Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

<font face=arial size=2 color=#ff9900>Ketua Komite Internasional Palang Merah Asia Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Alain Aeschlimann:</font><br />prioritas kami, berkunjung ke penjara di seluruh indonesia

17 Maret 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam agenda Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Indonesia adalah negara "wajib kunjung". Itulah yang dilakukan Alain Aeschlimann, Ketua Operasional Komite Internasional Palang Merah untuk Asia Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik. Setiba di Jakarta dua pekan lalu, Aeschlimann, 54 tahun, menjadwalkan sejumlah agenda di Ibu Kota. Menolak memerinci siapa saja yang dia jumpai, Aeschlimann hanya mengatakan ini kunjungan resminya ke Asia Tenggara-salah satu wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. "Saya akan kembali lagi ke Indonesia pada akhir Mei," ujarnya kepada Tempo.

Alumnus Universitas Neuchatel, Swiss, ini adalah salah satu petinggi ICRC yang berkedudukan di Jenewa. Selama 25 tahun bergiat di organisasi ini, dia praktis banyak bergerak di wilayah "panas" di tiga benua: Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Pada 1988-2003, misalnya, ayah satu anak ini memimpin delegasi ICRC di Irak, Peru, Ethiopia, Angola, hingga Israel-sekadar contoh. Dan dia mengaku menemukan banyak salah kaprah tentang Komite Internasional Palang Merah.

Organisasi kemanusiaan ini kerap dituduh berpihak pada kelompok tertentu. "Kami berusaha agar bisa diterima semua pihak dan itu susah," katanya. Itu sebabnya salah satu upaya utama ICRC adalah diterima oleh pemerintah dan terutama masyarakat di negeri-negeri yang mereka layani. Upaya itu tak selalu berhasil, termasuk di Indonesia. Pada 2009, pemerintah memerintahkan ICRC menghentikan operasi lapangannya-antara lain kunjungan ke penjara-serta menutup kantor ICRC di Jayapura, Papua, dan Lhokseumawe, Aceh.

Sejumlah laporan media menyiarkan pernyataan Kementerian Luar Negeri Indonesia bahwa pemerintah tak pernah mengizinkan ICRC membuka cabang di dua provinsi itu. Lembaga internasional itu juga diminta merumuskan perjanjian kerja baru. "Peristiwa itu memicu polemik besar di media, jadi kami memilih tak banyak berkomentar," ujarnya dengan tenang.

Wartawan Tempo Hermien Y. Kleden, Purwani Diyah Prabandari, Sadika Hamid, dan Mitra Tarigan menemuinya di Hotel Gran Mahakam, Jakarta Selatan, Kamis dua pekan lalu. Tenang dan hati-hati meladeni setiap pertanyaan, Aeschlimann memberikan waktu sekitar dua jam di tengah jadwalnya yang padat sebelum terbang kembali ke Jenewa.

Apa prioritas Komite Internasional Palang Merah setelah 40 tahun berada di Indonesia?

Prioritas utama tentu saja urusan kemanusiaan. Kami sangat ingin lebih banyak bertukar pikiran dengan pihak Indonesia. Negeri Anda aktif mengirim pasukan penjaga perdamaian, ICRC kerap beroperasi di lokasi pasukan tersebut. Dengan pemeluk Islam terbesar di dunia, suara Indonesia di dunia Islam lebih didengar dibanding suara negara Barat. Jadi, kami sangat ingin bila Indonesia dapat memperdengarkan hal-hal baik tentang Komite Internasional Palang Merah kepada dunia.

Program utama apa saja yang diprioritaskan di sini?

Kami melatih anggota TNI mengembangkan kapasitas dalam bidang hukum kemanusiaan serta mengajari polisi cara mengatasi aksi massa sesuai dengan standar internasional. Prioritas lain adalah mengembangkan program pemulihan hubungan keluarga bersama Palang Merah Indonesia. Kami berusaha mempertemukan kembali anggota keluarga yang terjebak bencana atau krisis. Perwakilan kami di sini menjalin hubungan erat dengan Sekretariat ASEAN dan beberapa ahli regional. Meningkatkan kesadaran atas hukum kemanusiaan internasional melalui media dan masyarakat madani juga salah satu prioritas kami.

Sebelum dilarang pada 2009, salah satu program utama Komite Internasional adalah kunjungan ke penjara. Apa usaha untuk menghidupkannya kembali?

Beberapa tahun terakhir ini kami meminta pemerintah agar dapat mengizinkan kami melakukan kunjungan ke penjara lagi-yang kini masih ditangguhkan sambil menunggu kesepakatan baru. Ini butuh waktu dan kami harus bersabar. Tapi kami berharap suatu saat diizinkan kembali ke penjara karena banyak masalah tahanan yang dapat kami bantu. Tapi ini memang mutlak keputusan pemerintah Indonesia.

Apa sebetulnya inti program kunjungan ke penjara-termasuk di Indonesia?

Tujuan intinya adalah membantu pemerintah memperlakukan tahanan dengan baik dan layak sesuai dengan standar internasional. Jadi, pertama, kami berbicara dengan pemerintah untuk mengidentifikasi masalah-disusul kunjungan. Perbincangan kami dengan tahanan adalah sesi privat sehingga sipir tak boleh mendampingi. Tahanan akan berbagi masalah mereka-umumnya problem pribadi. Setelah itu, kami bertemu dengan pejabat penjara untuk menyampaikan masalah mereka seraya mengajukan solusinya.

Bagaimana ICRC memanfaatkan informasi dari penjara untuk perbaikan?

Kami dapat menawarkan beberapa hal, misalnya pelatihan kesehatan. Pekerjaan kami bersifat rahasia. Kami tak akan berbicara ke media jika ada penyiksaan atau hal semacam itu. Jika ada masalah, kami mengemukakannya ke pejabat terkait. Kami mencoba menyelesaikan masalah dari dalam, tidak melalui tekanan media.

Pada 2011, Komite Internasional Palang Merah menandatangani nota kesepakatan dengan Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan di penjara. Apakah masih kurang?

Kami punya metode dan prosedur tersendiri dalam kunjungan ke penjara. Perjanjian yang kami tanda tangani pada 2011 bertujuan meningkatkan kapasitas Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan di bidang kesehatan serta penyediaan air dan sanitasi. Tapi prosedur kunjungannya tidak selengkap dan setepat kunjungan ICRC biasanya.

Pemerintah menyuruh ICRC menutup perwakilan di Papua pada 2009. Ada rencana membuka kantor lagi di sana?

Kami akan siap, jika diizinkan, memulai lagi kegiatan di sana. Tapi, sekali lagi, kami hanya melakukannya jika diperbolehkan dan pemerintah tak wajib memberi izin. Prioritas kami sekarang memulai kembali kunjungan ke penjara di seluruh Indonesia. Kami menekankan ini dulu. Tak semua keinginan bisa diperoleh di saat yang sama.

Indonesia beberapa kali diserang teroris. Apa peran ICRC di masa-masa gawat itu?

Pada dasarnya ICRC membantu semua korban kekerasan dan mendukung aksi penyelamatan pemerintah, bekerja sama dengan PMI. Kami membantu mengevakuasi korban, menyediakan pertolongan pertama, membantu menangani jenazah dan kegiatan forensik lain, membantu korban menghubungi keluarga mereka, atau membantu keluarga mencari korban. Ketika ada serangan, kami pasti mengontak PMI untuk menawarkan bantuan. Tatkala peristiwa bom Bali, misalnya, ICRC menyediakan kantong-kantong mayat untuk PMI.

l l l

Anda sudah beraktivitas di sini selama 40 tahun. Apa saja persepsi yang salah tentang organisasi Anda?

Salah satu tantangan kami sebagai organisasi internasional adalah orang sulit menerima kami. Dengan bantuan Palang Merah Indonesia, ICRC berusaha menyelesaikan masalah ini di Indonesia. Kami tak ingin dianggap sebagai organisasi yang suka turut campur, tapi sebagai lembaga yang bisa memberi nilai tambah. Sekarang, misalnya, ICRC tengah memperkenalkan persamaan syariah Islam dan hukum kemanusiaan internasional. Kami ingin menunjukkan bahwa hukum kemanusiaan internasional bukan dari "Barat" dan memiliki persamaan dengan hukum Islam. Idealnya, ICRC, masyarakat, dan pemerintah Indonesia bisa saling memahami: kami berasal dari tempat yang sama, bukan dari bulan.

Kami mendapat info, pihak PMI pernah menolak sejumlah tawaran ICRC untuk bekerja sama di Indonesia. Komentar Anda?

Itu tidak benar. Hubungan kami baik sekali dengan Ketua PMI Jusuf Kalla, secara personal dan institusional. Kami sering bekerja sama dalam program pemulihan hubungan keluarga dan persiapan tanggap darurat. ICRC bersedia mengajak anggota staf PMI ikut operasi internasional kami. Tapi perlu dicatat bahwa PMI adalah badan independen-sama seperti kami-dan mereka berkuasa penuh mengambil keputusan sendiri.

Apa saja yang menjadi prioritas ICRC di Asia Tenggara tahun ini?

Perwakilan Komite Internasional ada di sembilan negara ASEAN-terbesar di Filipina. Kami di sana hampir 50 tahun. Dalam beberapa tahun terakhir, kami memperbaiki kondisi penjara serta mengunjungi tahanan konflik dan korban kekerasan. Kesibukan bertambah pada 2008, ketika Front Pembebasan Islam Moro dan pemerintah berkonflik lagi-dan muncul banyak pengungsi. Belum lama ini topan Bopha menyerang bagian timur Mindanao, Filipina: ICRC membagikan makanan untuk 300 ribu orang dan menyediakan air untuk 20 ribu orang.

Bagaimana tanggapan pemerintah Filipina ketika Anda mengunjungi tahanan atau membantu pengungsi?

Mereka kooperatif. Sama seperti di tempat lain-topan membuat isu tahanan tak terlalu penting lagi.

Myanmar menjadi perhatian dunia karena mengalami proses demokratisasi. Apakah perkembangan ini berpengaruh pada aktivitas Komite Internasional di sana?

Myanmar adalah salah satu operasi utama kami di Asia. Kami aktif di sana pada 2000-2007. Tatkala Perdana Menteri Khin Nyunt ditangkap, gerak ICRC dibatasi. Kami tak bisa lagi berkunjung ke penjara atau ke perbatasan. Semua berubah tahun ini. Januari lalu, Presiden ICRC bertemu dengan Presiden Myanmar Thein Sein. Mereka memastikan kami bisa memulai kunjungan ke penjara akhir Januari. Ini perkembangan besar.

Ya, itu perkembangan besar. Tapi apa ICRC bisa membantu masyarakat Arakan di lokasi konflik muslim Rohingya-Buddha?

Kami sudah bekerja lagi di Arakan sejak Juli, mengatasi masalah kesehatan dan persediaan air-bekerja sama dengan Palang Merah Myanmar. ICRC diizinkan masuk ke Kachin, ke area yang dikuasai Organisasi Pembebasan Kachin. Ini langkah besar karena kami bisa kembali ke daerah konflik dan perbatasan. Polisi setempat mendapat pelatihan tentang standar internasional penegakan hukum dan pengendalian aksi massa. Sedikit demi sedikit kegiatan ICRC di sana bertambah. Ini perkembangan bagus.

Bagaimana Anda melihat perkembangan bentuk dan jenis konflik di wilayah Asia-Pasifik?

Negara Asia-Pasifik memiliki aspirasi ekonomi kuat sekarang. Saya melihat konflik-konflik di Asia mulai pudar 10-15 tahun terakhir. Masih ada sejumlah wilayah konflik, seperti Kachin, Myanmar, yang bergejolak dua tahun lalu. Sebelumnya, tak ada konflik di sana. Jadi, boleh dibilang ada hubungan kuat antara aspirasi ekonomi dan stabilitas. Ada wilayah lain di dunia yang kondisinya lebih parah, seperti Suriah, Palestina, Afganistan, Libya, Mali, dan Sudan.

Apa sulitnya membuat orang paham bahwa ICRC netral dan independen?

Di beberapa tempat, situasinya sangat tegang. Anda sering dianggap memihak. Terkadang di satu tempat ada banyak kelompok-di Sudan bisa sampai 20. Kami berusaha agar bisa diterima semua pihak dan itu susah. Jadi, kami tak pernah meminta perlindungan tim bersenjata. Jika kami mulai menggunakan senjata, kami akan dijadikan target.

Anda sama sekali tak pernah menggunakan senjata?

Tak pernah, kecuali terhadap penjahat tulen, seperti di Somalia. Di sana kami tak menghadapi kelompok bersenjata, tapi pencuri. Namun kami tak mungkin ke Afganistan membawa tim bersenjata. Orang bisa menyangka kami dilindungi Amerika Serikat atau pemerintah. Taliban dan kelompok lain akan menolak kami. Sebaliknya, jika kami meminta perlindungan Taliban, kelompok lain akan menolak kami.

Apa makna netral bagi Komite Internasional Palang Merah?

Netral berarti tak memihak, tak terseret dalam urusan politik dan berada di "luar". Ini susah jika ada polarisasi kuat antarkelompok. Tiap orang memiliki niat berbeda dan mencoba menarik Anda ke sisi mereka. Itulah mengapa menjaga kepercayaan orang itu penting. Jika Anda mulai menjalankan diplomasi publik, orang menganggap Anda berpihak.

Apa yang terjadi, petugas-petugas lapangan ICRC dilanda "tabrakan antara prinsip netral-independen versus hati nurani". Pernahkah Anda merasakan hal ini?

Ya, terkadang kami frustrasi karena tak bisa banyak berbicara. Solusinya adalah merotasi anggota staf kami. Biasanya kepala delegasi hanya tinggal di satu daerah selama 3-4 tahun. Di beberapa tempat, rotasinya bahkan setahun. Dan, tentu, ada juga yang mengundurkan diri karena masalah ini.

Boleh tahu apa saja alasan mereka yang mengundurkan diri?

Mereka merasa bahwa kami seharusnya berbicara lebih terbuka. Menurut mereka, sikap diam berarti membiarkan kejadian itu terus-menerus berlangsung.

Alain Aeschlimann
Tanggal lahir: 10 April 1959 Pendidikan: Fakultas Hukum Universitas Neuchatel, Swiss (1977-1981) Pengalaman kerja: Kepala Operasional ICRC untuk Asia Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik (2008-sekarang) l Kepala Badan Pusat Pencarian dan Divisi Perlindungan (2003-2008) l Kepala Delegasi Ethiopia (2000-2003) l Kepala Delegasi Israel, Wilayah Pendudukan, dan Otonomi Nasional Palestina (1998-2000) l Wakil Kepala Badan Pusat Pencarian dan Divisi Perlindungan (1997-1998) l Koordinator Penasihat Legal Operasi ICRC (1996-1997) l Kepala Delegasi Irak (1992-1993) l Kepala Delegasi Peru (1992-1992) l Kepala Sub-Delegasi Angola dan Wakil Kepala Delegasi Angola (1988-1990) l Delegasi tahanan di Irak (1987-1988) l Pengacara di Departemen Legal Direktorat Jasa Pos dan Telekomunikasi Swiss, Bern (1983-1986)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus