Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KENDATI sekadar fotokopian, beberapa dokumen yang beredar di gedung DPR RI, dua pekan lalu, lumayan "menggemparkan". Sejumlah nama beken, dan anggota DPR sendiri, tercantum dalam itu dokumen sebagai insan yang punya kerja sampingan sebagai makelar anggaran dana rehabilitasi pascabencana alam!
Kasus ini mencuat di tengah banyaknya daerah tertimpa musibah yang harus segera mendapat bantuan dana dari pemerintah pusat. Jika dokumen itu benar belaka, satu lagi jenis moral hazard dipertontonkan oleh sejumlah tokoh yang selama ini diharapkan bisa menjadi suri tauladan.
Dalam dokumen itu disebutkan, calo menerima sedikitnya 4 persen dari nilai anggaran-yang miliaran rupiah itu. Inilah imbal jasa "memperjuangkan" anggaran itu agar lolos di DPR. Untuk mengikat imbal-beli itu, sang calo dan bupati/wali kota daerah terkena bencana membuat perjanjian bermeterai Rp 6.000. Pembayaran dilakukan setelah anggaran cair. Ada pula yang memberikan uang muka.
Salah satu yang ikut sibuk meneliti keabsahan informasi calo anggaran ini adalah Ketua Badan Kehormatan DPR, Slamet Effendy Yusuf. Slamet, bersama sepuluh anggota Badan Kehormatan, harus bekerja keras memeriksa sejumlah nama yang tercantum dalam dokumen itu, bahkan mengirim tim ke daerah untuk mencocokkan informasi.
Bagaimana hasil penyelidikan dan temuan Badan Kehormatan? Apa saja kewenangan badan kehormatan para wakil rakyat itu? Slamet Effendy Yusuf menjelaskannya kepada Philip Parera, Widiarsi Agustina, dan Johan Budi S.P. dari Tempo, Kamis pekan lalu.
Sejauh mana hasil penyelidikan kasus percaloan di DPR?
Kami baru memulai proses penyelidikan. Persoalan pertama yang akan kami ungkap adalah bagaimana duduk perkaranya. Pemeriksaan kami berangkat dari dokumen yang berasal dari Saudara Darus Agap (anggota DPR dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi-Red.). Bagi saya, dokumen itu merupakan trigger untuk mengusut kasus ini. Kami terus mencari akar penyebab, mengapa percaloan itu bisa muncul, kemudian polanya seperti apa. Baru kami mengungkap siapa saja yang menjadi pemain.
Siapa yang sudah diperiksa?
Kami sudah meminta keterangan dari Saudara Darus Agap. Selain itu, kami juga memeriksa beberapa anggota DPR, termasuk dari Panitia Anggaran, dan pihak di luar nama yang disebut dalam dokumen itu.
Apa reaksi mereka ketika diperiksa?
Kalau jawabannya sih normatif: terima kasih karena sudah diundang oleh Badan Kehormatan sehingga memperoleh kesempatan untuk menerangkan. Selalu begitu. Karena itu kami mendorong mereka bicara jujur. Kalau mentok di satu fase, misalnya, kami bilang, ya mari kita pause dulu. Setujukah Saudara kalau situasi begini-andai kata benar ada percaloan-harus kita akhiri? Setuju. Oke. Kalau setuju, kita lanjutkan lagi pembicaraan kita. Jadi, semua mengatakan oke, setuju kita buka, agar masalah ini segera kita akhiri.
Ada pertanyaan spesifik?
Ya, ada. Menurut bidangnya masing-masing. Tapi, yang paling spesifik, sering kita katakan: nama Anda ada di daftar ini.
Apa jawaban mereka?
Misalnya, ketika memeriksa seorang teman. Dia jawab: di situ kan AY. Singkatan saya ketika masih menjadi wartawan bukan AY, tapi MAY, misalnya. Kami juga menanyakan, apakah mereka dapat fee atau tidak. Mereka jawab enggak.
Sudah berapa persen hasil penyelidikan itu?
Jika diibaratkan kami ini akan berjalan 10 kilometer, kami baru melewati kilometer kedua. Jadi, masih jauh.
Dari hasil itu, sudah ada indikasi calo anggaran?
Kami baru menemukan indikasi awal proses anggaran itu ditentukan. Daerah mana yang memperoleh, dan siapa yang ikut mengusulkan anggaran itu. Kami juga menemukan, ada orang luar yang terlibat membawa usul berbagai daerah langsung ke Panitia Anggaran. Bagaimana bisa model pengusulan anggaran seperti itu terjadi? Mengapa muncul invisible hand yang begitu berperan? Itu kami selidiki juga. Ada orang-orang di luar DPR yang masuk ke lingkungan Panitia Anggaran DPR. Bahkan dia bisa membawa 30 usul anggaran dari berbagai daerah. Saya saja, yang anggota DPR, enggak bisa seperti itu. Ini luar biasa. Ini orangnya siapa? Pertanyaan itu yang akan kami cari jawabannya.
Caranya?
Sedang kami pelajari. Badan Kehormatan hanya bisa menanyai mereka, tapi tak bisa memberikan hukuman. Tugas kami hanya berkaitan dengan anggota Dewan.
Jika ternyata orang di luar DPR itu terlibat?
Kami hanya bisa memberikan saran kepada pimpinan DPR untuk menyerahkan kasus orang ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Tapi, menurut saya, KPK sendiri bisa langsung bergerak tanpa perlu menunggu laporan Badan Kehormatan. Lembaga lain seperti kejaksaan dan kepolisian juga bisa menangani dan memantau kasus ini. Praktek percaloan ini kan terkait dengan apbn? Berarti ada uang negara di situ. Badan Kehormatan hanya mengurusi soal etika dan moral hazard itu. Tapi mereka yang orang luar itu wajib hukumnya datang ketika dipanggil di DPR.
Kalau orang luar itu tidak mau datang?
Akan kami paksa, itu ada aturannya.
Orang luar yang Anda sebut selebriti itu sudah dipanggil?
Belum.
Omong-omong, siapa sih selebriti yang Anda maksud itu? Irma Hutabarat?
Jangan dari sayalah. Karena belum saatnya saya ngomong.
Apa peran selebriti itu dalam kasus calo anggaran itu?
Ya, belum kami dalami. Kami juga akan memeriksa beberapa nama yang disebut dalam dokumen itu, termasuk Kepala Sekretariat Panitia Anggaran.
Selain pengakuan anggota, apa saja temuan Badan Kehormatan?
Kami sudah memiliki informasi tentang sejumlah transaksi, termasuk beberapa dokumen perjanjian. Dokumen itu menyebutkan, ada wali kota atau bupati yang dihubungi calo. Mereka kemudian membuat perjanjian akan memperjuangkan pencairan sejumlah dana, dan ada fee untuk itu.
Disebutkan soal pemberian fee?
Ya, tertulis di situ. Di situ, menaikkan dan mengeluarkan anggaran dianggap jasa. Ada biro jasa untuk itu. Itu bukan anggota DPR, memang. Tapi yang harus kita cari adalah hubungan antara orang-orang ini dan anggota DPR. Apalagi orang-orang ini, yang membawa surat usulan dan sebagainya, ada yang berkantor di DPR.
Siapa orang luar yang ikut berkantor di DPR itu?
Ada. Tetapi kami belum melakukan pemeriksaan.
Mengapa?
Itu teknik penyelidikan saja. Sebagai gambaran, kalau kita makan bubur panas, jangan terburu-buru langsung ambil bagian tengahnya. Pinggirnya dulu. Kami perlu meyakinkan temuan kami, tidak langsung tubruk. Kalau kami sudah yakin, baru yang bersangkutan kami panggil. Misalnya kami memperoleh informasi bahwa Anda gentayangan ke sana-kemari. Kalau you langsung dipanggil, pasti membantah. Data-data detail harus kami dapatkan. Misalnya Anda bepergian ke daerah dalam urusan percaloan itu, kami harus mendapatkan data Anda naik kereta api jam segini, bahkan kalau bisa mendapat foto pertemuan itu segala. Karena itu, besok (Sabtu, 17 September-Red.) anggota kami akan turun ke daerah-daerah, yang menurut informasi didatangi oleh orang-orang dari DPR itu.
Ada tim khusus untuk investigasi ke daerah?
Ya. Kami bagi-bagi orang. Perginya, misalnya, hari Sabtu-Minggu.
Dari mana Badan Kehormatan mendapat dokumen perjanjian itu?
Ada, diberi orang juga. Dokumen perjanjian itu bahkan ada yang bermeterai Rp 6.000.
Berapa kerugian negara akibat praktek percaloan ini?
Kalau bicara tentang kerugian uang negara, memang belum ada. Sebab, anggaran ini belum dicairkan. Namun kami mencium sudah ada permainan yang mengarah ke kerugian negara. Lagi pula, praktek minta duit atau down payment sebagai imbalan pencairan anggaran harus dibasmi.
Ada anggapan bahwa kasus percaloan sudah lama terjadi di DPR. Kenapa baru sekarang diusut?
Karena baru sekarang ada pengaduan ke Badan Kehormatan tentang hal itu. Keterangan Darus itu menjadi trigger untuk mengungkap kasus lain.
Nantinya akan mengarah ke pemeriksaan mata anggaran yang lain?
Kami akan memeriksa anggaran ini dulu (dana rehabilitasi pascabencana alam-Red.). Jika dalam proses penyelidikan itu kami menemukan ada percaloan untuk anggaran lain, seperti dana alokasi umum dan dana alokasi khusus, tentu akan kami usut juga.
Apakah Badan Kehormatan bisa proaktif mengusut kasus tanpa pengaduan dari masyarakat?
Berdasarkan peraturan rumah tangga DPR, Badan Kehormatan bertugas menyelidiki hanya berdasarkan pengaduan warga masyarakat tentang tingkah laku anggota. Jadi, meskipun koran berteriak-teriak ada anggota DPR melakukan percaloan, kami tidak bisa melakukan apa-apa sebelum ada pengaduan.
Dalam kasus calo bantuan bencana alam itu, siapa yang mengadukan?
Pimpinan. Jadi begini. Ketika Darus Agap bicara tentang dokumen percaloan itu, saya juga berada di rapat paripurna itu dan mendengarkannya. Bahkan, setelah dia bicara, saya ke tempat Darus meminta dokumennya. Tapi saya tidak bisa langsung bertindak. Setelah rapat paripurna selesai, saya bicara kepada pimpinan Dewan. Saya ingatkan kepada pimpinan, kasus temuan dokumen percaloan itu akan ditindaklanjuti. Dan cara menindaklanjutinya adalah jika pimpinan menyerahkan kasus itu ke Badan Kehormatan. Jika Anda mendengar atau melihat ada tingkah laku anggota Dewan yang tidak etis, Anda bisa melaporkannya kepada kami.
Apakah anggota DPR bisa mengadukan koleganya?
Tidak boleh. Yang boleh mengadukan ke Badan Kehormatan adalah masyarakat, konstituen (partai), dan pimpinan dewan.
Hingga kini, berapa kasus yang sudah ditangani Badan Kehormatan?
Sejak dibentuk, ada beberapa kasus yang sudah kami tangani. Seperti mengungkap anggota DPR yang jarang sekali menghadiri rapat. Kasus lain adalah pertengkaran Jaksa Agung dengan anggota gabungan Komisi II dan III dalam rapat kerja. Kasus yang dikenal dengan "Ustad di Kampung Maling" itu. Menurut Jaksa Agung, ada pelanggaran kode etik karena mencampuri urusan pengadilan. Menurut hasil penyelidikan kami, itu tidak melanggar kode etik. Kami juga sudah selesai menangani kericuhan sidang tanggal 16 Maret 2005. Ada juga pengaduan soal Setya Novanto, dan sekarang sedang dalam pemeriksaan.
Apakah kasus ini muncul karena ada yang tidak kebagian "jatah"?
Kalau munculnya kasus karena itu, ya kita ambil hikmahnya saja. Mereka pada rebutan, jadi terbongkar. Namun, yang saya lihat, Saudara Darus punya niat baik ingin membongkar adanya praktek percaloan di DPR.
Pernah mendapat ancaman atau makian selama mengusut kasus ini?
Yang jelas, ada yang meminta saya berhati-hati.
Ketika Anda mengusut kasus yang melibatkan orang Golkar, ada conflict of interest, dong?
Tidak. Saya tidak pernah bersikap seperti itu. Ketika ada kasus ribut-ribut antar-anggota DPR pada Maret lalu, Agung Laksono juga kami periksa. Bahkan Badan Kehormatan memberikan peringatan secara lisan kepada Agung Laksono.
Bagaimana Anda bisa obyektif jika masih ada mekanisme recall di DPP?
Kalau saya direcall karena itu, ya bismillah saja. Partai Golkar melalui fraksi menugasi saya duduk di Badan Kehormatan. Artinya, mereka harus tahu, dong, konsekuensinya menempatkan saya di lembaga itu. Saudara Agung Laksono itu wakil ketua umum lho, saya anggota biasa, tetap saya panggil untuk diperiksa. Sebenarnya lebih pahit diberi teguran lisan dibanding teguran tertulis. Coba Anda bayangkan, sebelas anggota Badan Kehormatan memberikan teguran lisan. Agung dinasihati macam-macam. Misalnya, kalau Saudara Agung menjadi pimpinan sidang, jangan begitu, dong. Kami bilang ke Agung, kalau ada interupsi dari 13 orang, jangan langsung diberi waktu kepada yang punya mike. Anda daftar dulu satu per satu. Masa, Ketua DPR sampai dinasihati begitu? Tapi, kalau teguran tertulis, kan sifatnya tertutup.
Apa alasan Partai Golkar menempatkan Anda di Badan Kehormatan?
Saya kira karena enggak ada tempat lain buat saya..., ha-ha-ha.
Bagaimana mekanisme mengambil keputusan di Badan Kehormatan?
Semua berdasarkan keputusan anggota Badan Kehormatan, bukan saya seorang. Jika tidak tercapai kesepakatan, baru kami melakukan voting.
Dua anggota Badan Kehormatan dari PDI Perjuangan mengundurkan diri karena tidak puas? Mengapa hal itu terjadi?
Apa salahnya? Ukuran kami bukan politik, juga bukan karena fraksi dari mana kami datang. Ukurannya etika. Sekali kami memakai perspektif fraksi, susah. Sebab, apa yang kemudian membedakan kami dengan fraksi? Apa yang membedakan ini dengan komisi-komisi? Tapi bahwa pengambilan keputusannya sesuai dengan mekanisme yang ada di Dewan, ya. Kalau tidak demikian, sulit mendapat kesamaan pendapat.
Ada anggota DPR mengatakan, pemberian hadiah tanpa diminta setelah anggaran turun sah-sah saja. Itu rezeki. Menurut Anda?
Anggota DPR itu kewajibannya membuat anggaran. Jadi itu bukan sebuah kebaikan yang harus dibayar. Saya kira itu menyalahi etika. Menurut kode etik DPR, kami tidak boleh menerima imbalan seperti itu.
Slamet Effendy Yusuf
Lahir:
- Purwokerto, Jawa Tengah, 12 Januari 1948
Pendidikan:
- S1 Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta
- S2 Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta di bidang politik
Karier:
- Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (1985-1995)
- Ketua Departemen Pemuda DPP Golkar (1988-1993)
- Wartawan Harian Umum Pelita (1977-1998)
- Anggota MPR dari Golkar (1988-1993)
- Anggota DPR Partai dari Golkar (1992-sekarang)
- Ketua Badan Kehormatan DPR (saat ini)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo