Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

"Pemerintah Mencari Kambing Hitam"

21 September 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di usianya yang menggapai angka 55 tahun, dia masih belum ingin melepas lelah. Gregorio "Gringo" Honasan tetap saja gelisah, tetap identik dengan kudeta, tetap ingin hidup sesekali dalam perburuan, dan tetap saja tampan luar biasa. Meski ia telah menanggalkan seragam hijaunya dan menyimpan senjatanya untuk kemudian mengenakan pakaian tradisional Filipina, barong.

Dengan senyum di balik kumis tipisnya—sebuah senyum yang di masa lalu membuat para gadis dan nyonya muda Filipina menjerit histeris—Gringo Honasan, demikian nama panggilannya, turun dari mobil abu-abunya dan langsung naik ke lantai empat kantor Departemen Kehakiman. Tentu saja kedatangannya menarik perhatian begitu banyak orang. Sang "buron" telah muncul. "Saya ke sini dengan itikad baik, untuk menyampaikan kemauan saya menyerahkan diri ke sistem dan agar bisa menjawab semua tuduhan yang dijatuhkan ke saya," ujar Honasan.

Kali ini yang harus diklarifikasi adalah isu kudeta beberapa bulan silam terhadap pemerintah Arroyo. Dan meski nama-nama perwira muda itu sudah jelas, toh "jagoan" langganan kudeta itu tetap disebut sebagai penggeraknya. Maklum, Honasan sendiri mengaku terlibat dalam upaya kudeta tahun 1986 (terhadap Presiden Marcos).

Kejengkelannya melihat korupsi di tubuh militer, terutama para petingginya, membuatnya gerah dan memobilisasi teman-temannya yang seide untuk memberontak. Gerakannya dimulai sekitar tahun 1983 setelah krisis akibat pembunuhan terhadap Benigno Aquino. Honasan memimpin rekan-rekannya angkatan 1971 PMA membentuk The Reform of the Armed Forces Movement (RAM). Dalam sebuah pawai alumni PMA di tahun 1985, mereka dengan terbuka meneriakkan soal korupsi di depan Marcos dan para pemimpin Angkatan Bersenjata Filipina (AFP).

Setelah berhasil menjadi salah satu tentara yang menyokong penggulingan Presiden Marcos, tahun 1987 Honasan tak sabar dengan pemerintahan Cory Aquino. Pada Agustus 1987, dia menggegerkan Manila dengan serangannya ke stasiun televisi, Pangkalan Udara Villamor, dan Istana Malacanang. Selain itu juga beberapa kamp militer di Manila dan daerah. Namun, pemberontakan ini bisa dipadamkan.

Tahun 1989 adalah upaya kudetanya—yang terakhir, menurut pengakuan Honasan—terhadap pemerintah Presiden Cory Aquino yang paling banyak memakan korban. Ia sosok gelisah yang kemudian menjadi mitos Filipina. Dari kisah koleksi kuping para korban yang dibunuhnya—yang konon dibuat kalung— hingga isu kekejaman lainnya yang lebih cocok untuk film Hollywood. Namun ada satu hal, di masa buron puluhan tahun silam, para wartawan yang mewawancarainya harus ditutup matanya untuk kemudian diantar ke tempat persembunyiannya. Yang ini bukan mitos.

Setelah upaya kudeta pemerintahan Arroyo gagal, Honasan menghilang selama sebulan. Tepatnya sejak 1 Agustus pukul 4 pagi hingga kemunculannya di gedung penegak keadilan ini, 27 Agustus lalu. Menteri Urusan Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah, Jose Lina Jr., telah menuduhnya sebagai otak pemberontakan para perwira muda di bawah pimpinan Letnan Angkatan Laut Antonio Trillanes IV dan rekan-rekan dekatnya di Akademi Militer Filipina (PMA) angkatan 1995. Mereka menduduki Oakwood Premier Ayala Center di kawasan supersibuk, Makati. Mereka memprotes dengan menggejalanya korupsi di tubuh militer, terutama para pejabat tingginya.

Namun, pemberontakan yang melibatkan ratusan perwira muda tersebut segera bisa dipadamkan. Pemerintah sibuk mencari tahu siapa di belakang mereka. Dua nama langsung muncul, mantan presiden Joseph Estrada dan Senator Gringo Honasan. Ada beberapa bukti dan pengakuan dari para perwira yang ikut dalam aksi pemberontakan Makati yang menyeret kedua nama. Mantan sekretaris ERAP ditahan aparat. Gringo pun ketakutan dan sembunyi. Dia tidak mempedulikan panggilan komisi independen yang melakukan investigasi pemberontakan ini atau dari Senat. Menurut salah satu pemimpin parlemen, Gerardo Espina, Honasan menghubungi Senator Ernesto Maceda dan memintanya menjaga keluarganya. "Ernie, tolong jaga keluarga saya," ujarnya ke Maceda. Dia pun seolah lenyap ditelan bumi hingga akhir bulan lalu.

Karena dia dikenal sebagai "a toy soldier", orang yang sangat lihai bermain seni "tago nang tago" (selalu sembunyi), melakukan wawancara dengan dia memang bukan perkara mudah. Saat TEMPO di Manila beberapa waktu silam, dia "menitahkan" melalui stafnya bahwa dialah yang akan menelepon TEMPO ke kamar hotel.

Akhirnya, di suatu pagi, telepon di kamar berdering dan suaranya yang serak dan kecil itu terdengar, "Hello, I am Gregorio Honasan." Penantian panjang berakhir.

Berikut petikan hasil wawancara wartawan TEMPO Purwani Diyah Prabandari dengan Honasan selama sekitar satu jam tersebut.


Mengapa Anda masih sembunyi?

Sebenarnya saya sudah menghadap ke Departemen Kehakiman. Seharusnya kemudian pelan-pelan saya bisa melakukan tugas-tugas sehari-hari saya. Tetapi sekarang ini saya masih sangat berhati-hati.

Mengapa?

Apa yang terjadi menjelang pemilu 2001 juga terjadi sekarang ini. Muncul banyak wajah jahat. Semuanya seolah mengingatkan kembali saat itu ketika pemerintah seolah-olah mengawasi wajah-wajah kita, para oposisi.

Tetapi, mengapa harus sembunyi kalau merasa tidak ada kesalahan?

Ini berkenaan dengan tuduhan yang sangat prematur terhadap saya setelah insiden Makati, 27 Juli lalu. Seorang menteri kabinet menuduh saya sebagai otak tindakan para perwira muda di Makati tersebut. Dan kemudian semuanya menjadi tak terkontrol selama sekitar sebulan di mana ada tuduhan oleh publik dan media.

Itu yang membuat Anda sembunyi?

Ya.

Namun, ada kesaksian yang mengatakan Anda datang ke pertemuan final rencana kudeta dengan upacara sumpah darah (blood compact)?

Pengakuan itu hanya muncul di komisi investigasi yang dibentuk oleh presiden. Tetapi pengakuan seperti itu tidak muncul di dengar pendapat Senat. Di sana, para perwira muda menyangkal adanya keterlibatan politikus atau kelompok lain. Mereka mengaku tindakan mereka merupakan tindakan yang independen dan unilateral. Mereka tidak ingin mengambil alih pemerintahan ataupun melakukan pemberontakan.

Tetapi Anda datang ke pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya?

Saya tidak menghadiri pertemuan rahasia apa pun, termasuk upacara sumpah darah. Saya juga tidak mendorong kelompok mana pun supaya menggulingkan pemerintahan. Semua dialog yang saya lakukan terbuka, legal, dan damai. Sebagai Ketua Komisi Perdamaian dan Rekonsiliasi, saya tidak akan menggunakan cara kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Bahkan, beberapa waktu sebelumnya saya memutuskan mencalonkan diri pada pemilu 2004 mendatang. Untuk itulah saya membuat Program Pemulihan Nasional (NRP).

Bisakah Anda menjelaskan program ini?

Saya menganggapnya sebagai program, kebijakan dengan cakupan yang sangat luas, termasuk politik, sosial, ekonomi. Jadi, ada program penegakan perdamaian dan ketertiban yang berbicara soal proses perdamaian dengan kelompok Moro dan komunis. Juga program untuk meningkatkan kondisi ekonomi, memberantas kemiskinan, dan membersihkan korupsi. Kita harus meningkatkan kualitas hidup rakyat. Jadi, pemerintah harus menetapkan prioritas penggunaan uang lebih untuk rakyat. Jangan hanya untuk membayar utang luar negeri, dan rakyat diabaikan. Ini langkah praktis untuk memberantas kemiskinan. Juga pembersihan korupsi perlu reformasi massal di semua badan pemerintah termasuk polisi dan militer.

Benarkah program NRP ini yang menjadi bukti keterlibatan Anda dalam pemberontakan 27 Juli lalu? Konon, para perwira mengacu pada program Anda dan melihatnya seperti kitab suci dan ditemukan bersama mereka.

Saya tahu. Dokumen ini memang digunakan untuk menghubungkan saya dengan insiden Makati.

Dan Anda memang sangat dekat dengan mereka dan menjadi penasihat mereka?

Beberapa dari perwira muda ini sering datang ke kantor saya dan berbicara tentang ide-ide mereka. Terkadang mereka memberi kami ide, atau sebaliknya. Menurut saya, itu logis saja ketika kemudian mereka mengidentifikasi diri dengan NRP. Mereka melihatnya seperti kitab suci jika mereka mulai bicara serius soal reformasi. Tetapi kami tidak pernah menyebut dan tidak mendorong mereka agar menggunakan kekerasan. Itulah yang mereka katakan pada acara dengar pendapat. Tetapi pemerintah tidak mempercayai mereka. Semua menjadi politis. Mereka (pemerintah) mencari kambing hitam.

Apa pendapat Anda tentang pemberontakan para perwira muda itu?

Mereka mengangkat isu yang berkaitan dengan korupsi, inefisiensi, dan mismanajemen. Bukan hanya di militer, tetapi juga di pejabat tingkat tinggi. Ada bukti-bukti bahwa beberapa wali kota melakukan korupsi. Bahkan di kantor kepresidenan, di mana "first gentleman" (maksudnya suami Presiden Gloria Macapagal Arroyo—Red) juga dituduh melakukan korupsi. Dan itu telah terbuka sebelum insiden Makati.

Jadi, Anda memang sangat dekat dengan mereka?

Saya tidak memiliki kedekatan pribadi dengan mereka. Mereka mulai mendekati saya sekitar setahun lalu.

Anda membantu mereka?

Ya. Saya memberi beberapa sumbangan.

Sumbangan macam apa?

Ada banyak hal, termasuk keuangan. Saya memang banyak memberi sumbangan untuk proyek-proyek sipil. Itulah awalnya ada dialog di antara kami. Saya juga memberi mereka akses ke kantor saya. Bahkan juga akses ke beberapa orang ataupun ahli. Mereka bisa bertemu di sana. Seperti Anda ketahui, beberapa dari mereka seperti Letnan Trillanes melakukan riset soal korupsi di Angkatan Bersenjata.

Apakah mereka bicara soal rencana pemberontakan?

Tidak. Setidaknya tidak dengan saya. Mungkin saja itu terjadi saat di antara mereka. Saya sendiri tidak ingat bertemu dengan siapa saja di antara mereka. Kalau ada pertemuan, saya yakin pasti dalam pertemuan atau dialog terbuka. Saya juga kadang ke kamp militer mereka dan memberikan kuliah soal NRP.

Kepada siapa? Seluruh kelas di PMA (Akademi Militer Filipina) atau hanya kelas Letnan Angkatan Laut Antonio Trillanes IV?

Hanya di kelas Letnan Trillanes, PMA 95.

Apakah itu sering?

Tidak. Saya tidak ingat berapa kali. Saya pikir mereka mulai bertemu dengan para staf saya. Pertemuan saya dengan mereka sangat terbatas.

Apakah para perwira muda dan tindakan mereka mengingatkan pada diri Anda sendiri sehingga Anda membantu?

Mereka memang benar-benar mengingatkan saya pada diri saya sendiri. Saya berpartisipasi di beberapa pemberontakan di tahun 1986, 1987, dan 1989.

Bagaimana dengan rencana penggulingan Presiden Joseph Estrada seperti yang dikemukakan oleh rekan-rekan RAM Anda?

Saya mengakui terlibat dalam tiga pemberontakan di tahun 1986, 1987, dan 1989. Tidak saat kudeta lain.

Apa motivasi Anda terlibat dalam semua pemberontakan saat itu?

Kami menyuarakan hal yang sama (dengan para perwira pemberontakan di Makati), tentang reformasi, korupsi, inefisiensi, dan kesalahan manajemen. Bahkan kali ini tuduhan para perwira muda lebih serius lagi. Mereka menuduh pejabat militer menjual senjata ke musuh.

Anda percaya tuduhan mereka?

Coba, Vic Corpus (Victor Corpus, mantan Kepala Intelijen Militer) dan Menteri Pertahanan Angelo Reyes sudah mengundurkan diri. Itu berarti kemenangan moral bagi para perwira muda tersebut. Tidak ada cara lain untuk melihat hal ini. Presiden membiarkan mereka mundur. Pesannya, kedua orang ini bukanlah bagian dari solusi, tetapi bagian dari problem.

Tetapi beberapa rekan Anda mengkritik, sebagai senator, Anda sendiri tidak banyak berbuat?

Sebagai senator, saya telah mencoba mengajukan reformasi jangka panjang. Masalahnya, kami tidak memiliki hukum yang jelas yang memecahkan masalah arah kebijakan. Ketidakjelasan ini tidak hanya di pemerintahan, tetapi juga di masyarakat, polisi, ataupun militer. Kita sangat perlu melakukan reformasi.

Tetapi, mengapa Anda mengatakan tidak nyaman (berkiprah) di politik dan Anda tetap seorang tentara?

Sebenarnya saya tidak punya pilihan. Jutaan orang memutuskan kehidupan pribadi saya. Saya harus menjadi senator dan menyuarakan suara mereka. Senat masa kini telah menjadi badan investigasi dan menjadi tempat penyerangan terhadap oposisi. Itu seharusnya tidak terjadi di dalam demokrasi. Kita perlu oposisi yang kuat. Di sini tidak boleh ada pelecehan politik.

Bagaimana seharusnya?

Saya adalah senator independen pertama dalam sejarah politik Filipina. Saya melakukan ini dua kali, dalam pemilu 1995 dan 2001. Saya tidak memiliki partai. Saya juga tidak punya uang. Tetapi saya memiliki jutaan relawan. Seharusnya Senat tidak seperti itu. Sekarang ini hanya Senat satu-satunya lembaga nasional yang memiliki mandat dari pemilihan. Bahkan Presiden Gloria Macapagal Arroyo sendiri tidak memiliki mandat seperti ini. Dia menggantikan Presiden Joseph Estrada.

Berarti boleh ada kudeta?

Begini. Komplikasi lain di sini adalah isu legitimasi dia (Gloria). Dia menggantikan Presiden Estrada, yang digulingkan dalam people power. Isu yang sekarang ini diangkat adalah apakah pemerintahannya memang menunjukkan performance yang baik. Mereka harus menunjukkan kepada rakyat bahwa mereka adalah pemerintah yang baik jika mereka ingin mendapat legitimasi. Kalau rapor mereka tidak baik, termasuk dalam menyatukan rakyat ataupun militer, mereka telah gagal. Dalam terminologi pemerintahan yang baik, dia telah gagal. Satu-satunya kelebihan dia adalah dia mendapat dukungan dari satu-satunya superpower, AS.

Tetapi, apakah harus diselesaikan dengan pemberontakan militer alias kudeta?

Militer telah terpecah belah dan menghadapi masalah inefisiensi, mismanajemen, dan korupsi. Tetapi kondisi ini sesungguhnya merupakan refleksi dari masyarakat dan pemerintahan kita, termasuk refleksi masalah di militer dan polisi. Sebenarnya sekarang ini tidak bisa lagi ada pemberontakan. Setidaknya jika oleh mereka sendiri (militer). Jadi, harus ada reformasi.

Lalu, kenapa para perwira muda itu tetap melakukan pemberontakan meski tidak ada dukungan luas dari rakyat?

Rakyat itu tergantung. Kalau kita memperhatikan EDSA (nama jalan tempat demonstrasi atau pusat people power) sekarang ini, pemerintah hanya membiarkan demonstrasi yang mendukung mereka saja. Ketika yang berdemonstrasi kelompok oposisi atau kelompok minoritas, mereka tidak diizinkan. Pasti dibubarkan. Jadi, pemerintah ini memiliki kebijakan standar ganda. Sebenarnya kondisi rakyat sekarang sulit. Banyak orang tidak memiliki akses ke media, ke dokter, air bersih, sanitasi, dan lain-lain. Meski seperti itu, people power seperti tahun 1986 mungkin tetap sulit.

Mengapa tidak menunggu hingga pemilu yang tinggal beberapa bulan lagi?

Mungkin karena mereka tidak bisa menunggu lagi. Rakyat kami memang menjadi tidak sabar. Terkadang pemilu adalah sesuatu yang lebih buruk. Orang yang memiliki uang yang akan menang. Banyak orang mulai tidak sabar dan tak memiliki harapan. Ini memang kebiasaan yang buruk. Kalau mereka tidak suka pemerintah, kemudian mereka menggunakan people power. Ini tidak konstitusional. Tetapi institusi pemerintah menjadi sangat lemah. Ini sesuatu yang harus diluruskan.

Apakah menurut Anda masa jabatan presiden enam tahun itu terlalu lama?

Terlalu lama untuk presiden yang buruk. Ini konsekuensi ketika kita gagal mengembangkan pemimpin muda yang idealistis. Mereka yang tidak punya uang tetapi ingin reformasi tidak bisa melakukan proyeknya di negeri ini. Kita perlu reformasi, dimulai dengan rekayasa kembali politik dan sosial. Ini seperti kita semua naik bus yang sebenarnya sudah perlu turun mesin. Mobil ini mesinnya rusak, kacanya pecah, bahkan sopirnya tidak tahu jalan. Dia tidak punya peta ke mana dia akan membawa bus dan penumpangnya ke tujuan utamanya.

Sebagai senator dan mantan tentara, bagaimana Anda memandang supremasi sipil dalam demokrasi?

Saya meyakini prinsip itu. Militer memang seharusnya di bawah pemerintahan sipil dan mematuhinya. Tetapi ini kalau pemerintah sipilnya adalah pemerintahan yang baik dan memiliki visi serta mandat yang jelas dari rakyat. Inilah instrumen untuk persatuan. Namun, kalau kita tidak memiliki mandat dan performance kita buruk, seperti yang mereka pikirkan hanya masalah pemilu 2004, akan ada tantangan.

Berarti bisa ada pemberontakan atau kudeta lagi?

Militer itu hanya mengikuti pemimpinnya. Banyak pejabat senior menjadi politikus. Bahkan terkadang mereka datang ke politikus dan meminta sponsor mereka untuk mendapatkan posisi.

Apakah Anda masih berniat melakukan pemberontakan atau kudeta jika melihat pemerintahan tidak bagus?

Bergantung pada pemerintah sendiri. Saya tidak bisa menjadi pegawai negeri kalau undang-undang dan peraturannya tidak diikuti. Mungkin kemudian, dengan sangat hati-hati, saya bisa saja mulai memikirkannya lagi. Kita bisa menyelesaikan masalah dengan damai dan legal. Saya bersedia menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari permasalahan. Hanya, pemerintah tidak mau menginginkannya.

Jadi, masih berpikir memberontak suatu saat?

Kadang-kadang. Tetapi sekarang ini saya sudah tua.

Apa yang Anda pelajari ketika menjadi senator setelah sekian lama di militer dan terlibat dalam berbagai pemberontakan?

Sesuatu yang paling penting adalah kepentingan publik dan nasional. Kita harus menetapkan agenda dan permasalahan nasional. Kalau semua sudah sepakat, kita bersama membuat program. Kebijakan yang dikeluarkan harus memiliki orientasi dan memiliki karakter demokrasi. Kemudian, ada penegakan hukum. Kemudian kita juga sangat memerlukan program alternatif yang dibuat oleh oposisi yang sehat. Dan sekali ini, ini dibuat dengan cara damai.

Apakah ada perubahan dari tentara menjadi senator?

Ketika Anda seorang yang idealistis, Anda tidak akan berubah dalam hal-hal prinsip.


Gregorio "Gringo" Ballesteros Honasan II

Tempat/tanggal lahir: Baguio City, 14 Maret 1948

Pendidikan:

  • San Beda College di Taipei, Taiwan
  • Dominican School di Taipei, Taiwan
  • Don Bosco High School di Mandaluyong
  • Akademi Militer Filipina, lulus 1971

Karier:

  • Aide-de-Camp di kantor Menteri Pertahanan Nasional (1974)
  • Kepala Keamanan Departemen Pertahanan
  • Komandan Sekolah Operasi Khusus di Komando Pelatihan Angkatan Bersenjata Filipina di Fort Magsaysay, Nueva Ecija (1986-1987)
  • Sebagai senator independen pertama (1995-sekarang)

Pemberontakan: 1986, 1987, 1989

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus