Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

<font face=arial size=2 color=#ff9900>Ketua KPSI Tonny Apriliani:</font><br />Kami Bikin Tim Nasional Sendiri

26 Maret 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kisruh pengurus sepak bola Indonesia semakin rumit setelah muncul pengurus Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) tandingan hasil kongres luar biasa yang diadakan di Ancol, Jakarta, 18 Maret lalu. Kongres ini digelar oleh Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI), yang diketuai Tony Apriliani. Banyak yang menganggapnya sebagai serangan balik pengurus PSSI lama yang ingin mendongkel kepengurusan PSSI di bawah Djohar Arifin Husin—yang pada tanggal yang sama mengadakan kongres tahunan di Palangkaraya.

PSSI tandingan yang diketuai La Nyalla Mattalitti ini muncul tatkala dualisme kompetisi masih belum bisa diselesaikan. Ada Liga Super Indonesia (LSI), yang disokong oleh pengusaha Nirwan Bakrie; dan Liga Primer Indonesia, dengan dukungan pengusaha Arifin Panigoro. PSSI di bawah Djohar tidak mengakui LSI sebagai kompetisi yang sah. Ini membuat pemain dari klub-klub LSI tidak bisa membela Indonesia di tim nasional. Padahal para pemain tim nasional yang berkualitas bermain untuk klub LSI. Akibatnya, tim nasional Indonesia dibantai 0-10 dalam kualifikasi Piala Dunia, awal Maret lalu.

Kekalahan itu sampai membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan pernyataan khusus untuk menanggapi peristiwa tersebut. “Sebenarnya tidak betul kalau sepak bola kita menurun. Tapi saya sangat prihatin dengan kejadian akhir-akhir ini. Ribut, ricuh, yang berselisih adalah para pengurus organisasi olahraga sendiri (PSSI),” kata Yudhoyono, 5 Maret lalu.

Sebenarnya apa yang diinginkan oleh kedua kubu ini? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pada Rabu pekan lalu Istiqomatul Hayati, Tito Sianipar, Dwi Riyanto Agustiar, dan Jacky Rahmansyah mewawancarai kedua orang yang mewakili dua kubu, yakni Djohar dan Tonny, dalam kesempatan terpisah.

Drg Tonny Apriliani
Tempat dan Tanggal Lahir:Bandung, 21 April 1956

Pendidikan:

  • Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran 1975-1981
  • S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga 1986-1988
  • S-3 Administrasi Kebijakan Publik Unpad 2008-sekarang

    Karier:

  • Dosen Universitas Padjadjaran Bandung 1982-1997
  • Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat 1997-1999
  • Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat 1999-2004
  • Anggota DPR RI 2004-2009, Ketua Pengurus Provinsi PSSI Jawa Barat 2008-2013
  • Komite Eksekutif PSSI 2011, Ketua Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia 2011-2012

    Masalah persepakbolaan di Indonesia itu sudah rumit, dan diperumit oleh kehadiran KPSI.

    Kami mendapat mandat dari 542 anggota PSSI, terdiri atas pengurus di tingkat provinsi. Kemudian klub-klub, mulai level tertinggi di Liga Super Indonesia, divisi utama, divisi I, II, hingga III. Dan, dari 542 itu, sudah mengeluarkan mosi tidak percaya kepada PSSI di bawah kepemimpinan Djohar Arifin. Karena itu, mereka membentuk Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia. Bentuknya bukan badan federasi, tapi badan ad hoc yang ditugaskan PSSI melaksanakan kongres luar biasa.

    Memang bisa membuat komite yang tidak disetujui PSSI?

    Regulasinya adalah Statuta PSSI Pasal 31 ayat 1. Di situ dijelaskan dua pertiga anggota lebih anggota PSSI bisa mengajukan kongres luar biasa kepada komite eksekutif.

    Ya, tapi apa gunanya dua pertiga anggota kalau semuanya adalah pengurus lama di masa Nurdin Halid?

    Saya cuma mengantarkan amanah dari anggota. Memangnya anggota ini milik pengurus lama?

    Apa bukti mereka anggota PSSI yang sah?

    Ini seluruhnya ada dokumennya, dari anggota difoto sampai dokumen klub dan pengurus provinsi, surat keputusan kami lampirkan ke sana. Di koran daftarnya sudah keluar, satu halaman. Biar rakyat tahu, yang abal-abal yang mana, yang asli yang mana. Banyak pengurus provinsi yang dibekukan oleh PSSI. Yang hadir di kongres Palangkaraya bukan ketua pengurus provinsi yang asli. Mereka hanya caretaker setelah pengurus lama dibekukan.

    Bagaimana dengan di Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) atau Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA)?

    Kalau diuji lagi di AFC, di FIFA, nama kami masih tertera di sana. Sewaktu Persipura menggugat hak bertandingnya di Liga Champions Asia, pengurus PSSI tidak ada yang mendampingi. Kami yang mengantar. Di sana James Johnson (Head Member Associations & Internal Relations AFC) memberikan kartu anggota kepada saya. Kenapa di dunia kami diakui, di sini tak diakui?

    Apakah PSSI baru yang diketuai La Nyalla akan diakui FIFA atau AFC?

    Karena itu mereka diminta melengkapi dokumen.

    Kalau akhirnya FIFA hanya mengakui PSSI Djohar?

    Itu hak FIFA, silakan aja. FIFA berarti sudah merestui dan merekomendasikan federasi yang keliru. Tapi, sudah jelas, FIFA tidak pernah meminta daftar pemain dari klub LSI. Maka, kemudian, pemain yang dipanggil untuk tim nasional Indonesia dari LPI saja. Itulah kenapa mereka dibantai Bahrain 0-10.

    Kalau FIFA berpihak kepada Djohar, PSSI Anda bubar, dong?

    Kami jalan terus. Kami bentuk kompetisi sendiri, kami bentuk tim nasional sendiri, Alfred Riedl (mantan pelatih tim nasional) yang jadi pelatih kepala. Kita uji saja nanti, versi sana dan sini, mana yang paling bagus.

    Wah, apa bisa begitu, legitimasinya bagaimana?

    Peduli amat! Tidak ada masalah, yang penting sekarang sesuai dengan arahan AFC: ”Lupakan Liga Champions Asia. You bereskan dulu kompetisi.”

    Kalau begitu, bagaimana mereka punya kesempatan bertanding di tingkat internasional?

    Tidak usah ikut jalur FIFA, masih banyak konfederasi yang lain, seperti Asia Oseania.

    Itu kan di bawah FIFA juga?

    Peduli amat, yang penting kami bisa memperlihatkan prestasi anak kami kepada khalayak, dan memperlihatkan mana yang benar.

    Kenapa KPSI menolak undangan PSSI untuki rekonsiliasi?

    KPSI tidak pernah menolak. Ada mediasi di Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan sebagainya, kami hadir. Mereka justru yang mengirimkan staf rendahan yang tidak mengerti dan tidak bisa mengambil keputusan.

    Benarkah ada undangan untuk ikut kongres di Palangkaraya?

    Klub-klub diundang sebagai pengamat, yang katanya nanti akan diajak rekonsiliasi. Rekonsiliasi itu kan bukan seperti itu. Rekonsiliasi itu kalau mau dilakukan pada 18 Desember lalu, saat kita undang di hadapan para anggota. PSSI datang, pakai itu forum untuk rekonsiliasi. Kalau tidak cukup di situ, sebulan setelah itu, pada 21 Januari kami kan mengadakan lagi pertemuan yang dihadiri 542 anggota PSSI.

    Berapa biaya untuk menggelar kongres kemarin?

    Tidak sampai Rp 10 miliar. Dari sumbangan dan support anggota.

    Support dari Nirwan Bakrie juga?

    Dana dukungan datang dari semua anggota, termasuk saya. Kalau ada support dari pihak lain tentunya tidak kami tolak.

    Dari Nirwan?

    Mungkin saja ngasih lewat liganya. Tapi tidak lewat saya. Kami independen.

    Yang jelas terlihat sekarang, pertempuran antara Arifin Panigoro dan Nirwan Bakrie, ya?

    Boleh dibilang begitu. Tapi, yang namanya Nirwan dan Arifin harus bisa disatukan, ini tugas kita. Mereka ini orang gila bola.

    Menurut Anda, siapa yang bisa menengahi dua tokoh itu?

    Dari dulu saya minta Dahlan Iskan.


    Ketua PSSI Djohar Arifin:
    Kami Minta Mereka Bergabung

    Prof Djohar Arifin Husin
    Tempat dan Tanggal Lahir: Langkat, Sumatera Utara, 13 September 1950

    Karier:

  • Sekretaris Jenderal KONI
  • Pengurus Daerah PSSI Sumatera Utara
  • Guru besar Universitas Islam Sumatera Utara
  • Staf ahli Menteri Pemuda dan Olahraga Indonesia
  • Ketua Umum PSSI (2011-2015)

    Konflik dalam persepakbolaan Indonesia sudah begitu parah, sampai berimbas pada kekalahan 0-10. Apa kita tidak malu terhadap negara lain?

    Negara-negara lain sangat tahu, terutama terhadap perubahan sikap pengurus PSSI yang sekarang. Mereka menyatakan akan membantu Indonesia mengatasi persoalan yang membelit. Mereka tidak ingin Indonesia dijerat hukum oleh FIFA.

    Kemungkinan hukuman FIFA itu seperti apa?

    Berdasarkan surat tanggal 21 Desember 2011 yang ditandatangani oleh Sekjen FIFA Jerome Valcke dan Sekjen AFC Alex Soosay, mereka meminta kompetisi segera dikontrol federasi (PSSI). Mereka juga meminta kami mengajak teman-teman yang berada di luar kompetisi resmi untuk kembali ke federasi. Mereka minta ini segera dilaksanakan dengan memberi tenggat. Yang tidak mau akan diberi hukuman. Kami akan mengirim utusan ke sejumlah klub yang berada di luar kompetisi resmi dan mengimbau mereka melalui orang-orang yang bisa berbicara.

    Imbauan itu tentu bukan cek kosong. Apa yang Anda tawarkan ke mereka?

    Ada beberapa opsi. Pertama, kami mengakui kompetisi LSI, tapi dengan syarat yang diminta FIFA, yaitu kompetisi itu harus di bawah kontrol PSSI. Melaksanakan kompetisi di luar federasi itu tidak boleh. Dengan demikian, artinya ada dua kompetisi yang berjalan. Nama jadi dua, LPI dan LSI. Kalau cara itu tidak disetujui, keduanya dilebur jadi satu. Entah nanti namanya Indonesia League, Merdeka League, atau apa pun, itu atas kesepakatan bersama, yang penting satu. Operatornya, kalau tak disetujui, dua-duanya kita istirahatkan, ganti dari luar negeri. Soal hak siar televisi, ambil yang bersedia membeli dengan harga paling gede, sebagai bantuan untuk klub. Ini semua mudah. Yang kita pentingkan kan Merah Putih.

    Soal kongres di Palangkaraya. Ada yang bilang, pengurus provinsi yang Anda undang bukan orang yang punya hak suara. Mereka hanya caretaker setelah Anda membekukan pengurus lama.

    PSSI kan dipimpin saya, tentu surat pengangkatan dan pemberhentian resmi dari kami. Kenapa pengurus lama tidak kami undang? Karena mereka tidak mengakui kami. Ibaratnya, mereka itu seperti gubernur yang tidak mengakui presiden. Bagaimana kami melaksanakan program jika mereka tak mengakui kami? Padahal kompetisi harus berjalan. Kalau tidak jalan, itu merugikan klub dan pemain.

    KPSI membuat PSSI baru. Apakah sanksi dari FIFA dan AFC sudah di depan mata?

    Sejak surat FIFA tanggal 21 Desember itu, kami berupaya terus agar Indonesia tidak mendapat sanksi FIFA. Mereka mengharapkan sebelum 23 Maret kita bisa memberi penjelasan. Karena ini kan bukan kesalahan kita, tapi oknum yang merusak Indonesia. Dan mereka (FIFA) tahu, keributan ini bukan ulah kami. Ada oknum yang senang Indonesia dihukum.

    Anda mengatakan demi Merah Putih, demi Indonesia. Tapi Anda sendiri melarang pemain inti tim nasional yang bermain di LPI membela Merah Putih.

    Di surat tanggal 21 Juli, FIFA melarang pemain di luar federasi (PSSI) untuk bermain di tim nasional. Karena itu, kalau kami paksakan pemain yang bagus di luar kompetisi resmi, kami yang akan dihukum.

    Bukannya dulu Anda berjanji membolehkan semua pemain bisa turun?

    Memang di PSSI tidak ada peraturan yang melarang. Saya katakan semua pemain terbaik di bumi ini, yang punya klub atau yang tidak punya klub, kalau bagus menurut pelatih, boleh direkrut menjadi pemain nasional. Tapi ini kan FIFA yang melarang. PSSI tidak diuntungkan dengan pelarangan ini. Jangan anggap kami senang.

    Tak ada rakyat Indonesia yang senang menonton timnas kita kalah 0-10.

    Ada sejumlah keberhasilan yang kerap tidak diperhitungkan. Kami masuk kantor PSSI pada 11 Juli, dua hari setelah terpilih. Tahu-tahu, dalam hitungan hari, tanggal 24 Juli, ada pertandingan melawan Turkmenistan. Saya tanya BTN (Badan Tim Nasional), mana timnya. Belum ada, para pemain sedang di rumah masing-masing, karena kompetisi sedang istirahat. Ini artinya mereka sedang dalam low condition. Visa belum diurus, juga tiket dan hotel. Uang tidak ada. Tapi tim tetap berangkat dan bisa menahan 1-1. Dalam pertandingan di Jakarta, kita menang 4-3. Kita lolos (babak ketiga pra-Piala Dunia) untuk pertama kalinya dalam 25 tahun lalu. Ini prestasi luar biasa. Lalu, ketika SEA Games, timnya juga belum ada, padahal kita tuan rumah. Maka kami panggil pada 24 Juli, kumpul 50 pemain di Batu, dan hasilnya kita finalis (medali perak). Sudah belasan tahun Indonesia tidak mendapat medali di SEA Games. Ini luar biasa.

    Tapi tetap saja peringkatnya merosot dari 126 ke 147.

    Ini yang harus kita perbaiki. PSSI kan dalam keadaan tidak normal. Jadi masyarakat jangan menyangka kami membangun PSSI dengan normal.

    Ketua KONI ingin mengambil alih PSSI jika konflik ini tak kunjung selesai.

    Ini masalah PSSI, harus mengikuti aturan PSSI. Menyelesaikan ini tidak harus melanggar Statuta PSSI. Semestinya KONI mendengar anggotanya (PSSI), bukannya malah melanggar kelompok yang bukan anggotanya. Ini justru melanggar AD/ART KONI karena tidak mementingkan anggotanya. Langkah KONI itu tidak bagus.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus