Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Demikian salah satu paragraf dari Skenario 4 "Lambat tapi Selamat", skenario terbaik tentang kondisi Indonesia di masa depan. Skenario itu ditawarkan kelompok Indonesia Masa Depan 2010 (IMD 2010).
Berawal dari kepedulian dan keprihatinan atas apa yang terjadi di Indonesia, kelompok yang terdiri atas unsur lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemerhati hak asasi manusia, serta mahasiswa ini berupaya mencari tahu yang terpendam di benak publik tentang masa depan Indonesia.
Upaya mengintip ke dalam isi kepala anak bangsa sendiri ini dimulai sejak 1999 dan dilangsungkan di 15 lokasi tersebar dari NTT sampai ke Sumatra Utara. Di setiap lokasi, mereka menggelar pertemuan selama tiga hari, yang dihadiri 30-an orang dengan berbagai latar belakang. Akhirnya, terkumpul 600 orang yang mengemukakan impiannya tentang masa depan Indonesia pada 2010 kelak.
Pengumpulan pendapat di 15 lokasi itu ternyata menghasilkan dua kepedulian yang sama: soal pemerintahan dan ekonomi. Berangkat dari temuan inilah dihasilkan empat skenario IMD 2010, yang 1 Agustus lalu "diproklamasikan" di Pegangsaan Timur, Jakarta.
Prof. Dr. Emil Salim, salah seorang yang terlibat aktif dalam proyek besar ini, sangat optimistis bahwa impian anak-anak bangsa ini akan memperoleh jalan. Ia juga yakin, negeri ini bakal bangkit dari keterpurukan. Sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang mendasari segala ancangan ekonomi dengan data-data obyektif, Emil Salim melihat trendyang terlihat dari berbagai indikatorperkembangan ekonomi menunjukkan kenaikan.
"Bisa diharapkan tahun 2000 ini pertumbuhan ekonomi kita masih akan naik. Apabila trend-nya tetap demikian, tahun 2010 kita boleh berharap bisa keluar dari ceruk keterpurukan ini," tutur pria berambut keperakan itu kepada TEMPO, yang pekan lalu menemuinya di ruang kerjanya di DEN.
Dalam perbincangan yang berlangsung dua jam, seperti yang ditunjukkan oleh jarum jam tangan merek Mido yang dikenakan di tangan kirinya, Emil Salim membeberkan optimismenya. "Masyarakat kita ini hebat. Betul-betul hebat!" ujar lulusan Universitas Berkeley yang telah kenyang berkeliling dunia itu.
Apa yang membuat optimisme pria kelahiran Lahat, Sumatra Selatan, 70 tahun silam itu begitu membuncah? Emil, yang sepanjang wawancara banyak menyelipkan kalimat berbahasa Inggris, tak sekadar bicara. Sambil menunjuk serangkaian data dengan pena Mont Blanc-nya, tokoh ekonomi kawakan ini menyodorkan sederet angka yang memperlihatkan kondisi sekarang telah membaik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Berikut petikan wawancara Gita Widya Laksmini dari TEMPO dengan Emil Salim.
Skenario IMD 2010 mulai dipublikasikan 1 Agustus lalu. Bagaimana tanggapan publik?
Kini muncul banyak pertanyaan. Sempat juga ada kesalahpahaman. Orang mengira ini partai atau organisasi dan mereka ingin bergabung. Sebenarnya, yang penting bukanlah keanggotaan, tetapi the share of ideas.
Sebenarnya, apa yang disebut Skenario IMD 2010?
Pertama-tama, harus dipahami bahwa Skenario IMD 2010 bukan merupakan exercise ilmiah. Skenario IMD 2010 ini merekam cara masyarakat (600 orang) dalam melihat dan merasakan perihal nasib Indonesia.
Mengapa momentum yang dipilih adalah tahun 2010?
Pertimbangannya, sekadar bahwa 10 tahun itu tidak terlalu jauh dan tidak juga terlalu dekat. Kalau terlalu jauh, ketidakpastiannya juga terlalu banyak. Sepuluh tahun ke depan itu relatif bisa diprediksi dari sekarang.
Bagaimana asal mulanya ide pembuatan Skenario IMD 2010 ini?
Ini mulai dari apa yang terjadi di Afrika Selatan. Afrika Selatan kan juga sempat krisis, tapi kok mereka bisa damai dan keluar dari krisis. Beberapa teman dari LSM mengundang ahli dari Afrika Selatan untuk berdiskusi. Diskusi tersebut bukanlah sekadar menciptakan pilihan, tetapi menjadikan pilihan ini sebagai tujuan untuk rekonsiliasi. Saya kira, kita mesti ke sana. Di Aceh, di Maluku, ada luka dalam. Luka dan unek-unek itu mesti dikeluarkan dulu, baru bisa rekonsiliasi. Metode ini dipergunakan untuk menghasilkan tujuan yang sama. Tujuan yang sama itu yang memungkinkan terjadinya rekonsiliasi.
Siapa pencetus pertama ide pembuatan Skenario IMD 2010?
LSM, teman-teman seperti Emmy Hafildz, Binny Buchory, dan Asmara Nababan. Semuanya concern dan bertanya, Republik ini mau ke mana. Aceh dan Papua sekarang mau merdeka. Suku Indonesia sendiri tidak ada. Lantas Indonesia mau ke mana kalau masing-masing membubarkan diri? Seperti apakah Indonesia di masa depan? Dari sinilah ide itu muncul. Lantas pertanyaan berikut adalah: Apakah ini concern kita atau concern banyak orang? Bagaimana cara mengetahuinya?Lalu kami pakai teknik scenario planning (perencanaan skenario) dan mencari tahu yang dipikirkan rakyat. Teknik semacam ini sukses dikembangkan Shell Company ketika perang minyak terjadi.
Menurut opini yang dapat direkam, masalah apa yang menjadi perhatian utama?
Dari begitu banyak permasalahan yang muncul, ternyata yang mencuat dan dianggap sebagai major concern adalah soal pemerintahan (apakah demokrasi atau pemerintahan otoriter) dan pertumbuhan ekonomi (apakah pro-pemerataan atau ekonomi pro-konglomerasi). Dari sini antara lain muncul skenario terburuk, yang dinamai skenario "di ujung tanduk". Skenario ini terjadi bila ada pengutamaan pertumbuhan dengan cara apa pun dan pemerintah yang otoriter. Sedangkan skenario terbaik (Skenario 4) menurut publik adalah "lambat asal selamat".
Apa tugas pemerintah agar skenario terbaik terjadi?
Pemerintah mesti menciptakan lingkungan, kondisi, pasar, dan sebagainya, yang bisa diakses siapa pun. Pemerintah berdiri sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas dan memberi kesempatan yang sama kepada setiap orang. Apabila si kuat berhadapan dengan si lemah, tugas pemerintah adalah memberdayakan si lemah. Cara yang kedua, hantam pada infrastruktur karena swasta tidak mau membangun infrastruktur yang dinilai terlalu mahal dan investasinya terlalu lambat kembalinya. Cara ketiga, membangun kecakapan melalui pengembangan sumber daya manusia. Cara keempat, memberi lingkungan yang tidak ada lagi monopoli. Apabila ada yang monopoli, hantam. Karena itu, pemerintah harus jeli melihat kekuatan-kekuatan mana yang memunculkan konglomerasi, pemusatan, atau penghimpunan kekuatan.
Apakah pemerintah akan merespons usul semacam ini?
Sekarang ada keinginan bahwa bukan pemerintah yang menentukan. Kebetulan Gus Dur sendiri punya pendapat yang sama, sehingga agak klop. Keinginan yang muncul adalah fair play. Karena itu, dibentuk Komisi Kompetisi yang sekarang akan dipilih oleh DPR. Jadi, partai politik lewat wakil-wakilnya mesti berupaya mengurangi kebijakan yang sifatnya monopoli dan otoriter. Merekalah yang menjadi watchdog (pengawas).
Apakah hanya DPR atau MPR yang bisa menjadi pengawas?
Masyarakat juga memunculkan watchdog-nya, misalnya Teten Masduki (ICW), Munir (Kontras), dan Wardah Hafiz (UPW). Yang penting adalah menciptakan lingkungan yang menumbuhkan watchdog. Sekarang yang saya lihat, negara tidak lagi hanya bergantung pada partai atau anggota MPR. Mereka bukanlah sang super-penentu. Masih ada faktor lain yang juga penting seperti LSM, dan juga opini publik. Orang sekarang bisa menilai wakil-wakil rakyat yang interupsi-interupsi itu. Mereka sendiri sekarang diawasi, sehingga tidak ada semacam dominasi.
Mungkinkah yang terjadi justru sebaliknya? Pemerintahan sekarang jatuh dan kita masuk ke tangan pemerintahan otoritarian, misalnya?
Tidak, tidak bisa. Masyarakat akan teriak, mereka akan bereaksi, demonstrasi akan jalan. Paling tidak, akan ada suara lewat pers, organisasi, dan sebagainya.
Tapi, bukankah kemungkinan itu bisa terjadi?
Memang bisa saja yang terjadi justru skenario terburuk, yakni Skenario 1. Karena itu, dalam Skenario IMD 2010 dijelaskan kemungkinan-kemungkinannya. Misalnya, DPR ricuh dan meng-impeach Gus Dur tahun ini juga. Gus Dur jatuh, Mega naik. Tahun depan, impeach Mega. Begitu seterusnya, sibuk berebut kursi.
Bagaimana bila hal itu terjadi?
Yang timbul adalah seperti yang terjadi di Pakistan, dengan dalih menyelamatkan demokrasi. Demikian pula Kamboja. Kalau mau otoritarian-pemerataan, kita ikut Kuba. Kalau Fidel Castro meninggal, lantas apa? Yang tidak terlalu otoriter dan merata itu seperti Singapura. Sementara yang demokratis dan pro-konglomerasi banyak terdapat di negara Amerika Latin, juga di Eropa. Yang menerapkan Skenario 4 kebanyakan negara Skandinavia seperti Swedia, Denmark, Finlandia. Negara-negara tersebut sangat demokratis dan sangat merata ekonominya. Bahkan pengangguran pun mendapat tunjangan negara. Begitulah, Skenario IMD 2010 ini memang abstrak, tapi model-model konkretnya bisa ditemui di beberapa negara.
Sekarang bagaimana pesan yang terkandung dalam Skenario IMD 2010 itu akan disebarluaskan?
Enam ratus orang itu terdiri dari berbagai macam orang. Kami harap mereka bisa ikut berperan menjadi inti untuk menggerakkan wacana tersebut dalam masyarakat. Sekarang Skenario IMD 2010 ini kami sebarkan kepada 700 anggota MPR yang sedang bersidang. Skenario ini dikemas cukup tipis sehingga bisa dibaca-baca. Diharapkan, ketika para anggota MPR mengungkapkan concern-nya, kriteria ini menjadi pertimbangan.
Melihat rumusannya, skenario ini tampaknya tak dimaksudkan sebagai kebijakan?
Skenario memang berbeda dengan perencanaan strategi yang merupakan rencana untuk diimplementasikan. Sekarang, engkaulah yang memilih mana yang kau inginkan. Kami ingin masyarakat sendirilah yang membuat kesimpulan. Masyarakat itu tidak bodoh, masyarakat itu punya kekuatan.
Saya melihat kualitas bangsa kita, saya ikuti diskusi-diskusi. Ternyata, masyarakat kita ini hebat. Betul-betul hebat! Saya pernah ke Etiopia, saya pernah ke India, saya pernah ke Afrika, dan segala macam. Ada yang merengek terus, ada yang minta terus. Di Indonesia juga ada yang menyebalkan, tetapi tidak semuanya. Vitalitas, gairah itu ada. Sewaktu krisis pada kuartal terakhir tahun 1998, toh masyarakat kita punya kemampuan untuk bertahan, mereka terus bergerak.
Apakah Anda juga melihat gairah di bidang ekonomi?
Yang ricuh itu yang di atas. Yang di bawah, they go on. Saya bicara dengan pemilik Mahakam Beta Farma, misalnya. Ketika krisis, mereka melempar produk dalam kemasan yang lebih kecil. Saya bicara sama Unilever, sabun mereka pun semakin kecil. Saya bicara dengan pemilik mobil Kijang, jalan terus usahanya. Demikian juga industri garmen.
Anda begitu optimistis, sementara banyak orang mencemaskan pertumbuhan ekonomi kita. Sebenarnya, bagaimana kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2000 ini?
Hal ini, antara lain, bisa dilihat dari produk domestik bruto. Di sini, semua hasil produksi dalam negeri bukan impor digabungkan dalam angka riil dan harga konstan secara bruto. Di bidang pertanian dan pertambangan memang ada penurunan. Sebaliknya, industri dan manufakturproduk nonmigasmembaik. Pada periode yang sama, pembangunan, perdagangan, serta pengangkutan menunjukkan trend yang sama. Adapun sektor keuangan jasa, sekalipun terlambatkarena berkaitan erat dengan rekapitalisasi perbankanjuga menunjukkan kenaikan. Jadi, di luar pertanian yang terkait dengan kondisi alam, trend menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Bisa diharapkan bahwa tahun 2000 ini kita masih akan naik. Apabila trend-nya tetap demikian, tahun 2010 kita boleh berharap untuk bisa keluar dari ceruk keterpurukan ini.
Bagaimana dengan indikator lain?
Indikator lainnya adalah sektor mana saja yang mendorong perekonomian, seperti konsumsi pemerintah ataupun swasta, investasi, serta ekspor dan impor. Bisa dilihat, peranan konsumsi swasta menguat. Untuk investasi, secara umum memang negatif. Namun, sungguhpun kecil, trend-nya menunjukkan kenaikan terutama pada triwulan ketiga dan keempat tahun 1999. Demikian juga impor. Ditinjau dari sudut produk ataupun permintaan, angka-angka ini menunjukkan bahwa keadaan membaik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Dengan kondisi seperti itu, kira-kira seberapa besar pertumbuhan perekonomian tahun ini?
Sekarang ini masih banyak kapasitas produksi yang menganggur. Masih banyak yang bisa kita lakukan. Misalnya sebuah pabrik punya mesin dengan kapasitas produksi sekian besar. Ketika terjadi penurunan, banyak mesin yang tidak berputar. Jadi, dengan bergantung pada modal kerja saja mesin-mesin ini bisa berputar kembali. Inilah yang bisa kita dorong dan memungkinkan terjadinya pertumbuhan pada tahun 2000. Dengan demikian, sepanjang tahun 2000 pertumbuhan tidak usah bergantung pada investasi. Jadi, boleh saja orang khawatir tentang investasi rendah, toh pertumbuhan tahun 2000 ini tidak bergantung pada investasi. Untuk tahun 2000 ini, yang penting adalah penggunaan mesin-mesin dengan kapasitas seperti tahun 1997 lalu. Tentu investasi akan punya pengaruhnya, tetapi itu tahun 2001 nanti dan bukan pada tahun 2000 ini. Saya optimistis, pada tahun 2000 ini pertumbuhan bisa mencapai angka 4-5 persen.
Jadi, bila memang semua kondisi yang menjadi prasyarat tercapainya Skenario 4 dipenuhi, apa yang akan terjadi pada bangsa ini?
Terbang kita. Tinggal seberapa tinggi kita akan terbang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo