Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Duta Besar Palestina, Ribhi Awad: "Terorisme seperti Anak Nakal yang Mencari Perhatian"

TIDAK mudah bagi Duta Besar Palestina Ribhi Yusuf Awad, dalam situasi sekarang, mengemban tugas sebagai seorang diplomat. Masalahnya, masyarakat Islam dunia sedang berpolemik menyikapi tuduhan terorisme dari Amerika Serikat ke alamat gerakan-gerakan Islam revolusioner—yang disebut "fundamentalis" oleh negara-negara Barat—di Afganistan, Timur Tengah, dan Afrika. Di pihak lain, negara-negara Islam di dunia memiliki sikap yang beragam tentang serangan AS dan sekutunya ke Afganistan.

21 Oktober 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada beberapa hal yang membuat posisi Ribhi cukup sulit. Per-tama, Palestina sering dituduh oleh negara-negara Barat sebagai salah satu sarang kelompok teroris. Kedua, Palestina adalah negara Islam yang bersengketa dengan Israel, anak emas AS. Ketiga, Ribhi memiliki pos di Indonesia, negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia. Pernyataan-pernyataan lelaki kelahiran Yerusalem, 51 tahun silam, ini bisa berdampak cukup signifikan. Karena itulah, selama diwawancarai TEMPO, laki-laki bersuara berat dan agak serak yang sudah 10 tahun menjadi wakil Palestina di Jakarta ini tampak selalu berhati-hati dalam berkata-kata dan berkalimat. "Kami sangat menentang segala bentuk terorisme," demikian ucap Ribhi, lulusan Universitas Kairo, Mesir, berkali-kali. Kondisi hubungan internasional pascaserangan ke WTC dan Pentagon pada 11 September lalu seperti suasana "anak sekolah sedang dalam masa ujian." Negara-negara, melalui politisi dan diplomat, menentukan sikap dengan hati-hati. Pemerintah Palestina, misalnya, bersikap tenang dan menunggu pernyataan Menteri Luar Negeri AS Colin Powell, yang tiba-tiba menyatakan dukungan kuat agar kemerdekaan Palestina segera terwujud. Sementara itu, Ribhi menjelaskan—terkadang bersemangat dan emosional—secara baik akar persoalan semua ini. Menurut dia, yang terpenting adalah proses dialog. Sebab, terorisme itu sudah ada sejak dunia ada dan dalam berbagai bentuk, termasuk teror Israel terhadap bangsa Palestina. "Jadi yang terpenting adalah mencari penyebab mengapa semua ini bisa terjadi," kata diplomat yang pernah ditempatkan di berbagai negara di Timur Tengah, Afrika, dan Eropa ini. Memang, bagi Ribhi, persoalan teror, perang, dan penindasan sudah menjadi bagian dari hidupnya. Sejak kecil, anak dari pasangan Fatimah—berusia 100 tahun dan tinggal di Yerusalem—dan Yusuf ini sudah akrab dengan suara bom, desingan peluru, dan kucuran darah. Ayahnya adalah pejuang Palestina yang beberapa kali ditahan Israel. Ribhi juga menyaksikan dengan mata kepala sendiri ketika pamannya pulang ke rumah dengan tangan memegang isi perut yang terburai karena ditembak tentara Israel. Saudara-saudara laki-laki Ribhi adalah pejuang Palestina yang akrab dengan penjara dan siksa pasukan negara Yahudi itu. Beberapa teman diplomat Ribhi di berbagai negara dibunuh agen rahasia Mossad. Bahkan kenangan "manis" Ribhi tentang ayahnya sangat beraroma perang. Menurut cerita dia, pada malam hari Yusuf terkadang mengajak Ribhi memunguti selongsong peluru kosong. Selongsong-selongsong itulah yang dipakai oleh Ribhi bersaudara untuk bermain perang-perangan "Israel lawan Palestina". Bisa dikatakan bahwa Ribhi—salah satu anak dari delapan bersaudara, dan ayah seorang anak—tidak hanya seorang diplomat, tapi juga pejuang. "Apa yang saya ucapkan ini semuanya demi kemerdekaan bangsa Palestina," katanya. Dan selama hampir dua jam Ribhi Yusuf Awad menerima Bina Bektiati dan Awaluddin dari TEMPO untuk wawancara di kantornya, di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat pekan silam (19 Oktober 2001). Berikut ini petikannya. Bagaimana perasaan Anda ketika pertama kali mendengar berita tentang serangan ke WTC dan Pentagon? Seperti halnya orang lain, saya merasa tidak percaya dengan apa yang terjadi. Waktu itu saya sedang menghadiri sebuah acara peluncuran buku dan saya mendengar berita itu ketika acara hampir berakhir. Hingga saya kembali ke rumah, hingga beberapa jam kemudian, beberapa hari kemudian, saya tetap tidak bisa percaya bahwa musibah itu telah terjadi. Bagaimana tepatnya reaksi masyarakat Palestina setelah tragedi 11 September itu? Saya memang melihat tayangan sebuah jaringan televisi inter-nasional yang menunjukkan bahwa rakyat Palestina tampak bergembira dan berpesta setelah serangan itu. Tapi sebenarnya itu bukan gambaran yang benar. Rakyat Palestina juga tercengang mendengar tragedi yang menimpa New York dan Washington itu. Tapi rakyat Palestina sebenarnya lebih disibukkan dengan urusan internal. Lagi pula Anda tidak bisa menjawab persoalan seperti itu secara matematis bahwa masalah tertentu akan melahirkan reaksi tertentu pula, reaksi yang dapat dihitung. Bagaimana sikap Presiden Palestina Yasir Arafat terhadap tragedi ini? Bangsa Palestina dan pemerintah Palestina mengutuk tindakan teroris yang diarahkan ke WTC dan Pentagon. Bangsa dan pemerintah Palestina menolak semua tindakan terorisme karena selama ini bangsa Palestina sudah cukup merasakan penderitaan sebagai korban terorisme Israel. Bahkan Presiden Yasir Arafat sendiri mendonorkan darahnya untuk para korban di AS. Presiden Arafat juga menyampaikan rasa duka yang mendalam atas tragedi yang menimpa bangsa dan pemerintah AS. Bagaimana tanggapan Anda ketika AS memutuskan untuk menyerang Afganistan? (Lama terdiam sembari menunduk dan mengusap mata.) Tentang tindakan AS dan koalisinya menyerang Afganistan, saya satu sikap dan mendukung langkah yang ditempuh pemerintah Indonesia seperti yang diucapkan Presiden Megawati Sukarnoputri. Sikap itu menyatakan agar ekspansi militer tidak mengakibatkan jatuhnya korban dari penduduk sipil. Penyerangan tersebut seharusnya berada di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa, setelah disahkan dengan resolusi PBB dan Dewan Keamanan PBB. Tindakan yang dilakukan oleh AS dan sekutunya hanya menambah penderitaan rakyat Afganistan, yang sudah selama 30 tahun berada dalam situasi terjajah, oleh Uni Soviet, dan mengalami perang saudara. Mengapa kawasan Timur Tengah selalu dianggap sebagai pusat terorisme oleh negara-negara Barat? Masyarakat dunia, apakah itu di timur, barat, utara, atau selatan, semuanya mengetahui bahwa AS itu adalah negara superpower, negara terkuat di dunia. Secara logika, sangat tidak masuk akal bila ada pihak yang memusuhi AS. Jadi, bila ada pihak yang berani memusuhi AS dan membuat AS garang, itu sama saja dengan semut melawan gajah. Tidak mungkin. Pasti semut akan terinjak. Teroris itu tidak hanya terbatas di satu wilayah, tapi ada di berbagai wilayah: di Timur Tengah, Amerika Latin, Afrika, Eropa, bahkan di AS sendiri. Dalam kamus politik, wilayah Timur Tengah bukan basis teroris. Bagaimana dengan kelompok-kelompok Islam garis keras di Palestina? Ada perbedaan besar dan sangat prinsipiil antara perjuangan suatu bangsa untuk meraih kemerdekaannya dari penjajahan bangsa asing dan terorisme internasional. Perbedaan tersebut sangat prinsipiil. Adalah hak dari bangsa Palestina, bangsa Lebanon, ataupun bangsa lain yang dijajah untuk berjuang mendapatkan kembali kemerdekaannya dengan segala senjata yang dimiliki. PBB juga mengakui dan membuat resolusi yang mengakui kemerdekaan semua bangsa. Lalu apa yang menjadi akar timbulnya terorisme? Persoalan terorisme bisa saya gambarkan sebagai berikut. Bila Anda sebagai ibu rumah tangga atau sebagai ayah memiliki anak yang tindakannya aneh, mengatasinya bukan dengan memvonis anak itu dengan cara memukulinya habis-habisan. Anak itu sebaiknya diajak duduk dan bicara, lalu ditanyai mengapa berbuat aneh, apa alasannya. Mengapa kita bertindak demikian? Tidak lain agar kita tahu mengapa si anak bertindak aneh, apa penyebabnya. Bila dia merusak mainannya dan barang-barang yang ada di rumah, harus dicari tahu apa penyebabnya. Bisa jadi anak bertindak aneh dan merusak karena tidak mendapat perlakuan yang adil dibandingkan dengan anak yang lainnya. Bisa jadi si anak berusaha mencari perhatian. Demikian juga cara menyelesaikan masalah terorisme. Seharusnya kita bisa memilih cara dialog agar tidak melakukan sesuatu yang dinilai menyelesaikan masalah tapi malah menimbulkan masalah. Seseorang yang merasa diperlakukan tidak adil akhirnya bisa kalap dan menempuh berbagai cara untuk mendapat perhatian. Ini sama halnya dengan sebuah bangsa yang dianiaya oleh bangsa lain. Nah, bangsa ini diduga, baru diduga, telah melakukan tindakan yang aneh-aneh, seperti halnya anak kecil tadi. Tindakan aneh seperti itu dianggap oleh pihak yang tidak senang sebagai terorisme. Seharusnya bangsa yang dianggap "aneh-aneh" tersebut diajak bicara, mengapa mereka melakukan perusakan. Setelah kita mengetahui latar belakang tindakannya, bisa dicari jalan keluarnya. Bila bangsa itu memang benar telah teraniaya, akhirilah penganiayaan itu. Semua cara penyelesaian harus di bawah bendera PBB. Saya ingin menambahkan poin yang sangat penting. Masyarakat internasional baru memiliki tingkat tanggung jawab yang tidak sama. Negara besar memiliki tanggung jawab yang lebih besar daripada negara yang lebih kecil. AS sebagai polisi dunia, sebagai superpower, memiliki tanggung jawab lebih besar dalam segala aspek, dalam berbagai persoalan di dunia. Masyarakat internasional sangat menaruh harapan pada AS agar menjalankan tanggung jawabnya untuk mempersempit ketimpangan yang terjadi di dunia. Sedangkan di kawasan konflik, AS memiliki tanggung jawab mewujudkan proses dialog. Begitu juga bagi bangsa-bangsa yang miskin dan bangsa yang sampai saat ini berada di bawah pemerintahan bangsa asing, seperti yang terjadi di Palestina yang dijajah oleh Israel. Bagaimana bila "si anak nakal" tidak hanya berusaha menarik perhatian, tapi memiliki misi yang lebih berat dari itu? Kan, sudah ada kelompok-kelompok Islam revolusioner, seperti Al Qaidah-nya Usamah bin Ladin, yang secara terang-terangan menyatakan perang terhadap AS? Dalam masalah ini, saya harus mengemukakan dengan sejelas-jelasnya bahwa bangsa Palestina mengutuk terorisme karena bangsa kami adalah korban terorisme Israel. Saya tidak yakin bahwa untuk saat ini di dunia bisa didirikan negara agama. Taliban, misalnya, yang menganggap dirinya khalifatul Islam, menghormati Usamah bin Ladin. Tapi siapa di antara kita, baik penganut Islam maupun Kristen, yang mau menerima sikap Taliban (tentang pendidikan anak perempuan)? (Mereka) tidak memperbolehkan anak gadisnya bersekolah, menutup anak gadisnya di kamar, tidak membolehkan anak gadis melaksanakan perannya di tengah masyarakat. Allah menciptakan manusia secara langsung. Dan hubungan antara manusia dan Pencipta pun bersifat langsung, tanpa perantara. Tidak seorang pun yang dapat menerima bahwa para mullah di Kabul yang berkuasa dewasa ini dianggap sebagai penguasa yang berhak menentukan hubungan dunia Islam dengan dunia internasional. Lagi pula, setelah masa Perang Dingin, kita hidup dalam era saling menahan diri, untuk bekerja sama, saling memahami, selalu menganut cara dialog, tidak menganut paham pertentangan. Era kita sekarang adalah masa toleransi agama. Islam adalah agama mudah, agama cinta kasih dan cinta damai. Menteri Luar Negeri AS Colin Powell menyatakan agar negara Palestina merdeka segera diwujudkan. Apakah itu sekadar kepentingan politik untuk meraih dukungan atau merupakan dukungan nyata? Tentu saja bangsa Palestina menghargai pernyataan positif ini. Tapi kami belum membahas (karena ingin mengetahui lebih dulu) apa niat di balik pernyataan itu. Kami juga belum mencermati pernyataan-pernyataan tersebut. Kami selalu mengatakan bahwa AS mampu menjadi pemeran utama dalam meletakkan keadilan dan melenyapkan ketidakadilan yang diderita bangsa Palestina. Tapi pernyataan saja tidak cukup. Kata-kata penuh madu saja tidak cukup. Bangsa Palestina tidak ingin dibuai oleh puisi romantis semata, tapi menginginkan langkah yang cepat dan nyata, yaitu Israel harus menarik diri dari seluruh wilayah Palestina, seperti ketika kondisi Juni 1948, saat kemerdekaan bangsa Palestina dideklarasikan, dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya. Termasuk mengembalikan pengungsi Palestina yang terusir, serta menyingkirkan permukiman Yahudi dari tanah Palestina. Itu adalah batas minimal dari kesepakatan kami. Jadi Anda tidak percaya dengan pernyataan Menteri Powell? Ini bukan persoalan percaya atau tidak percaya. Tapi, ketika Colin Powell menyatakan mendukung kemerdekaan Palestina, apakah kami akan menjawab pernyataan itu dengan tuduhan kasar? Apa mungkin bisa seseorang menyampaikan kata-kata manis, lalu kita jawab dengan lemparan batu ke kepalanya? Tidak. Boleh-boleh saja bila ada orang lain menerjemahkan pernyataan itu sebagai taktik semata, atau orang menganggapnya sebagai upaya menenangkan kondisi di Timur Tengah untuk kepentingan koalisi yang sedang menyerbu Afganistan. Tapi siapa yang akan menyediakan jawaban dari semua itu? Waktu. Jadi kami menunggu saja bagaimana selanjutnya dari pernyataan itu. Apalagi yang menyatakannya kan negara besar. Untuk itu kami menunggu dan mudah-mudahan tidak terlalu lama menunggu. Tapi pihak Israel sudah bereaksi keras atas dukungan AS itu. Kami percaya, bila AS serius membantu Palestina menuju negara merdeka, AS dan negara-negara lain di dunia berpotensi menekan Israel agar meninggalkan wilayah Palestina yang dijajah serta menghentikan semua penganiayaan dan pembunuhan terhadap bangsa Palestina. Sebab, AS adalah patron utama Israel—setiap orang tahu itu. Bagaimana Anda melihat demonstrasi anti-AS yang marak terjadi di Indonesia? Menurut saya, orang-orang Indonesia adalah orang yang baik. Mereka sangat mendukung perjuangan rakyat Palestina. Saya juga sangat mendukung cara-cara mereka mengungkapkan aspirasi. Saya menghormati perasaan dan sentimen mereka. Saya pikir apa yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam mengekspresikan pendapat masih normal. Benarkah kelompok-kelompok Islam di Indonesia memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok revolusioner atau—menurut istilah Barat—fundamentalis dari negara lain seperti Palestina, Sudan, dan Pakistan? Itu masalah intelijen. Saya tidak bisa berkomentar untuk hal ini. Tapi, menurut saya, kelompok Islam di Indonesia itu asli Indonesia. Saya kira mereka tidak memerlukan dukungan dari Afganistan, Abu Sayyaf, atau dari yang lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus