Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sempat tak terlibat di birokrasi sejak 2013, mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution kembali masuk pemerintahan dan langsung berurusan dengan kemelut ekonomi. Kali ini dia menduduki pos Menteri Koordinator Perekonomian, menggantikan Sofyan Djalil. Sebagai pendatang baru di Kabinet Kerja, Darmin pun dihadapkan pada tugas berat: meloloskan Indonesia dari badai krisis ekonomi.
Sepak terjang Darmin dalam dunia ekonomi memang mentereng. Pria 66 tahun itu tercatat pernah memimpin Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak, dan terakhir Bank Indonesia. Kini, sebagai Menko Perekonomian, ia ikut menyusun Paket Kebijakan Ekonomi tahap I-pertama dari tiga paket yang direncanakan-yang diumumkan Presiden Joko Widodo pada Rabu pekan lalu.
Pokok kebijakan dalam paket itu adalah deregulasi, penegakan hukum, kepastian usaha, dan debirokratisasi. Itulah yang membuat sebagian dari 154 peraturan pemerintah direvisi demi meniupkan angin segar pada industri. Membenahi berbagai lini dalam kondisi perekonomian seperti sekarang tentu bukan pekerjaan enteng dan cepat. Darmin mencontohkan karut-marut perizinan, yang perlu ditangani hati-hati agar pemerintah tak salah langkah.
"Orang sering bilang, 'Ya sudah cabut aja aturan izinnya, kan nanti itu hilang.' Itu tidak bisa. Ini karena aturan satu dengan lainnya sudah terkait. Nanti kalau kita bilang cabut, bisa-bisa ada produk yang tidak bisa jalan karena tercegat regulasi lain," ujarnya saat menerima wartawan Tempo Tomi Aryanto, Retno Sulistyowati, Isma Savitri, Ayu Primasandi, Gustidha Budiartie, Aditya Budiman, dan fotografer Wisnu Agung Prasetyo di ruang kerjanya, Rabu petang pekan lalu.
Dalam wawancara yang berlangsung sekitar satu setengah jam, Darmin sekaligus bersantap malam dengan sekotak nasi Padang. Dia menerima wawancara di kantornya di Lapangan Banteng, hanya berselang sekitar 30 menit setelah konferensi pers di Istana Kepresidenan. Efek paket kebijakan ekonomi akan terasa berapa lama?
Kalau untuk kegiatan besar yang strategis memang tidak langsung terlihat, walau di daftar kami ada. Karena apa yang kami buat itu ada yang perlu menunggu dana pemerintah, ada yang tidak. Misalnya kebijakan konversi bahan bakar nelayan dari solar ke elpiji, yang ternyata efisiennya bukan main.
Kebijakan mana yang paling cepat efeknya?
Ada yang cepat, ada yang menunggu investasi. Ini simultan. Ibaratnya ada pasien yang jika diberi tindakan tertentu malah timbul implikasi. Nah, kalau begini, koordinasi dengan dokternya harus kuat. Sebetulnya yang kami dahulukan adalah industri dan perdagangan. Jadi kami bukan cari yang paling cepat, karena kalau itu enggak ketemu. Tapi dari situ kami sortir aturannya.
Ekspektasi publik pasti terkait dengan soal bursa dan kurs. Sedangkan Anda bilang tidak ada yang cepat....
Kalau mengenai duit itu sendiri, itu bukan regulasi pemerintah, tapi Bank Indonesia. Kalau kami ikut mengatur ke situ malah merusak sistem. Jadi tolong dilihat wilayah pemerintah apa. Kebijakan kami efeknya memang yang tidak langsung. Apa boleh buat.
Kalau ekspektasi orang terus menurun, bukankah berat juga? Sebab, apa pun yang dilakukan akan sia-sia karena bleeding-nya sudah terlalu berat. Adakah aturan baru yang nyata untuk itu, misalnya dengan tidak belanja dolar Amerika terlalu banyak?
Soal itu sudah masuk ke deregulasi. Instrumennya sudah dirancang jelas, jadi bukan tidak dipikirkan. Pemerintah tidak mendahulukan soal itu karena ada ironinya.
Pada dasarnya aturan itu akan membatasi kemampuan perusahaan swasta meminjam ke luar. Kalau buru-buru melakukan itu sekarang, lalu pinjaman jatuh temponya tiba-tiba turun, malah defisit. Jadi kami ingin soal itu disosialisasi dulu. Dan, kalau akan diberlakukan, ditentukan waktunya. Karena kalau pinjaman jatuh tempo kan penentunya di masa lalu. Kalau dihitung lebih banyak biaya yang jatuh tempo daripada yang bisa dipinjam kan malah defisit.
Mengapa paket kebijakan pemerintah berfokus pada deregulasi?
Sekarang ini filosofi perizinan kita sudah agak longgar, antara mana yang asli izin, mana yang syarat, dan standar yang harus dipenuhi. Yang seharusnya itu standar, norma, atau cara, agar lebih mudah dikendalikan birokrasi, akhirnya diubah jadi peraturan. Ini bisa dimengerti, walau dampaknya izin menjadi banyak, padahal aslinya hanya satu.
Secara sederhana, orang sering bilang, "Ya sudah cabut aja aturan izinnya, kan nanti itu hilang." Hal seperti itu tidak bisa. Karena kalau menghilangkan standar malah salah. Ini karena aturan satu dengan lainnya terkait. Nanti kalau kita cabut bisa-bisa ada produk yang tidak bisa "jalan" karena tercegat regulasi lain. Ini yang harus dibahas lebih mendalam, dan sekarang ini terus terang saja kami belum sampai di sana.
Jadi apa aturan di level tertinggi yang akan dideregulasi?
Peraturan pemerintah, tidak ada undang-undang. Makanya saya bilang kami belum masuk level mengubah fondasi kebijakan karena memang belum saatnya.
Ada regulasi baru?
Ada, yakni di koperasi. Ada usul membuat koperasi sebagai badan usaha yang profesional. Selama ini koperasi kan punya dua fungsi: ekonomi dan sosial. Nah, ini yang akan ditonjolkan adalah fungsi ekonominya. Akan ada pengaturan soal akuntansi, juga rapat umum pemegang sahamnya. Kedua, koperasi mulai membuka modal. Ini menarik karena, bagi usaha kecil dan menengah, lembaga yang paling kuat adalah koperasi. Kalau koperasi kuat sebagai alternatif pembiayaan dan trading house, tentu bagus. Apalagi kalau bisa menjadi mitra usaha, baik ke dalam maupun luar negeri. Kalau ini saja bisa dikembangkan, usaha mikro kecil dan menengah akan bisa bergerak.
Berapa persen sih peran koperasi dalam ekonomi saat ini?
Masih kecil, bahkan masih dianggap sebagai lembaga CSR karena fungsi sosialnya lebih ditonjolkan. Jadi kebijakan soal koperasi ini revolusioner.
Bagaimana dengan rencana semula deregulasi soal ekspor mineral?
Memang ada usul relaksasi untuk mengekspor ore atau bijih. Konsep berpikirnya adalah mereka yang membangun smelter pasti perlu cash flow. Kalau dia diberi insentif, misalnya kalau sudah bangun smelter paling tidak 30 persen di luar tanah dan bangunan, dia boleh mengekspor dalam jumlah tertentu. Nah, secara logika, ini betul pasti membantu. Tapi, ketika soal itu sudah dipersiapkan dan pengusahanya kami undang, mereka bilang "jangan". Kenapa? Karena katanya nanti itu tidak bisa dikendalikan. Faktanya, di lapangan tidak bisa dicek dan nanti semua bisa ekspor. Dan, kalau itu ditempuh, pembangunan smelter akan terbengkalai. Karena dia tidak punya advantage lagi, sementara manfaat mereka kan baru bisa mengekspor kalau sudah selesai. Tak adil juga bagi yang sudah bikin smelter duluan. Ada satu pengusaha yang setuju dan ngotot mau ekspor, tapi itu tidak representatif.
Usul deregulasi pelonggaran ekspor bauksit itu muncul dari mana?
Usul sebenarnya muncul saat Presiden mengumpulkan dunia usaha. Presiden lalu bilang coba dipelajari, maka lalu kami diskusikan. Tapi kemudian kesimpulannya drop.
Padahal jika boleh mengekspor kan devisa naik. Soal ini sudah ada kajian juga dari pemerintah?
Ada. Mereka tahu berapa bisa diperoleh uangnya, berapa juta dolar. Sebenarnya kami sudah mengumpulkan koordinat dari semua smelter itu, dilihat dari satelit. Tapi, setelah dilihat, muncul pertanyaan cara mengendalikannya. Nah, setelah kami simulasi, kesimpulannya lebih baik tidak.
Dari hitung-hitungan, sebetulnya signifikankah jika jadi deregulasi ekspor bauksit?
Kalau hitung-hitungan tidak terlalu signifikan, tapi ya ratusan juta dolar juga. Ini saya bilang begitu, kalau dibandingkan dengan harga yang ketika itu tinggi. Kedua, memang kami menghitung itu dasarnya bukan boleh ekspor. Tapi boleh ekspor bagi yang sudah punya smelter minimal 30 persen di luar tanah dan bangunan. Cuma, ya, daripada berantakan lagi, lebih baik drop.
Betulkah bakal tak bisa dikendalikan seperti klaim dunia usaha itu?
Para pemain ini malah bilang enggak bisa dikendalikan. Karena memang tadinya judul kebijakan adalah insentif untuk mempercepat pembangunan smelter. Tapi, kalau yang akan dikasih insentif enggak mau, masak kami ngotot?
Proses mitigasi paket kebijakan pemerintah rencananya sampai kapan?
Kami membuat perkiraannya sampai akhir Oktober. Tahap kedua pengumuman diperkirakan pada minggu keempat September. Sebetulnya sebagian besar materinya sudah selesai. Hanya memang membutuhkan waktu lebih lama karena itu mengenai peraturan pemerintah. Bahkan tadi siang sebenarnya kami masih rapat membahas status peraturan pemerintah dari Kementerian Keuangan, yang diharapkan berdampak cukup banyak.
Karena kita selama ini kan selalu merasa ganjil, kok dari dulu mengekspor ke Singapura tapi mereka yang dapat banyak. Misalnya hasil bumi, dia membuat storage yang baik, memberikan label dan standardisasi, sehingga ada kepercayaan konsumen pada merek. Nah, sekarang ini semakin disadari perlunya membangun pusat logistik untuk membantu soal itu.
Bagaimana konkretnya?
Ketika kita mengimpor barang cair, semestinya kan tidak harus menumpuk di pelabuhan, tapi langsung masuk pusat logistik. Nah, kalau barang dari luar belum masuk ke dalam negeri, dia masih bisa menyortir. Begitupun untuk ekspor. Hasil produk usaha kecil dan menengah, misalnya, bisa disortir, diberi merek di situ, baru diekspor.
Mungkin selama ini soal itu tidak terlalu diperhatikan karena dianggap lewat Pelabuhan Tanjung Priok sajalah semuanya. Padahal tidak bisa. Adanya pusat-pusat logistik akan membuat kualitas produk semakin baik dan melahirkan entrepreneur baru. Untuk ini memang diberi insentif supaya menarik bagi dunia usaha.
Tapi kan kondisi di dermaga kita tidak mendukung?
Iya, karena dipakai untuk kebutuhan yang lain-lain. Padahal, pada 1970-an, Pelabuhan Tanjung Priok pernah digunakan untuk ekspor sapi.
Kenapa dunia usaha diutamakan?
Karena memang ekonomi kita sedang melambat, dan itu harus ada penanganan khusus. Konsepnya, kalau ekonomi lambat, ya, cari jalan untuk mendorongnya. Tapi, kalau you mengharapkan dunia usaha mengambil inisiatif sendiri, biasanya tidak kejadian. Mereka memilih wait and see. Nah, bagaimana bisa mengubah persepsi itu? Ya, dengan memberikan kebijakan yang mendorong dunia usaha karena merekalah sesungguhnya penggeraknya.
Ketika indeks bursa jatuh, yang dibutuhkan kan dana segar berupa dolar. Kenapa soal itu tidak jadi yang terdepan?
Dana segar itu dari mana? Nah, itu makanya bisa ada jalan meminjam. Tapi, kalau tidak ada proyeknya sedangkan you pinjam, kan lucu itu. Atau kemungkinan lain, mengundang investor. Ini lagi wait and see. Kedua, dengan mendorong proyek-proyek strategis yang tidak didasarkan pada perkembangan bisnis sekarang. Bisa berupa pembangkit listrik atau kereta api cepat--walau jangan yang seperti kemarin. Juga pembangunan jalan tol dan pelabuhan. Yang begitu bisa walaupun situasi sedang slow down, apalagi lalu ada investor dari luar yang di-back up negara untuk bekerja sama dengan dunia usaha kita.
Intinya adalah dana yang masuk itu tetap ada "tuan"-nya, ada underlying-nya. Enggak bisa masuk begitu saja. Nah, yang dikerjakan ini kelihatannya tidak langsung untuk mengundang uang masuk, tapi sebenarnya mendorong perekonomian.
Apa target akhir tahun ini?
Kita harus tenang. Sebetulnya gonjang-ganjing ekonomi ini akan berjalan bukan dalam waktu singkat saja. Karena tidak mungkin Amerika menaikkan suku bunga sekaligus. Dan, untuk menjadi sekitar 2 persen, butuh beberapa tahapan. Saya juga tidak yakin Amerika sedemikian hebat sehingga tiap enam bulan akan menaikkan bunganya. Ada kemungkinan mereka malah akan menunda.
Dari pertemuan G-20 yang terakhir, saya mendengar semua negara meminta Amerika menaikkan suku bunganya sekarang saja, karena kalau ditunda-tunda kita yang susah. Jadi jangan membayangkan akhir tahun kita mulai tenang-tenang. Tidak! Mungkin yang akan kami lakukan tidak sama antara sekarang dan tahun depan. Tapi kami harus siap-siap untuk memelihara endurance. Ada situasi tertentu. Jadi baik soal investasi maupun deregulasinya harus ditata sehingga kita punya amunisi terus.
Ini targetnya pada investasi existing atau baru?
Investasi baru. Tidak semua perlu aturan baru, tapi beberapa aturan bisa membuka peluang untuk investasi baru. Misalnya kita membangun kilang minyak terakhir kan tahun 1993. Kami sudah punya rancangan aturannya seperti apa, tapi belum tahu akan keluar kapan. Penyebabnya, kami melihat Pertamina tidak cukup semangat melakukannya karena profitnya kecil. Kalau begitu, kami bikin jalan supaya profit yang kecil itu ada suplemennya sehingga jadi lebih baik.
Bukan kali ini saja pemerintah "memaksa" Pertamina membangun kilang....
Kami buka saja pintunya, enggak harus Pertamina. Kelihatannya kami akan buka pintunya untuk swasta.
Soal kereta cepat, Presiden dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno membuka sinyal rencana proyek itu akan dilanjutkan. Sebenarnya standing position pemerintah seperti apa?
Pertanyaannya, kereta cepatnya itu di sini seperti apa?
Rini bilang 250-350 kilometer per jam....
Itu bukan kereta cepat. Kereta cepat itu paling tidak 350 kilometer per jam. Kami kan memang bilang kalau mau bikin kereta cepat silakan, tapi tidak dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Penyertaan modal negara juga tidak boleh?
Tidak boleh! Kalau penyertaan modal untuk yang lain lagi, deh. Jadi, kalau dibilang peluang pembangunan kereta cepat itu masih ada, ya, cepatnya itu berapa?
Pembebasan lahan bukannya pakai badan layanan umum?
Setahu saya semua BUMN.
Keputusan dalam rapat awal bulan ini, yang juga dihadiri Anda, beserta menteri-menteri bidang ekonomi, seperti apa?
Waktu itu sudah bulat. Rapat sepakat, tanpa dissenting opinion.
Bukannya Rini sampai sekarang masih dissenting opinion?
Awalnya iya. Tapi dengan adanya ini kan kami menganggap sudah putus, bulat ditolak.
Saat rapat, katanya Anda meminta Rini tidak take aside dulu?
Sama sekali tidak.
Keesokan harinya, peserta yang ikut rapat soal kereta cepat menghadap Jokowi. Tapi Rini tidak ikut karena memilih datang ke Dewan Perwakilan Rakyat. Mengapa?
Bu Rini bilang begini, "Pak Darmin, saya itu rawan sekali kalau berhadapan dengan DPR. Mereka selalu cari kesempatan menyerang saya. Kalau saya enggak datang, nanti ada lagi alasannya. Jadi mending saya ke sana saja." Saya jawab silakan.
Mengenai perkembangan infrastruktur, apakah Kementerian Koordinator Perekonomian sudah mengusulkan penerbitan peraturan presiden?
Soal itu masuk paket kebijakan. Tapi bukan yang tadi, karena membutuhkan diskusi yang jauh lebih banyak. Kami ingin supaya masalah administratif jangan dicari-cari untuk dijadikan perbuatan kriminal. Kecuali memang ditemukan sesuatu, misalnya aliran dana yang diduga hasil korupsi.
Pembahasannya perlu berapa lama lagi?
Mungkin dua putaran lagi. Draf di level internal sudah jadi, tapi kami masih harus undang banyak instansi.
Darmin Nasution
TEMPAT DAN TANGGAL LAHIR: Tapanuli Utara, 21 Desember 1948 | KARIER: Menteri Koordinator Perekonomian(2015), Gubernur Bank Indonesia (2010-2013), Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (2009-2010), Direktur Jenderal Pajak (2006-2009), Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (2005-2006), Direktur Jenderal Lembaga Keuangan (2000-2005) | PENDIDIKAN: S-1 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, S-2 Paris-Sorbonne University, S-3 Paris Sorbonne University | ORGANISASI: Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (2009-2012)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo