahaan negara, karena dari merekalah nama para anggota Dewan dikutip. Sejak 5 November lalu, hampir saban hari Badan Kehormatan menggelar sidang dan mendapat liputan luas media. "Kami ingin kasus ini cepat selesai agar tidak terus menjadi hiruk-pikuk," kata Ketua Badan Kehormatan DPR Muhammad Prakosa.
Selasa pekan lalu, Adek Media Roza, Purwani Diyah Prabandari, dan Wayan Agus Purnomo menemui Prakosa di ruang kerjanya, di lantai 8 Gedung Nusantara I, Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta. Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini menceritakan proses pemeriksaan kasus tuduhan suap itu. Ia juga mengatakan peran Badan Kehormatan harus diperkuat. Sesekali ia mengkritik fraksi di DPR yang sebenarnya memiliki wewenang besar untuk mendisiplinkan anggotanya.
Dahlan Iskan menyebut beberapa nama anggota Dewan yang meminta upeti. Apakah ia pernah melaporkan nama-nama itu ke Anda?
Tidak ada. Saya hanya pernah dua kali bertemu dengan Pak Dahlan, yaitu ketika dia memenuhi undangan Badan Kehormatan pada 5 dan 20 November.
Jadi Anda tahu soal ini dari media?
Saya sedang di daerah pemilihan saya di Tegal dan Brebes. Saya sempat membacanya di koran lokal. Beritanya kan terus-menerus. Saya melihat tudingan ini serius. Ada anggota DPR melakukan sesuatu di luar kewajaran dan menyangkut pembahasan anggaran dan pengelolaan uang negara.
Tapi masalah ini kan sudah lama ada, jauh sebelum Dahlan berbicara?
Kabar soal BUMN sebagai sapi perah, itu sudah saya dengar sejak masih kuliah, di zaman Soeharto dulu. Laporan Pak Dahlan adalah momentum untuk mengungkapnya sehingga menjadi pelajaran dan ada efek jera bagi yang ingin mendapat keuntungan ilegal dari pembahasan anggaran.
Jadi pemeriksaan yang sedang dilakukan terhadap anggota Dewan atas inisiatif Badan Kehormatan atau laporan Dahlan?
Ini inisiatif BK. Setelah reses, saya kembali ke Jakarta, berkomunikasi dengan para pemimpin BK, yang sebagian masih di daerah. Saya pikir ini harus diungkap agar tak sekadar menjadi hiruk-pikuk. Ini tugas BK karena ada informasi yang mengarah ke pelanggaran etika yang dilakukan anggota Dewan.
Berarti Anda berharap banyak dari laporan Dahlan?
Saya berpikir, karena pertama kali ini diungkap oleh seorang menteri, saya punya harapan yang besar pasti ada sesuatu yang kami dapatkan. Ini merupakan kesempatan untuk membersihkan lembaga legislatif, juga eksekutif.
Maksud Anda, bukti-bukti yang kuat?
Ya, saya berharap betul beliau datang dengan membawa setumpuk dokumen, apalagi dia bilang ke media bahwa dia punya sepuluh nama. Nah, itu kan luar biasa. Bagi saya, itu sesuatu yang besar sekali. Apalagi saya dengar Pak Dahlan orang yang sangat terbuka.
Apa yang dibawa Dahlan?
Begitu saya lihat dia masuk ke ruangan sidang (5 November), kok dia tidak bawa apa-apa. Waduh… stafnya juga tidak bawa apa-apa, cuma bawa map yang tipis. Saya mulai berpikir, jangan-jangan ini enggak sesuai dengan harapan saya. Dia hanya menyerahkan surat yang berisi dua lembar kertas berisi nama dua anggota Dewan dan tiga BUMN yang diduga dimintai upeti.
Siapa anggota Dewan itu?
Tidak akan saya sebut. Tapi kan semua sudah disebut media karena mereka yang diundang ke sidang BK. BUMN-nya PT PAL, Merpati, dan Garam. Tapi isi surat itu cuma poin-poin, siapa yang dimintai, siapa yang ketemu. Memang disebut juga tempat pertemuan. Ada juga beberapa yang lewat telepon dan SMS (pesan pendek). Dengan Garam itu, katanya, ada sekali pertemuan di Pacific Place, kemudian dengan PAL ada beberapa pertemuan di Gran Melia, Hotel Sultan, Casablanca, dan Plaza Senayan. (Adapun anggota Dewan yang diperiksa Badan Kehormatan adalah Sumaryoto [PDIP], Idris Laena [Golkar], Achsanul Qosasi [Demokrat], I Gusti Agung Rai Wirajaya [PDIP], Linda Megawati [Demokrat], Muhammad Hatta [PAN], dan Saidi Butar-Butar[Demokrat].—Red.)
Meski tidak membuktikan adanya pemerasan, pertemuan di antara kedua pihak di luar gedung DPR kan tidak wajar? Bisa disebut melanggar etika.
Ada anggota Dewan bertemu dengan mitranya di luar agenda resmi untuk urusan nonkedinasan dan pertemuan berlangsung berkali-kali, lalu ada SMS dan telepon berkali-kali, itu sudah indikasi yang mengarah ke pelanggaran etika. Apalagi menyangkut pencairan (dana) program tertentu.
Lalu apa yang sudah diperoleh Badan Kehormatan dari pemeriksaan terhadap anggota Dewan dan direksi BUMN?
Kami belum bisa menyimpulkan apa-apa, karena ada perbedaan yang substansial antara yang disampaikan direksi BUMN dan yang disampaikan anggota Dewan. Faktanya berbeda sekali.
Ya, tentu saja anggota Dewan membantah. Masalahnya, apakah Badan Kehormatan percaya begitu saja?
Saya tidak ingin menyampaikan materi persidangan. Yang jelas, satu pihak menyebut ada permintaan, sedangkan pihak lain mengatakan yang sebaliknya. Jadi, ada perbedaan substansial. Kami tidak bisa percaya kepada salah satu. Makanya akan (sejak Rabu pekan lalu) kami konfrontasi.
Kalau kedua pihak tetap kukuh pada saat konfrontasi, apakah Badan Kehormatan bisa mengambil keputusan?
Dengan mengandalkan keyakinan. Dalam konfrontasi nanti, kami akan melihat bahasa tubuh mereka apakah bisa dipercaya. Nanti akan kelihatan.
Tapi kan hal seperti ini tidak bisa disimpulkan dari bahasa tubuh?
Kan, ada fakta beberapa pertemuan. Kalau semuanya dari pihak DPR yang mau ketemu, ini kan janggal. Nanti sebelas anggota BK akan memutuskan akan percaya ke siapa. Inilah yang kami sebut sebagai sidang etik. Seperti di pengadilan Amerika yang memakai juri, memang ada fakta hukum, tapi ada kalanya dua pihak sama-sama meyakinkan sehingga juri harus menentukan siapa yang lebih bisa dipercaya.
Anda bisa menjamin Badan Kehormatan tidak berpihak ke anggota DPR? Ini kan jeruk makan jeruk? Yang memeriksa ya anggota Dewan juga.
Tidak ada jaminan tertulis. Tapi ini menyangkut kredibilitas kami, anggota Badan Kehormatan. Jaminannya adalah trust. Dalam kasus apa pun, tentu ada kecurigaan jeruk makan jeruk. Tapi di BK saya yakinkan semua obyektif.
Jika benar ada permintaan upeti dari anggota Dewan, apa sanksi bagi mereka?
Kalau terbukti mereka meminta, apalagi ada rekaman SMS atau telepon, bisa menjadi pelanggaran berat. Sanksinya pemberhentian sementara atau tetap. Kalau hanya indikasi ke arah permintaan, itu termasuk pelanggaran ringan atau sedang dan akan mendapat teguran tertulis. Tapi, untuk seorang anggota Dewan, mendapat teguran pun sudah jadi hukuman berat. Mereka bisa mendapat vonis lebih berat dari publik, bahkan ketika hanya sebatas dipanggil ke sidang BK.
Kapan kasus ini akan tuntas?
Segera, agar tidak ada hiruk-pikuk.
Kapan tepatnya? Apakah menunggu publik lupa?
BK ini bukan lembaga hukum, tapi tiap kasus harus segera diselesaikan. Kan, di BK ada banyak kasus, tapi orangnya cuma sebelas.
Tapi biasanya kan kasus-kasus itu menguap begitu saja?
Semua kasus yang masuk ke Badan Kehormatan pasti akan ada keputusan, baik keputusan itu bersalah maupun tidak, dan ada sanksinya. Semua yang masuk akan kami teliti, ada bukti awal atau tidak. Tapi, kalau tidak ada bukti awal, kami kan sulit menindaklanjutinya. Jadi, kalau ada orang mengatakan BK macan ompong, mungkin tidak juga. Tapi, jika ada yang mengatakan perlu diperkuat, saya setuju.
Apa yang harus diperkuat?
Ke depan, BK harus diperkuat penyelidik yang profesional. Sekarang ini sebelas anggota BK mengerjakan semua, mulai penyelidikan, pemeriksaan, hingga keputusan. Beban administrasi juga berat. Saya menulis surat sendiri.
Pernah minta bantuan polisi?
Dalam kasus video mesum yang diduga melibatkan anggota Dewan, kami meminta bantuan polisi untuk mengidentifikasi sosok yang ada di video itu. Tapi baru tiga bulan ada jawaban. Katanya, mereka tidak bisa mengidentifikasi. Lha, kalau kami minta lagi, nanti menunggu beberapa bulan, padahal harus segera ada keputusan. Bisa-bisa dimarahi publik.
Citra DPR sangat buruk karena aneka kelakuan buruk para anggotanya.
Kami akui citra DPR agak terpuruk. Maka perbaikan dari dalam sangat penting. Kalau bicara (citra), sebenarnya citra DPR itu resultan dari citra fraksi, bisa juga citra partai.
Beberapa kejadian, seperti kosongnya ruang sidang dan kunjungan ke luar negeri yang salah alamat, membuat DPR kian tampak memalukan.
Terkait dengan kosongnya ruang-ruang, ada masalah kedisiplinan. Juga tata tertib perlu diperbaiki. Dalam tata tertib DPR, sidang paripurna masa pembukaan, misalnya, hanya berisi pidato pembukaan rapat paripurna. Rapat paripurna harus penting, jangan agendanya tunggal. Kedua, memang harus ada tanggung jawab fraksi. Yang bisa memberi sanksi kan atasan. Siapa? Ya atasan anggota Dewan itu. Fraksi itu bisa memaksa anggota. Sedangkan Badan Kehormatan itu alat bantu untuk mengawasi. Makanya saya katakan, semua di sini sebenarnya gabungan dari wajah fraksi.
Soal kunjungan ke luar negeri?
Ini menjadi masalah terus. Saya juga heran. Ini kan usul dari badan kelengkapan, kemudian persetujuan dari fraksi dan pimpinan DPR. Ini juga harus ada ketegasan fraksi dan pimpinan. Apa perlu? Kalau memang perlu, apa memang harus sedemikian banyak yang ikut? Lalu agendanya harus di-screening betul supaya jangan memperburuk citra. Apalagi kita negara besar, kan malu.
MUHAMMAD PRAKOSA Tempat dan tanggal lahir: Yogyakarta, 4 Maret 1960 Pendidikan: Sarjana Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1982 | Master in Forest Economics, University of Tennessee, Amerika Serikat, 1989 | PhD in Resource Economics and Policy, University of California, Berkeley, Amerika Serikat, 1994 Karier: Pegawai Departemen Kehutanan, 1985-1987 | Dosen Universitas Bengkulu, 1985-2007 | Kepala Perwakilan Food and Agriculture Organization di Jakarta, 1999 | Anggota DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, 1999 | Menteri Pertanian, 1999-2001 | Menteri Kehutanan, 2001-2004 | Anggota DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 2009-2014 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo