Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETAHUN lebih Bank Century menjadi "pasien" Lembaga Penjamin Simpanan. Namun penanganan bank hasil merger Bank CIC, Danpac, dan Bank Pikko itu tak kunjung terang.
Selain soal ongkos penyelamatan Century, yang berulang kali menggelembung, dari semula Rp 632 miliar hingga melesat menjadi Rp 6,762 triliun, pertanyaan terbesarnya adalah ke mana saja uang itu mengalir-sampai jauh.
Berembus kabar, duit itu mengalir ke partai politik. Di Senayan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat menggebu-gebu menggunakan hak angket, yakni hak melakukan penyelidikan, mengejar siapa yang mesti bertanggung jawab atas kasus Century.
Sebagai Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan komite yang menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan berwenang memutuskan status bank gagal apakah berdampak sistemik atau tidak-Raden Pardede, 49 tahun, berada di jantung kasus Century. Dia hadir dalam rapat Komite Stabilitas pada 21 November 2008 subuh, yang memutuskan Century bank gagal berdampak sistemik.
Rapat itu, kata Raden, hanya melibatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai Ketua Komite Stabilitas, Gubernur Bank Indonesia selaku anggota Komite, Raden, dan Arief T. Surowidjojo sebagai notulis merangkap penasihat hukum Komite. Panitia Khusus Hak Angket Century DPR curiga terjadi "sesuatu" selama rapat terbatas ini, yang membuat bank kecil seperti Century ditetapkan sebagai bank berdampak sistemik. Kehadiran Marsillam Simandjuntak, Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi, sebagai narasumber rapat pun mengundang prasangka.
"Saya mulai capek menjelaskan karena mereka tidak pernah percaya, selalu curiga," kata Raden, Rabu pekan lalu, di Departemen Keuangan, Jakarta. Kepada Tempo, dia menjelaskan apa yang terjadi malam itu.
Bagaimana Marsillam Simandjuntak terlibat rapat pada 20 November?
Rapat itu semula memang dijadwalkan dimulai pada 20 November. Tapi ternyata baru dimulai pada 21 November pukul 00.11. Yang diundang malam itu adalah para narasumber, yakni pejabat eselon satu Departemen Keuangan, Deputi Gubernur Bank Indonesia, pimpinan Lembaga Penjamin Simpanan, dan Bank Mandiri. Juga ada Arief T. Surowidjojo sebagai penasihat hukum Komite Stabilitas. Total ada lebih dari tiga puluh orang, karena mereka juga menyertakan para anggota staf mereka.
Apakah kehadiran Marsillam atas permintaan Presiden?
Tidak ada perintah khusus dari Presiden supaya mengundang Marsillam. Keterlibatan Marsillam di Departemen Keuangan juga bukan kali itu saja. Dia sudah lama di Departemen Keuangan. Bersama Mar'ie Muhammad, Marsillam diperbantukan di Departemen Keuangan sebagai penasihat. Dalam rapat-rapat pimpinan Departemen Keuangan, mereka biasanya juga hadir.
Robert Tantular juga hadir di gedung Juanda malam itu. Apakah Komite mengundang Robert?
Dia menunggu di lantai dua (rapat Komite di lantai tiga). Bank Indonesia yang membawa Robert, supaya jika rapat memutuskan mengambil alih Century dan perlu tanda tangannya, tidak perlu repot lagi mengundang dia. Tapi, sepanjang rapat, tidak sedetik pun Robert muncul di ruangan rapat.
Juga tidak ada komunikasi dengan Robert?
Tidak ada. Menteri Keuangan kan juga sudah menegaskan, tidak pernah mengenal, tak pernah bertemu dan berkomunikasi dengan Robert Tantular.
Menurut catatan rapat terbuka, sebagian peserta masih menyangsikan dampak sistemik Century, terutama efek psikologisnya. Bagaimana rapat Komite memutuskan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik?
Rapat terbuka itu memang untuk menjaring pendapat, atau brainstorming. Jadi bukan untuk mengambil kesimpulan atau meminta persetujuan peserta rapat. Keputusan baru diambil dalam rapat tertutup Komite Stabilitas setelah rapat terbuka itu kelar.
Tapi tanda-tanda yang mengarah pada kesepakatan dampak sistemik belum tampak di rapat terbuka.
Karena sifat rapat untuk menguji rekomendasi Bank Indonesia, peserta bebas menyampaikan pendapat. Pada akhirnya, beban untuk mengambil keputusan kan tetap di pundak Komite Stabilitas. Narasumber kan hanya menyampaikan pendapat dari sisi dia. Ada pendapat Darmin Nasution, Anggito, bahkan Menteri Keuangan pun menyampaikan pendapat kritis kepada Bank Indonesia.
Siapa saja yang ikut dalam rapat tertutup Komite Stabilitas?
Menteri Keuangan sebagai Ketua Komite Stabilitas; Gubernur Bank Indonesia sebagai anggota Komite; saya selaku Sekretaris Komite; dan notulis merangkap penasihat hukum, Arief T. Surowidjojo. Tapi, sepanjang rapat, beberapa narasumber, seperti Kepala Bapepam Ahmad Fuad Rahmany, dan dari Lembaga Penjamin, keluar masuk dimintai pendapat.
Berapa lama rapat tertutup ini?
Hanya 30 hingga 45 menit, karena kami juga sudah capek.
Apa saja yang dibicarakan, kok rapatnya cepat sekali?
Kami me-refresh hasil rapat-rapat sebelumnya, yakni rapat pada tanggal 13, 17, 18, dan 19 November. Jadi informasi Komite bukan bersumber dari rapat malam itu saja. Saya pikir waktu itu Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia sebenarnya sudah bersepakat bahwa Century akan diselamatkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Jadi tinggal menuliskannya saja.
Apakah ada perdebatan lagi di antara keduanya dalam rapat tertutup itu?
Tidak ada. Yang dibahas lebih banyak langkah selanjutnya. Sebab, masih ada kekhawatiran, bagaimana seandainya beberapa bank lain ikut kolaps. Jika itu terjadi, apakah uang di Lembaga Penjamin cukup untuk mengatasinya? Pasti tidak cukup. Berarti perlu suntikan dana dari pemerintah. Kalau anggaran pemerintah dipakai, perlu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggota Panitia Khusus Hak Angket Bank Century mencurigai ada telepon ke Menteri Keuangan yang mengubah keputusan Komite. Apakah ini benar?
Menteri Keuangan sudah membantah soal itu. Kalau mau dicek, gampang saja. Tinggal membuka rekaman percakapan yang ada di operator telekomunikasi.
Sebagai orang yang hadir di rapat tertutup, Anda melihat Menteri Keuangan atau Gubernur Bank Indonesia menerima telepon?
Tidak. Saya tidak melihat mereka bertelepon.
Mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah dan mantan Deputi Senior Gubernur Anwar Nasution mengatakan Century bukan bank berdampak sistemik. Bagaimana bisa berbeda pendapat?
Dalam situasi perekonomian normal, ukuran Bank Century memang tidak ada apa-apanya. Ia tidak tergolong dalam bank yang too big to fail ataupun too connected to fail, yang biasa menjadi syarat bank sistemik. Century juga tidak termasuk dalam systemically important bank yang terdiri atas lima belas bank terbesar. Jadi, kalau kondisi ekonomi normal, Century pasti ditutup seperti nasib Bank IFI. Tapi, dalam situasi ekonomi krisis, parameternya berbeda.
Apakah benar ada tiga bank pemerintah yang minta bantuan likuiditas pemerintah saat itu?
Benar. Jadi, pada Oktober 2008, pemerintah memindahkan Rp 15 triliun dana yang disimpan di Bank Indonesia ke Bank Mandiri, BNI, dan BRI, untuk mengurangi tekanan likuiditas. Anda bisa tanya ke direksi BNI atau BRI. Mereka yang meminta bantuan likuiditas. Itu fakta. Jadi krisis itu benar-benar real.
Tiga hari setelah rapat pertama itu, Komite rapat kembali, dan dana penyelamatan Century berubah. Apa yang terjadi?
Rapat 24 November itu bukan rapat Komite Stabilitas. Hanya rapat konsultasi untuk memantau pelaksanaan keputusan Komite. Komite Stabilitas haya sekali rapat dan mengambil kebijakan, yakni 21 November itu.
Jadi rapat 24 November itu hanya menerima laporan?
Ya. Dalam rapat itu, Menteri Keuangan memang marah dan kaget melihat, ternyata kerugian Century demikian besar. Rasio kecukupan modalnya turun sedemikian drastis, dari minus 3,53 persen menjadi minus 35,92 persen, sehingga suntikan dana ke Century membengkak menjadi Rp 2,6 triliun dari semula Rp 632 miliar.
Banyak yang menilai Bank Indonesia seperti sengaja tidak memberikan laporan lengkap.
Satu-satunya lembaga yang punya data mikro perbankan lengkap hanya Bank Indonesia. Dan pihak Bank Indonesia mengatakan, pada 20 November itu, data paling optimal yang bisa mereka sediakan adalah data Century per 31 Oktober. Bisa dipahami, karena itulah data terakhir yang dilaporkan Century ke Bank Indonesia. Dalam situasi genting, memang jarang tersedia data yang lengkap. Pada akhirnya, Komite tetap harus mengambil keputusan dengan data apa pun yang tersedia saat itu. Dan tujuan Komite kan memang menstabilkan sistem keuangan, bukan menstabilkan Bank Century. Tujuan itu sudah tercapai.
Apakah kekurangan data ini tidak menjadi perhatian Komite Stabilitas?
Tentu saja menjadi perhatian. Hal itu juga sudah kami pertanyakan ke Bank Indonesia. Masalahnya, kami juga tidak punya kemampuan mengumpulkan data mikro perbankan. Bank Indonesialah yang paling kompeten, dan mereka bekerja independen. Tapi, kalau data makroekonomi, seperti nilai tukar, suku bunga, surat utang negara, cadangan devisa, credit default swap untuk mengukur premi risiko atau banking pressure index, kami tidak perlu meminta dari Bank Indonesia. Kami punya data makroekonomi yang menunjukkan bagaimana krisis ekonomi saat itu. Silakan tanya ke para bankir, bagaimana mereka ketakutan. Bagaimana pasar uang antarbank, termasuk antarbank negara, menciut. Bank-bank kecil tak lagi saling meminjamkan uang.
Ada yang menuding, Andalah yang menuliskan surat Bank Indonesia. Bagaimana?
Menurut protokol rapat Komite Stabilitas, Bank Indonesia harus mengajukan secara tertulis jika hendak meminta diselenggarakan rapat Komite. Mereka juga harus memberikan data yang relevan dan lengkap, termasuk rekomendasi kebijakan mereka. Pada rapat 21 November itu, Bank Indonesia memberikan data Century per 31 Oktober dengan rasio kecukupan modal minus 3,53 dan kebutuhan suntikan modal Rp 632 miliar. Mereka juga mengatakan ada kemungkinan perlu tambahan dana lagi karena masih ada surat-surat berharga yang macet. Itu bukan kata-kata saya. Yang menandatangani kan Muliaman Hadad (Deputi Gubernur Bank Indonesia), Halim Alamsyah (Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan), dan Gubernur Bank Indonesia Boediono. Tugas saya hanya Sekretaris Komite Stabilitas. Hebat sekali kalau saya bisa mengatur Bank Indonesia. Mereka independen.
Raden Pardede
Lahir: Balige, Sumatera Utara, 17 Mei 1960
Pendidikan:
Pekerjaan: Staf Perencanaan di Departemen Perindustrian RI (1985-1990)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo