Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Heru Winarko: Saya akan memiskinkan Pengedar

HERU Winarko tengah mengurus penangkapan Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun, terkait dengan dugaan suap saat seorang pejabat Istana meneleponnya, Rabu sore, 28 Februari lalu.

25 Maret 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Heru Winarko: Saya akan memiskinkan Pengedar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HERU Winarko tengah mengurus penangkapan Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun, terkait dengan dugaan suap saat seorang pejabat Istana meneleponnya, Rabu sore, 28 Februari lalu. Sang penelepon mengabarkan bahwa Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi itu ditunjuk sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional.

Heru, 55 tahun, mengaku kaget terhadap penunjukan itu. Pimpinan Kepolisian RI dan KPK memang pernah menanyakan kesanggupannya menjadi Kepala BNN, menggantikan Budi Waseso, seniornya di kepolisian, yang pensiun. Tapi, tetap saja, Heru tidak bisa tidur malam itu. Dia kepikiran penugasan barunya. "Kok, saya jadi Kepala BNN, ya?" katanya.

Mantan Kepala Kepolisian Resor Jakarta Pusat itu memang lebih banyak berkecimpung di bidang tindak pidana ekonomi khusus dan korupsi. Sebelum menjadi Kepala Kepolisian Daerah Lampung pada 2012, Heru bertugas di Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus serta Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri. "Tapi, seumur-umur, saya di reserse. Dulu reserse juga membawahkan unit narkoba," ujar Heru, yang dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada 1 Maret lalu. Pangkatnya naik dari inspektur jenderal menjadi komisaris jenderal.

Senin pekan lalu, Heru menerima wartawan Tempo Indri Maulidar, Angelina Anjar, dan Reza Maulana di kantornya di Cawang, Jakarta Timur. Didampingi juru bicara BNN, Komisaris Besar Sulistiandriatmoko, Heru menjelaskan perseteruan antara penyidik internal KPK dan penyidik dari kepolisian di KPK serta kedekatannya dengan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, yang pernah menjadi atasannya. Sulistiandriatmoko ikut menjawab beberapa pertanyaan.

Apa pesan Presiden saat melantik Anda?

Perintah Presiden adalah mengurangi suplai narkotik yang masuk, pengguna baru, serta pemakai lama yang sudah sembuh tapi kembali menggunakan narkotik. Setelah pelantikan, beliau hanya senyum-senyum.
Siapa yang mengabari bahwa Anda yang dipilih?
Orang Istana menelepon sehari sebelum pelantikan. Saat itu saya berada di kantor sampai malam. Kalau anak-anak sedang OTT (operasi tangkap tangan), saya memang tidak pulang. Karena itu, saat pelantikan, saya agak kuyu karena kurang tidur. Rasanya seperti ingin jatuh. Apalagi saya sudah lama tidak ikut upacara.
Pernah dipanggil Presiden sebelum dilantik?
Tidak. Saya langsung dilantik.
Sebagian kalangan mempertanyakan latar belakang Anda yang lebih banyak menangani kejahatan ekonomi dan korupsi.…
Seumur-umur, saya di reserse. Saat lulus Akademi Kepolisian pada 1985, saya langsung menjadi Wakil Kepala Satuan Reserse Polres Bandung karena berhasil mengungkap sindikat sepeda motor di Cimahi, Jawa Barat. Biasanya lulusan jadi Pamapta (perwira di Satuan Samapta Bhayangkara). Saya juga pernah menjadi Kepala Satuan Reserse Polres Jakarta Utara. Dulu narkoba berada di bawah kepala satuan reserse. Baru pada 2000-an dipisah. Jadi saya cukup tahulah masalah narkoba.
Tapi penanganan kasus narkotik di BNN kan lebih khusus?
Ya, tapi di sini banyak ahli. Saya akan banyak belajar dari mereka.
Kapan Anda mulai rapat dengan para deputi BNN?
Hari pertama sampai ketiga, saya banyak eksplorasi. Saya minta diajari oleh para deputi. Hari kelima, saya harus ke Wina untuk menghadiri konferensi Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan, UNODC. Tiga hari di sana, saya harus kembali pada 16 Maret untuk mempersiapkan program-program BNN. Tadi pagi, di depan para anggota staf, saya sampaikan semua harapan saya pada kantor ini. Kami harus saling mengisi.
Apa perbedaan yang Anda rasakan antara KPK dan BNN?
Di KPK, kami bekerja sampai larut malam. Di BNN, di atas pukul 17.00 kantor sudah sepi. Hanya divisi-divisi tertentu yang bekerja sampai malam.
Apa yang Anda bawa dari KPK?
Di sini, semuanya sudah tertata rapi. Saya tinggal merumuskan apa yang akan menjadi fokus kantor ini, misalnya rehabilitasi. Jadi kami harus kompak.
Anda memilih rehabilitasi dibanding penindakan?
Semuanya harus berjalan bersamaan. Terkait dengan rehabilitasi, mengobati pengguna sebenarnya tidak terlalu sulit. Yang menjadi permasalahan, pengguna lebih senang masuk lembaga pemasyarakatan daripada direhabilitasi.
Mengapa?
Rehabilitasi kan mengajak orang sembuh. Tidak semua pengguna mau sembuh.
Berapa banyak pengguna yang sudah sembuh tapi kembali menggunakan narkotik?
Sekitar 20 persen dari 15 ribu pengguna yang menjalani program rehabilitasi kami.
Berapa target rehabilitasi tahun ini?
Akan kami tingkatkan menjadi 20-22 ribu pengguna. Tapi kapasitas tempat rehabilitasi kami baru 18 ribu. Karena itu, kami akan memperbanyak tempat rehabilitasi. Kami memiliki 127 tempat rehabilitasi. Tahun ini kami akan membangun 23 lagi. Kami berharap keluarga-keluarga melapor jika anaknya terjerat narkoba agar bisa direhabilitasi. Kalau tidak melapor, mereka malah bisa ikut terkena pasal.
Mereka tidak melapor karena takut dikenai hukuman.…
Sulis: Tidak akan diproses secara hukum kalau melaporkannya secara sukarela. Sebenarnya isu-isu seperti itu berasal dari bandar. Mereka berusaha menakut-nakuti agar para pengguna tidak sembuh.
Heru: Kami perang opini juga dengan para bandar. Kalau pengguna bisa dikumpulkan menjadi satu, mereka lebih mudah menjualnya.
Terpidana hukuman mati tetap menjalankan jaringannya. Apakah hukuman mati tidak efektif?
Karena mereka memiliki peluang mengajukan permohonan peninjauan kembali berulang kali. Sanksi bagi mereka harus lebih keras lagi.
Apa hukuman yang lebih berat dari hukuman mati?
Salah satu cara lewat pemiskinan. Saya mau bikin miskin semua pengedar. Saya sudah melakukannya saat menjadi Kapolda Lampung.
Bagaimana caranya?
Dengan menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang. Hartanya disita, asetnya yang tersembunyi dikejar. Bisa dilacak lewat perbankan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan Badan Pertanahan Nasional.
Anda akan mewujudkan ide Budi Waseso membangun penjara yang dikelilingi buaya?
Ha-ha-ha.... Itu kewenangan Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan. Kami hanya memberi masukan. Terkait dengan infrastruktur, saya usul agar bangunan LP ditinggikan. Di luar negeri, bangunan LP tinggi, enam-tujuh lantai. Di sebelah LP, saya usulkan dibangun tempat rehabilitasi. Kalau perlu, sistem ini distandardisasi oleh Organisasi Standardisasi Internasional (ISO).
Anda setuju pemberantasan narkotik dengan menembak mati pengedar seperti di Filipina?
Kami mengikuti aturan hukum. Ada hak asasi manusia. Tapi, kalau mereka melawan, kami harus mengambil langkah. Saat saya bertugas di Lampung, ada pengedar yang membawa dua pistol. Akhirnya disikat oleh anak buah saya. Lebih kurang ajarnya lagi, dia menyuruh anaknya yang berjualan.
Bagaimana menangani merebaknya narkotik di kalangan selebritas?
Lebih ke pencegahan. Kadang-kadang sistem kejar tayang membuat para pekerja film bekerja hingga pagi hari. Supaya tetap bugar dan terlihat cantik, mereka memakai narkoba.
Ada anggapan BNN menangkapi selebritas pengguna narkotik hanya untuk meraih sorotan.…
BNN tidak pernah menangkap artis. Mereka adalah pengguna, sehingga yang bertugas menangkap adalah polisi. Kami lebih berfokus pada sindikat. Karena itu, barang bukti kami tidak pernah kecil. Untuk tahun ini, kami menargetkan 26 sindikat bisa terungkap.
Tahun lalu, berapa sindikat yang bisa diungkap?
Sulis: Ada 24 sindikat.
Sindikat internasional?
Ya. Sebanyak 70-80 persen narkoba berasal dari luar negeri. Karena itu, kalau hanya terus-menerus bertahan, kita akan kewalahan. Saya ingin menambah strategi ke luar. Di Wina, saya secara bilateral bertemu dengan delegasi Singapura dan Malaysia. Saya mengatakan warga Indonesia yang ada di Singapura dan Malaysia cukup banyak. Warga Singapura dan Malaysia yang ada di Indonesia pun cukup banyak. Karena itu, kalau kita tidak bersama-sama mengatasi masuknya narkoba ke wilayah regional, warga mereka juga akan menjadi korban.
Bagaimana bentuk kerja samanya?
Pertukaran data dan informasi. Terkait dengan itu, kami baru saja membentuk satuan tugas interdiksi pelabuhan ASEAN. Semua negara ASEAN terlibat.
Seperti apa cara kerjanya?
Berbagi data dan informasi intelijen untuk melacak sindikat narkoba.
Banyak narkotik yang masuk dari Cina. Bagaimana kerja sama dengan mereka?
Saat di Wina, saya juga bertemu dengan delegasi Cina, sekretaris jenderal badan narkotik nasional Cina. Pada prinsipnya, kami akan saling membantu dan berbagi informasi.
Apa hasil pemeriksaan 162 ton bahan baku obat ilegal di Timor Leste yang diduga akan diedarkan ke Pulau Jawa?
Ada 18 jenis bahan baku obat, bukan narkotik. Memang ditemukan karisoprodol, salah satu bahan baku pil PCC (obat keras yang bisa menyebabkan halusinasi). Kami tidak bisa menanganinya. Tapi polisi bisa, dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Bagaimana perkembangan revisi Undang-Undang Narkotika?
Rapat terakhir (dua pekan lalu) menyebutkan target revisi, termasuk bagaimana penggolongan baru narkotik.
Seperti apa penggolongan narkotik diatur dalam revisi ini?
Sulis: Kami ingin narkotik digolongkan secara lebih makro, yakni depresan, stimulan, dan halusinogen, seperti di Jepang. Kalau narkotik itu sudah masuk ke salah satu gugus besar tersebut, pelakunya langsung bisa divonis. Nantinya ancaman hukuman bergantung pada tingkat ketergantungannya.
Aturan saat ini seperti apa?
Sulis: Dalam aturan saat ini, narkotik dibedakan menjadi golongan I, II, dan III. Ada 65 jenis narkotik yang masuk ketiga golongan itu, tapi terdapat 71 jenis narkotik yang sekarang beredar. Artinya, ada enam jenis narkotik yang tidak termasuk ketiga golongan itu sehingga pemiliknya tidak bisa diapa-apakan. Keenam jenis itu termasuk golongan sintetis. Yang paling banyak beredar adalah cannabinoid atau ganja sintetis, katinon sintetis, dan gabungan ganja sintetis dengan katinon sintetis. Untuk memasukkan narkotik jenis baru itu, BNN harus melakukan tes laboratorium yang hasilnya masih harus dites lagi oleh Kementerian Kesehatan untuk menentukan golongannya. Nantinya pengambilan keputusan ada pada Kementerian Kesehatan. Ini yang lama.
l l l
Apakah Anda masih sering berkomunikasi dengan pimpinan KPK?
Masih. Saya bersahabat dengan semuanya.
Paling dekat dengan siapa?
Semuanya dekat. Dengan Pak Agus (Rahardjo, Ketua KPK) juga dekat, teman nge-band. Kami biasa bermusik bersama di kantor KPK.
Apakah pimpinan KPK meminta pertimbangan Anda untuk mengisi jabatan Deputi Penindakan yang masih kosong?
Tidak.
Anda mengenal Brigadir Jenderal Toni Harmanto, Brigadir Jenderal Firly, dan Brigadir Jenderal Abdul Hasyim Gani yang jadi kandidat pengganti Anda?
Kenal. Mereka semua binaan saya dan bagus-bagus. Saat saya menjadi Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Pak Toni adalah salah satu kepala unit di direktorat saya. Kalau Pak Firly, lebih lama lagi. Dia bekas anak buah saya di Bandung.
Di antara tiga nama itu, siapa yang paling pas jadi Deputi Penindakan?
Saya, ha-ha-ha....
Sepertinya pikiran Anda masih di KPK.…
Iya, ha-ha-ha.... Kadang-kadang saya merasa masih belum move on. Pikiran saya masih di sana. Untungnya orang-orang KPK masih sering ke sini. Mereka bilang kangen.
Saat temu kangen membicarakan calon pengganti Anda?
Tidak.
Sewaktu Anda di KPK, mencuat friksi antara penyidik internal dan penyidik dari kepolisian, termasuk perseteruan Novel Baswedan dengan Direktur Penyidikan Brigadir Jenderal Aris Budiman. Tanggapan Anda?
Itu sekadar dinamika antarpegawai. Bagi saya, itu biasa. Yang penting, walaupun punya masalah, mereka tetap bekerja. Lagi pula masalah antara Novel dan Aris sudah selesai. Pimpinan KPK sudah memberi sanksi.
Pernah mencoba mendamaikan kedua kubu tersebut?
Mereka kompak, nge-band bersama, main voli bersama, main basket bersama, hingga menangani kasus bersama. Mereka saya campur dalam satu tim yang terdiri atas empat orang. Dengan berbeda latar belakang, mereka bisa saling check and balance.
Namun kabar perseteruan itu santer sekali....
Itu hanya kabar di luar. Tidak ada, kok.
Mungkinkah friksi terjadi di level bawah tanpa Anda sadari?
Tidak. Saya tahu mereka semua. Terkadang, saat mereka stres, mereka mengeluh kepada saya, mengobrol sampai malam di ruang kerjanya. Tidak ada masalah.
Ketika Anda dilantik menjadi Deputi Penindakan KPK, Luhut Binsar Pandjaitan datang. Seberapa dekat hubungan Anda dengan Luhut?
Saya dekat dengan semua orang. Tapi yang menarik saya ke Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan adalah Pak Tedjo Edhy Purdjiatno (Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang menjabat pada 2014-2015, sebelum digantikan Luhut).
Apa reaksi Luhut ketika Anda masuk KPK?
Beliau baru tahu setelah saya dilantik. "Lho, kamu ke KPK?" Saya masuk KPK lewat tes. Open bidding, diseleksi pihak ketiga.
Kapan terakhir bertemu dengan Luhut?
Saat pelantikan di Istana. Saat itu, Pak Luhut mengatakan, "Akhirnya bintang tiga juga lo." Ha-ha-ha.… Saya pernah dikerjai oleh beliau. Saat kebakaran hutan 2015, Singapura datang dan komplain kepada Pak Luhut. Waktu itu beliau baru masuk di Kemenkopolhukam. Tapi hanya satu menit mereka bertemu dengan Pak Luhut karena beliau langsung mengatakan, "Oke, staf ahli saya ya yang handle." Busyet, saya dites.
Benarkah Anda orangnya Luhut?
Saya bukan orang siapa-siapa. Saya adalah saya. Saya ingin bekerja saja. Saya capek mengurusi gosip. Kalau banyak yang tidak suka kepada kita, mau bagaimana lagi? Kan, tidak mungkin semua orang suka sama kita.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus