Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagian besar hidupnya dihabiskan untuk berjibaku melawan korupsi. Bahkan, setelah pensiun dari Independent Commission Against Corruption (ICAC)-komisi pemberantasan korupsi Hong Kong-Profesor Tony Kwok Man-wai masih menularkan ilmu pemberantasan korupsi. Dia menjadi konsultan di 21 negara dan mengisi kuliah umum tentang korupsi-termasuk di Indonesia.
Profesor Kwok bergabung dengan ICAC sejak 1975, setahun setelah komisi itu berdiri di bawah Kerajaan Inggris, dengan tugas memerangi dan mencegah korupsi serta melakukan pendidikan antikorupsi. Kwok pensiun dengan jabatan deputi komisaris dan kepala operasi pada 2002. Tahun itu juga dia didaulat menjadi Direktur Program Studi Korupsi Universitas Hong Kong. Program studi ini merupakan yang pertama di dunia.
ICAC menjadi model komisi pemberantasan korupsi di negara lain, termasuk Indonesia. Berkat ICAC, Hong Kong berhasil mengubah kultur korup di segala lapisan masyarakat. Hong Kong, yang tadinya sarat korupsi, menjadi negara paling bersih ke-13 di seluruh dunia-jauh di depan Indonesia, yang tak kunjung menembus daftar seratus besar negara bersih. "Kalau ingin mengubah kultur, jangan menoleransi suap sekecil apa pun," kata Kwok.
Dalam kuliah umum di Hotel Nikko, Jakarta, 11 Agustus lalu, Kwok mengatakan perang terhadap korupsi tak perlu waktu sampai berpuluh tahun. Kuncinya adalah strategi yang benar dan kehendak politik yang kuat. Menurut dia, tak ada solusi tunggal dalam memberantas korupsi, sehingga semua sektor perlu dikerahkan. Korupsi tak bisa diatasi hanya dengan mengandalkan satu lembaga.
Sebelum memberikan kuliah umum di Jakarta, Kwok menjadi pembicara dalam Workshop Terpadu Anti Korupsi di Semarang. Beberapa peserta adalah polisi berpangkat perwira menengah ke bawah. Seusai acara, ia dihampiri seorang peserta. "Profesor Kwok, saya setuju dengan Anda. Tapi seharusnya Anda berbicara dengan bos," Kwok menirukan ucapan si peserta. Pemberantasan korupsi, kata dia, pada dasarnya memang bergantung pada pemimpin. Jadi, ada kehendak politik, aturan, anggaran, dan kepastian independensi komisi antikorupsi sehingga bebas dari kepentingan politik.
Setelah berceramah, Kwok langsung terbang kembali ke Hong Kong. Dalam perjalanan ke Bandar Udara Soekarno-Hatta, dia menjawab pertanyaan Yandi M. Rofiyandi dan Yophiandi Kurniawan dari Tempo. Penggemar tai chi ini juga menceritakan pengalamannya selama lebih dari 30 tahun menjadi penggiat antikorupsi.
Mengapa Anda yakin pemberantasan korupsi tak perlu waktu puluhan tahun?
Saya datang ke Indonesia untuk berbagi pengalaman. Hong Kong, yang tadinya sangat korup, hanya perlu waktu tak lebih dari tiga tahun mengubah budaya korup masyarakat. Ini pesan utamanya. Selama ini, orang selalu menganggap upaya memberantas korupsi perlu waktu panjang, bahkan beberapa generasi. Ternyata salah. Dalam tiga tahun, kami bisa menghentikan sindikat korupsi. Korupsi yang sifatnya individu mungkin masih ada, tapi ada perubahan kultur dalam tiga tahun itu. Di sini perlunya kehendak politik.
Perubahan seperti apa yang paling jelas terlihat di Hong Kong?
Korupsi tak lagi terbuka. Di masa lalu, kami bisa melihat jelas korupsi dengan sangat terbuka: pengemudi taksi, orang meminta uang di sekolah atau rumah sakit, dan lain-lain. Setelah tiga tahun, orang tak lagi meminta uang suap. Itu perubahan yang sangat berarti dalam kultur korup. Orang tidak lagi toleran terhadap korupsi sebagai gaya hidup, dan bersedia melaporkan korupsi.
Bagaimana menanamkan kultur antikorupsi di dunia pendidikan?
Ini yang seharusnya dimiliki semua negara, termasuk Indonesia, bagaimana menanamkan sikap antikorupsi sejak di sekolah. Di Hong Kong, itu kami tanamkan sejak di taman kanak-kanak.
Di Indonesia, ada semacam opini publik, perlu satu generasi untuk mengubah kultur korup yang sudah menjalar ke semua lini.
Itu yang selalu saya sampaikan, ke mana pun saya pergi. Orang selalu menganggap perlu waktu sangat lama untuk melawan korupsi yang sudah sangat parah. Saya tak sependapat. Pengalaman di Hong Kong menunjukkan perubahan terjadi ketika ada strategi yang benar dan political will dalam memerangi korupsi.
Seberapa parah budaya korupsi di Hong Kong sebelum ada ICAC?
Kami ambil contoh di rumah sakit zaman dulu, berdasarkan kesaksian ibu saya. Dulu dia harus membawa gelas sendiri karena di rumah sakit harus bayar satu dolar. Handuk pun harus bayar. Semua menganggap membayar dan menerima uang itu biasa. Setelah ICAC berdiri, spanduk dipasang di setiap loket dengan tulisan: "Memberi dan menerima uang melanggar hukum karena termasuk suap. Kalau ada keluhan, bisa menghubungi nomor hotline". Pengumuman itu bisa membantu perubahan kultur masyarakat.
Pernah ada sanksi terhadap suap-menyuap di rumah sakit?
Kami pernah menahan petugas rumah sakit yang menerima uang, meski sangat sedikit. Sejumlah media mengkritik: bagaimana mungkin ICAC menghukum mereka yang menerima uang satu atau dua dolar? Seharusnya ICAC mengurusi big fish, koruptor besar. Kami berprinsip zero tolerance. Big fish dan small fish sama-sama suap. Kalau ingin mengubah kultur, jangan menoleransi suap, sekecil apa pun. Sekali saja kami punya kasus petugas rumah sakit. Setelah itu, tak pernah ada lagi petugas rumah sakit meminta satu dolar.
Bagaimana Anda melihat apresiasi publik ketika ICAC bisa mengungkap big fish?
Tentu saja masyarakat sangat mengapresiasi. Institusi antikorupsi harus bisa mengungkap big fish untuk memperlihatkan kesungguhan. Tapi kami juga tak bisa mengabaikan satu kasus kecil sampai benar-benar berhenti. Ini mengubah kultur.
Seberapa besar kritik masyarakat terhadap institusi Anda?
Setiap tahun kami membuat survei opini publik. Survei itu memperlihatkan 98 persen masyarakat mendukung ICAC. Survei juga mengungkap sekitar 90 persen masyarakat di Hong Kong tak bisa menoleransi korupsi. Untuk pertanyaan "apakah Anda mau melaporkan korupsi?", sekitar 80 persen menjawab "ya". Apakah di Indonesia ada survei seperti itu?
Apakah keberhasilan mengubah kultur itu karena di Hong Kong lebih kental kultur Inggris?
Ini bukan kultur Inggris atau apa, melainkan kultur manusia yang selalu ingin bersih. Korupsi adalah soal global. Perlu ada kampanye yang menempatkan korupsi sebagai kegiatan memalukan. Kampanye bisa dilakukan melalui iklan. Banyak sekali iklan antikorupsi di Hong Kong. Misalnya adegan keluarga bahagia ketika menikmati makan pagi di balkon. Lalu petugas ICAC datang dan menangkap orang itu di depan istri dan anaknya. Dia masuk penjara. Lalu ditulis: korupsi merusak keluarga.
Apakah perlu hukuman mati untuk memberantas korupsi seperti yang diterapkan Cina?
Saya kira tak perlu. Di Cina berlaku hukuman mati, tapi korupsi tetap marak. Hukuman di Hong Kong maksimum 10 tahun dan minimum 12 bulan, tapi sukses memerangi korupsi. Bagi petugas senior, kalau tertangkap, mereka akan kehilangan reputasi dan harga diri serta mempermalukan keluarga. Semuanya menjadi hukuman sendiri.
Mungkinkah perlu mekanisme insentif sebagai kompensasi tak menerima suap bagi pegawai negeri kelas bawah?
Bagi pegawai negeri rendah yang tak bisa membeli mug buat bayi, tentu saja perlu ada insentif sehingga mereka tidak melakukan korupsi. Pemerintah wajib menjamin setidaknya kehidupan minimum pegawai. Kalau pesan antikorupsi tersampaikan dan dilaksanakan, pemerintahan akan berjalan dengan baik. Negara bisa mendapat uang dari pajak sehingga bisa membayar lebih buat pegawai negeri.
Suap selalu melibatkan lebih dari satu orang. Apakah bisa memberantas sampai akarnya?
Dengan menghukum penerima suap, kita harus menghukum pula pemberi suap. Kita tak bisa hanya menyelidiki satu orang dalam setiap kasus, karena pasti melibatkan banyak orang. Kami selalu menyidik banyak orang dalam setiap kasus, sehingga bisa menghancurkan sindikat. Kejahatan akan berlanjut kalau kita hanya menahan satu orang. Semua yang terlibat harus diselidiki dalam waktu bersamaan. Ini strategi penting.
Di sini kerap ada keraguan bahwa kasus korupsi yang mengarah pada kekuatan politik akan berhenti begitu saja.
Di Hong Kong tak akan berhenti. Kami terus mengejar sampai pucuknya. Partai politik tak ada pengaruhnya terhadap kami. Sesuai dengan hukum, tentu saja kami tak akan berhenti. Kalau kami berhenti, publik akan tahu pasti ada apa-apanya. Tak ada yang kebal dari ICAC. Semua orang bisa masuk jaring ICAC.
Tantangan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia adalah polisi dan jaksa sering tak memperlihatkan kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Anda harus memulai dari yang paling atas. Ketua KPK, Kepala Kepolisian, dan Jaksa Agung harus bertemu dan mencoba mencari penyelesaian berbagai persoalan. Mereka harus bertemu secara formal, lalu mengidentifikasi langkah yang bisa diambil. Mereka bisa membuat workshop, training, serta gugus tugas bersama. Jadi, semua dimulai dari pemimpinnya untuk bekerja sama. Di sinilah tugas presiden: membuat para pemimpin lembaga itu bekerja sama.
Jadi, presiden bisa terlibat?
Kalau diperlukan. Umumnya tak perlu, karena para pemimpin lembaga itu biasanya sadar sehingga tak perlu perang satu sama lain.
Apakah KPK seharusnya punya penyidik sendiri?
Persoalannya bagaimana membagi tugas. Polisi tak bisa menyidik korupsi. Kalau polisi dan KPK menyidik korupsi, akan timbul konflik karena hukum tak jelas. Di setiap negara, lembaga antikorupsi merupakan satu-satunya penyidik korupsi. Polisi tak dibolehkan menyidik korupsi. Polisi menyelidiki pembunuhan, penculikan, perampokan, dan lain-lain. Korupsi harus diserahkan kepada KPK. Kalau ada dua lembaga memiliki kewenangan sama, akan timbul konflik.
Bagaimana dengan posisi KPK yang sifatnya sementara?
Di sinilah perlunya KPK memiliki payung hukum. Banyak negara yang sudah memiliki konstitusi tentang lembaga antikorupsi. Di Hong Kong, lembaga antikorupsi independen diatur dalam undang-undang. Di Mongolia, pengajuan anggaran antikorupsi tak bisa ditolak parlemen. Jadi, parlemen tak bisa mereduksi fungsi dan kewenangan lembaga antikorupsi dengan memangkas anggarannya. KPK harus ada dalam konstitusi. Lalu yakinkan bahwa hanya KPK yang menyidik korupsi, sehingga tak ada konflik dengan polisi. Pengadilan korupsi juga seharusnya ada dalam konstitusi.
Rekrutmen KPK melalui tahapan politis di parlemen. Apakah pola seperti itu bisa mengurangi independensi?
Proses rekrutmen merupakan bagian mendapatkan orang yang tepat di tempat yang pas. Tujuannya mencari calon terbaik. Jadi, perlu komite terbaik yang independen dalam menyeleksi KPK. Mereka tak bisa dicampuri kepentingan politik.
Apakah proses pemilihan di parlemen sebaiknya ditiadakan?
Tidak perlu. Publik bisa melihat proses seleksi. Kalau presiden memilih Profesor Tony Kwok dan publik mendukung tapi parlemen tak setuju, tentu akan ada kritik dari media, opini publik, dan lain-lain.
Beberapa pihak di Indonesia, termasuk Presiden, pernah mengeluhkan kewenangan KPK yang dinilai terlalu besar.
Lembaga ini memang harus memiliki kekuatan. Kalau tak punya kekuatan, mereka tak bisa bekerja. Mungkin harus dipertimbangkan peluang penyalahgunaan wewenang. Jadi, dibuat mekanisme menghindari penyalahgunaan wewenang. Di Hong Kong ada unit pengawas yang berada di luar institusi. Mereka terdiri atas tokoh masyarakat yang tugasnya mengawasi ICAC.
Dalam memerangi korupsi, pernahkah petugas ICAC mengalami ancaman atau tekanan fisik?
Banyak tekanan fisik, tapi kami agen profesional. Penyelidikan korupsi bukan bisnis satu orang, tapi tim. Kalau Anda membunuh saya, tak ada gunanya karena orang lain akan melanjutkan penyelidikan. Isu penting dalam pemberantasan korupsi justru perlindungan saksi. Koruptor bisa dengan mudah menyakiti saksi yang lemah. Kami punya kasus yang saksinya dibunuh. Jadi, perlu program perlindungan saksi yang bagus. Institusi antikorupsi juga harus meyakinkan bahwa semua laporan bersifat rahasia.
Bagaimana meyakinkan publik tentang kerahasiaan sebagai whistle blower?
Kami menjaga kerahasiaannya. Tak ada yang akan tahu whistle blower. Kalau di ICAC ada yang membocorkan, akan masuk penjara. Kami punya hukum tegas dan keras dalam menjaga kerahasiaan identitas peniup peluit.
Bagaimana kalau whistle blower itu bagian dari kejahatan?
Meski dia terlibat dalam kejahatan, identitasnya hanya bisa dibuka melalui keputusan pengadilan, dengan bukti kuat. Kalau tak bisa dirahasiakan karena putusan pengadilan, dia akan masuk program perlindungan saksi.
Ada film I Corrupt All Cops yang bercerita tentang korupsi di kepolisian Hong Kong dan kemunculan ICAC. Apakah cerita di film itu nyata?
Semua betul. Mereka sangat korup pada masa itu. Ada satu polisi yang ketika bangun tak menemukan ranjang di kamarnya karena semua kamar tidur penuh uang, yang juga menutupi ranjang. n
Tony Kwok Man-wai Pendidikan: Master Hukum City University, Hong Kong, 2002 l Master Administrasi Bisnis, City University, Hong Kong, 1994 l Diploma Manajemen Politeknik Hong Kong, 1986 Karier: Direktur Program Studi Korupsi Universitas Hong Kong, 2002-sekarang l Konsultan antikorupsi di 21 negara l Deputi Komisaris dan Kepala Operasi Independent Commission Against Corruption (ICAC), Hong Kong, 1996-2002 l Direktur Investigasi ICAC, 1993-1996 l Asisten Direktur Operasi ICAC, 1988-1993 l Penyidik Utama, 1983-1988 l Kepala Penyidik, 1977-1983 l Penyidik, 1975-1977 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo