Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak terbilang kabar tidak sedap yang menghajar pemerintah Presiden Joko Widodo. Rumor sebagai rezim anti-Islam, antek Cina, dan aktor di balik kebangkitan Partai Komunis Indonesia terus digelindingkan. Dua pekan lalu, hubungan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dikabarkan tak harmonis. Warta itu dibantah Jusuf Kalla lewat konferensi pers khusus.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki menilai derasnya fitnah adalah konsekuensi dari agenda perubahan yang diusung pemerintah. Menurut dia, reformasi yang menyentuh semua sektor-dari tambang, perkebunan, perdagangan, hingga minyak dan gas bumi-membuat banyak orang gerah. Ruang terjadinya praktik lancung bisa dipersempit. "Ada yang terganggu dengan agenda perubahan Presiden," kata Teten.
Teten, 54 tahun, adalah salah satu orang yang paham jeroan Istana. Dalam banyak kesempatan, dia selalu hadir tak jauh dari Presiden Jokowi, bahkan sejak kampanye pemilihan presiden pada 2014. Lewat mantan Gubernur Jakarta itu pula karier Teten yang banyak dihabiskan di jalur advokasi sebagai aktivis berbelok menjadi birokrat.
Pria asal Garut, Jawa Barat, ini menjadi Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), kantor serupa West Wing di lembaga kepresidenan Amerika Serikat. Ini adalah tempat berkumpul para intelektual, ahli, dan profesional yang bertugas melancarkan kerja Presiden Jokowi. "Kami bekerja dalam senyap, tak menimbulkan kegaduhan," ujar Teten, menjawab tudingan KSP tak punya hasil kerja nyata.
Peraih Ramon Magsaysay Award 2005 kategori Pelayanan Publik itu menerima wartawan Tempo Sapto Yunus dan Raymundus Rikang di Bina Graha, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Rabu pekan lalu. Menempati ruangan yang dulu menjadi kantor Presiden Soeharto, Teten merasa kualat. Sebab, ketika masih menjadi aktivis, ia kerap melancarkan kritik kepada Soeharto. "Tugas saya sekarang menerima pendemo. Sesekali tersiksa, tapi sering bikin tersenyum juga," ujarnya, diikuti tawa.
Apa alasan Wakil Presiden Jusuf Kalla mau menanggapi rumor ketidakharmonisannya dengan Presiden Joko Widodo?
Nanti, kalau diabaikan, dikira sebuah kebenaran. Lagi pula isu yang menyerang pemerintah itu aneh-aneh. Artifisial semua, bukan substansi yang menyangkut kinerja pemerintah. Dari isu anti-Islam, antek Cina, sampai kebangkitan Partai Komunis Indonesia. Kalau PKI muncul, ya, kita gebuk.
Anda kan pernah dituding sebagai kader PKI….
Itu lawakan besar. Lebih masuk akal kalau saya dituding Darul Islam karena lahir di Garut, ha-ha-ha…. Saya baru berumur dua tahun saat PKI dibubarkan pada 1966, kenapa ikut dibawa-bawa?
Jadi hubungan Presiden dan Wapres masih solid?
Keduanya saling melengkapi. Jangan bandingkan Wapres Kalla pada era Presiden Yudhoyono dengan Presiden Jokowi. Sekarang Presiden Jokowi memimpin sendiri pengendalian program, termasuk blusukan tiap akhir pekan ke daerah untuk memastikan program berjalan.
Tidakkah mereka kerap silang pendapat soal kebijakan, misalnya pengelolaan lahan gambut?
Sikap beliau berdua selalu sama. Presiden dan Wapres kompak soal komitmen menjaga lingkungan. Lebih-lebih kita sering diprotes karena asap kebakaran lahan gambut membuat negara kawasan terkena dampak. Jadi isu percekcokan itu tak benar.
Lalu mengapa rumor ketidakakuran mereka bisa mencuat?
Ada yang ingin pemerintah pecah. Namun potensinya amat kecil.
Siapa yang menghendaki pemerintah terbelah?
Pemburu rente yang terganggu oleh program reformasi Presiden Jokowi. Wajar saja karena agenda perubahan pemerintah menyentuh banyak sektor, antara lain tambang, sawit, perdagangan, serta minyak dan gas bumi. Para elite dan pebisnis lawas juga terusik karena merasa tak terakomodasi.
Bisa sebutkan nama?
Kami dengan mudah memetakannya karena perkembangan usaha baru relatif kecil. Jadi profilnya itu-itu saja dan kultur birokrasi juga masih dikuasai kultur yang lama.
Artinya, agenda perubahan yang diusung Presiden belum tampak hasilnya?
Melihat Presiden Jokowi yang sikapnya keras, pebisnis dan birokrat dengan kultur lama itu akan manut. Presiden juga tak kenal kompromi karena murni bekerja untuk membawa kemajuan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Contohnya, pengusaha sawit yang masih mencoba menerapkan skema bisnis tradisional dengan terus memperluas lahan. Padahal Presiden telah menerapkan moratorium lahan, melibatkan petani rakyat, dan memperkuat industri hilir. Lama-kelamaan pebisnis sawit itu bisa memahami kebijakan Presiden.
Bagaimana mengatasi efek sakit hati dari elite yang tersisih?
Tak mungkin kami rangkul semua, tapi kadang mereka perlu disapa juga. Konsekuensi menjalankan agenda perubahan adalah ada yang terganggu, ada ribut-ribut, dan bukan adem ayem. Kegaduhan politik harus dimaknai bahwa reformasi dan program pemerintah berjalan.
Apakah Presiden tak cemas agenda reformasi itu membahayakan peluangnya pada pemilu presiden 2019?
Presiden selalu mengingatkan kami untuk kerja saja, enggak mikir mau ngapain pada 2019. Beliau pernah bilang, "Saya saja kaget kok pas terpilih jadi presiden." Bila menghendaki perubahan yang berdampak besar, lima tahun tak akan cukup.
Bagaimana sikap pemerintah soal kelompok Islam radikal?
Sikap pemerintah sangat tegas bahwa Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika adalah harga mati. Bila keberagaman disentuh, bisa membahayakan keutuhan bangsa. Bukan tak mungkin terjadi konflik horizontal.
Tempo mendapat informasi Presiden bilang ke Anda bahwa akan membubarkan Front Pembela Islam. Kenapa tak kunjung terwujud?
Bahasa Presiden sudah tegas, siapa pun organisasi kemasyarakatan yang bertentangan dengan ideologi negara harus digebuk.
Berawal dari isu agama, Presiden sempat akan digoyang makar. Apa tanggapan Anda?
Isu suku, agama, dan ras bukan ancaman bagi Presiden Jokowi saja, tapi kita semua. Presiden terus berpesan, "Berhenti kita berkelahi karena suku, agama, dan ras. Masyarakat harus diajak berpikir produktif." Bagaimana rakyat maju bila terus-terusan berkutat pada isu primordial, sementara negara lain sudah berpikir proyek ruang angkasa? Jika perlu, silakan kritik pemerintah, tapi dengan isu yang substansial.
Kantor Staf Presiden sempat diprotes pada awal berdirinya karena mencomot tugas lembaga lain. Bagaimana Anda sekarang menyelaraskannya?
Kantor Staf Presiden bisa ikut campur sejauh menyangkut program prioritas Presiden. Isu-isu yang strategis dan punya dampak sosial politik juga menjadi perhatian. Beberapa tugas sudah dibagi antara KSP, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kementerian Koordinator Perekonomian yang membawahkan Komite Percepatan Pembangunan Infrastruktur Prioritas (KPPIP). Kami memastikan hasil pemantauan dan evaluasi lembaga itu berjalan.
Menurut sejarahnya, pengendalian tugas sehari-hari pemerintahan ada di tangan wapres, tapi kini dikerjakan KSP. Anda merasa lembaga ini mengambil alih kewenangan Wapres?
Tak mungkin kami mengambil tugas pokok Wapres. Toh, pengendalian program pemerintah itu ada di rapat kabinet terbatas. Presiden dan Wapres memimpin langsung rapat ini.
Masih diminta mengevaluasi kinerja para menteri?
Presiden mengontrol langsung evaluasi para menteri melalui rapat kabinet terbatas yang digelar rutin, walaupun kami sering diminta melihat kebijakan yang dijalankan.
Bagaimana Anda menjembatani kepentingan Istana dan partai politik pendukung Presiden?
Pak Pratikno, Menteri Sekretaris Negara; dan Pak Pramono Anung, Sekretaris Kabinet, yang banyak berurusan dengan partai. Tugas saya ialah pengendalian program strategis. Saya ini tak punya potongan untuk berurusan dengan politikus.
Benarkah ada deputi Anda yang tak loyal, masih melapor ke Kepala KSP sebelumnya?
Saya tidak tahu dan kalau saya tahu pasti akan saya tindak. Tapi problem di sini adalah banyak orang bukan birokrat. Ada yang latarnya profesional, politikus, relawan. Perlu cara pengelolaan lembaga yang berbeda.
Selain kewenangan terlampau luas, KSP dikritik karena hasil kerjanya tak konkret. Komentar Anda?
Namanya juga kantor belakang Presiden. Kami bekerja dalam senyap, tak menimbulkan kegaduhan. Kami baru bicara kalau perlu meluruskan kebijakan pemerintah. Misalnya soal kebijakan cantrang yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Kabarnya Anda berbeda pendapat dengan Menteri Susi Pudjiastuti soal kebijakan cantrang. Apa masalahnya?
Seharusnya pelarangan penuh penggunaan cantrang dimulai Juli tahun ini, tapi implementasi di lapangan belum siap. Ada 7.000 unit kapal di Jawa Tengah yang terkena dampak. Selama dua tahun terakhir, nelayan kecil yang berganti alat tangkap baru sekitar 10 persen. Adapun penggantian cantrang pada nelayan besar baru sekitar 7 persen. Kami usulkan agar lebih fleksibel.
Kenapa berkompromi pada metode tangkap yang merusak ekosistem laut?
Saya sepakat pelarangan cantrang karena merusak lingkungan. Namun, kalau dipaksakan di tengah alat baru yang belum sepenuhnya terdistribusi, akan timbul gejolak karena nelayan tak bisa melaut. Apalagi daerah yang terkena dampak kebijakan ini sebagian besar konstituennya Presiden, dari Indramayu, Tegal, sampai Pekalongan.
Jadi di balik keputusan itu ada upaya mengamankan suara konstituen demi pemilu presiden 2019?
Kalau mereka ditangkap karena masih punya cantrang bisa berbahaya. Karena ini menyangkut perut orang. Kalau tak bisa melaut, mereka makan dari mana? Bagi Presiden Jokowi, bila rakyat tak punya sumber pendapatan lain, sebaiknya fleksibilitas kebijakan itu dikaji ulang.
Kesannya, Anda jadi bumper Presiden….
Bukan bumper, tapi memang tugas KSP memonitor dan mengevaluasi program prioritas pemerintah. Kami tak akan mengintervensi kalau tak ada masalah. Sedangkan bila menemukan dampak negatif, kami segera melakukan intervensi disertai pemberian solusi.
Bagaimana sikap Anda soal pembangunan pabrik semen di Kendeng, Jawa Tengah?
Saya bilang ke masyarakat Kendeng bahwa urusan pembangunan pabrik semen sudah final. Investasi di sana sekitar Rp 5 triliun. Presiden ingin menjaga pesan bahwa iklim investasi di Indonesia kondusif. Di sisi lain, saya merasa keluhan masyarakat soal lingkungan ada benarnya. Maka bab wilayah tambang bisa dinegosiasikan. Akhirnya Presiden Jokowi setuju diadakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Kami akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta melibatkan peneliti independen untuk melaksanakan kajian itu.
Apa hasil dari kajian tim independen itu?
Ada kejelasan soal status tata ruang. Kalau kawasan Watuputih, Kendeng, dinyatakan sebagai kawasan bentang alam karst, tak boleh ada penambangan di sana. Selama menunggu kajian tim yang baru keluar sekitar 6-12 bulan, tak boleh ada aktivitas apa pun di Pegunungan Kendeng.
Apa yang berbeda pada Anda setelah dari aktivis antikorupsi menjadi birokrat?
Cara pandang melihat persoalan. Sebagai bagian dari pembuat kebijakan, saya harus melihat dengan helicopter view. Saat menjadi aktivis, biasanya memandang persoalan dari satu sudut pandang saja. Saya sekarang juga harus mampu melihat berbagai aspek persoalan, seperti stabilitas politik dan asas resiprositasnya terhadap rakyat. Menjadi aktivis lebih banyak berkutat dengan tugas advokasi.
Siapa mentor Anda belajar jadi birokrat?
Presiden Jokowi sendiri. Saya belajar dari beliau cara membuat politik anggaran, tak boleh ada kompromi terhadap lobi-lobi, dan membuat terobosan untuk mengurai regulasi yang membelenggu.
Mana lebih enak, menjadi aktivis atau pejabat Istana?
Saya kadang merasa kualat karena dulu sering mendemo Presiden Soeharto, tapi sekarang malah berkantor di bekas ruangannya, ha-ha-ha…. Dulu jadi pendemo, sekarang tugasnya menerima demonstran. Sesekali tersiksa, tapi sering bikin tersenyum juga, ha-ha-ha….
Sebagai mantan aktivis antikorupsi, apa perubahan konkret yang Anda bawa ke Istana?
Saya sedang terlibat menyiapkan strategi nasional antikorupsi. Lebih dari itu, Presiden Jokowi justru memberi teladan yang baik. Beliau tak punya konflik kepentingan saat mengurus pemerintah. Ini adalah langkah awal mencegah state capture corruption, korupsi yang melibatkan pembuat kebijakan sejak perencanaan sampai penganggaran.
Ada cibiran masuknya aktivis ke Istana tak mampu menghela perubahan. Apa pembelaan Anda?
Ukuran apa yang dipakai untuk menilai kontribusi mantan-mantan aktivis yang kini bergabung di pemerintahan?
Contohnya tak ada satu pun kasus pelanggaran hak asasi manusia tuntas di era Presiden Jokowi.
Ada tantangan menyelesaikan kasus itu. Mau menuntaskan peristiwa 1965 saja pemerintah buru-buru dituding komunis. Adapun kasus Munir, dokumen hasil kajian tim pencari fakta juga tak ada di Istana sehingga kami harus mulai lagi dari awal. Presiden sudah berpesan, setidaknya pemerintah ini bisa menyelesaikan dua kasus pelanggaran hak asasi, memilih kasus mana yang paling mungkin diselesaikan.
Bagaimana halnya dengan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan?
Presiden akan selalu menekan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian dan tak berpikir membentuk tim independen. Presiden ingin aparat penegak hukum yang menyelesaikan kasus tersebut, bukan menyerahkannya kepada tim lain, yang membuat kesan polisi dan jaksa lepas tangan.
Masih berkomunikasi dengan sesama aktivis yang sering mengkritik pemerintah?
Saya sering berkumpul dengan mereka. Saya kan tumbuh dan besar di dunia aktivis. Saya senang melihat anak muda bermunculan sebagai aktivis, berarti ada regenerasi. Rekan-rekan memang menaruh harapan besar pada saya menyukseskan agenda perubahan. Sedikit saja pemerintah mengambil kebijakan kontroversial, telepon dan WhatsApp saya langsung penuh notifikasi.
Anda merasa terbebani?
Tidak. Tapi mereka itu cuma peduli pada agenda perubahan yang diusung, sementara enggak mau membantu urusan dan konsekuensi politiknya, ha-ha-ha….
Bagaimana menjelaskan background kebijakan ke mereka?
Agak sulit karena aktivis tidak menggunakan helicopter view. Saran saya, masyarakat sipil harus mulai membangun aliansi strategis untuk mengusung agenda perubahan. Tak cukup menghela perubahan hanya dengan konferensi pers. Harus ada kerja politik tapi tetap menjaga independensi.
Ada yang mencoba menyuap Anda sejak jadi pejabat?
Masak, pengusaha mau memberi iming-iming ke saya? Enggak ada yang berani.
Bukankah Anda salah satu orang kepercayaan Presiden?
Enggaklah. Kan, pintu ke Presiden banyak. Memang ada yang mencoba-coba meloloskan proyeknya lewat saya, tapi selalu saya arahkan mengurus ke sektor terkait. Saya hanya menjamin pelayanan pemerintah berjalan dengan benar, silakan datang bila Anda menemui hambatan dalam proses perizinan.
Chemistry Anda dengan Presiden masih bagus?
Saya tak menemukan hambatan berarti dalam berkomunikasi dengan beliau. Kehidupan keseharian Presiden amat sederhana. Tak ada jarak dengan rakyat serta tutur bahasanya pun lugas, tak memakai bahasa simbolis. Presiden juga punya agenda reformasi. Jadi visi kami sejalan.
Benarkah Anda yang menggerakkan mahasiswa berdemonstrasi di rumah mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Februari lalu?
Lagi-lagi, yang bilang itu pelawak besar. Saya cuma datang sebagai pembicara dan langsung pulang begitu urusan selesai.
Tempat dan tanggal lahir: Garut, Jawa Barat, 6 Mei 1963 Pendidikan: l Jurusan Matematika dan Ilmu Kimia, IKIP Bandung (1987) l Kursus kepemimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat El Taller, Tunisia (1989)Karier: l Kepala Staf Kepresidenan (2015-sekarang) l Staf Khusus Sekretariat Kabinet (2014-2015) l Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (2009-2013) l Ketua Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (1998-2008) l Kepala Divisi Perburuhan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (1990-2000)Penghargaan: l Suardi Tasrif Award (1999) l Ramon Magsaysay Award (2005)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo