Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Koruptor Tak Mungkin Sendiri

14 Oktober 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terbongkarnya kasus suap Akil Mochtar dua pekan lalu betul-betul mengguncangkan Indonesia dan membikin banyak pihak meradang. Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi itu dengan dugaan menerima suap sekitar Rp 3 miliar. Media nasional dan internasional kontan menempatkan Akil sebagai kepala berita dan siaran utama mereka. Daya tarik berita ini memang luar biasa: untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia, seorang hakim dengan level setinggi dan sepenting itu kedapatan menerima suap dengan terang—di rumah dinas pula.

KPK langsung menciduk Akil serta para tersangka penyuap: anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar, Chairun Nisa; pengusaha tambang Cornelis Nalau; serta Hambit Bintih, inkumben pemilihan Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Pesaing Hambit menggugat kemenangan sang Bupati ke Mahkamah Konstitusi.

Akil tak hanya terjungkal oleh godaan dari daerah-daerah nun jauh. Dia juga ditetapkan KPK sebagai tersangka suap sengketa pemilihan Bupati Lebak, Banten. Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan—suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany—dan pengacara Susi Tur Andayani menjadi tersangka penyuap dan telah dikirim ke tahanan. KPK juga mencegah Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, yang dipandang sebagai saksi penting dalam perkara adik lelakinya.

Dua hari setelah penangkapan Akil, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar rapat dengan semua pemimpin lembaga negara—minus Mahkamah Konstitusi—di Istana Negara. Yudhoyono berencana menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) tentang persyaratan, aturan, dan mekanisme seleksi hakim konstitusi sebagai salah satu agenda penyelamatan MK. "Respons cepat negara memang sangat diperlukan dalam kasus ini," ujar Mahfud kepada Tempo.

Selepas pecahnya aib besar ini, banyak yang mendesak Mahfud, sebagai bekas Ketua MK, agar turut bertanggung jawab. Apalagi sejumlah dokumen dan keterangan saksi menyebutkan Akil menerima setoran sejak menjadi hakim konstitusi pada masa kepemimpinan Mahfud, yang berakhir pada 1 April 2013. Mahfud juga dituding melindungi Akil selama masa dinasnya.

Salah satunya ketika Akil—mantan politikus Partai Golkar—dituduh menerima suap dalam sengketa pemilihan Bupati Simalungun, Sumatera Utara, pada 2009. Ada yang bahkan mencurigai Mahfud ikut "bermain" dalam kasus tersebut. Tak mengherankan bila muncul pertanyaan tentang penunjukan Mahfud sebagai salah satu anggota Majelis Kehormatan. Tugas majelis ini memeriksa dugaan pelanggaran etik Akil.

Mahfud mengaku sangat terpukul oleh penangkapan bekas koleganya dan membantah tuduhan miring kepadanya. "Saya tidak pernah menerima suap," ujarnya. "Tapi, kalau ada yang merasa pernah memberi, silakan muncul dan sampaikan. Saya akan menggantinya dua kali lipat secara kontan sebelum saya ke KPK," kata Mahfud.

Senin pekan lalu, wartawan Tempo Agoeng Wijaya, Iqbal Muhtarom, dan Purwani Diyah Prabandari menemui Mahfud di kantor Yayasan 135 di kawasan Matraman Dalam, Jakarta Pusat. Di kantor ini, tim pemenangan Mahfud untuk presiden 2014 telah bekerja sejak Mei lalu. Di tengah jadwalnya yang padat, dia menyisihkan waktu 80 menit untuk meladeni wawancara ini.

Apa sebenarnya target Majelis Kehormatan memeriksa saksi-saksi kasus Akil Mochtar?

Majelis Kehormatan bekerja untuk menilai dugaan pelanggaran etik oleh Akil Mochtar. Kalau menunggu pidananya selesai, bisa sampai satu setengah tahun, dari pengadilan negeri, banding, hingga kasasi. Majelis harus bertindak cepat memberhentikan yang bersangkutan demi nama baik lembaga sekaligus untuk mengisi kekosongan kepemimpinan.

Penetapan Akil sebagai tersangka suap oleh KPK otomatis menunjukkan dia telah melakukan pelanggaran etik. Apa perlunya Majelis Kehormatan memeriksa lagi pelanggaran etik?

Memang benar, kalau sudah tertangkap, masuk pidana, dengan sendirinya ada pelanggaran etik. Tapi kan belum ada produk aturan atau ketetapan dari lembaga ini yang menyatakan Akil melakukan pelanggaran etik. Majelis Kehormatan yang akan menyatakannya setelah pemeriksaan.

Apa hasil sementaranya?

Ada satu yang signifikan dan tampaknya bisa dikaitkan dengan pelanggaran etik yang serius. Yaitu, pada 9 Juli lalu, Chairun Nisa ke Mahkamah Konstitusi menemui Akil. Ini sudah bisa dikaitkan materinya, ada logikanya, meski harus didalami lagi. Bagaimana caranya, kami akan lihat penjelasan KPK dan Akil.

Apakah semua sidang Majelis Kehormatan dibuka untuk publik?

Ya. Kecuali mungkin ketika memeriksa Akil dan mendengar keterangan KPK.

Dengan pemeriksaan terbuka, dia bisa membela diri terhadap publik....

Ya, dan saya berharap, dengan pemeriksaan terbuka, dia mau menyebut siapa saja yang terlibat.

Kira-kira berapa lama Majelis bisa menyelesaikan tugas ini?

Menurut peraturan, kami harus menghasilkan putusan paling lama dalam 90 hari kerja. Tapi kami sepakat menuntaskannya dalam tiga minggu, paling lama sebulan.

Banyak yang menuntut Anda mundur dari Majelis Kehormatan karena dipandang punya kedekatan dengan Akil.

Tidak, saya tidak pernah bertemu dengan Akil di luar gedung MK, bahkan untuk makan bersama. Bagi saya, dia sama dengan hakim lain.

Ada komentar terhadap info ini: Anda ikut mengatur agar Akil terpilih menggantikan Anda sebagai Ketua MK?

Akil dipilih pada 5 April 2013 dan saya berhenti dari Mahkamah Konstitusi pada 1 April 2013. Saya sudah keluar empat hari sebelum pemilihan. Bagaimana caranya saya mempengaruhi hakim lain untuk memilih Akil? Anggapan itu sama sekali tidak benar. Orang mengaitkan saya karena dulu saya gencar meminta Refly Harun membuktikan tuduhannya terhadap Akil. Dan saya membela Akil sebelum tuduhan itu terbukti. Saya juga yang mengantarkan dia ke KPK. Makanya terkesan saya dekat dengan dia. Yang saya lakukan waktu itu adalah membela kehormatan MK.

Mengapa Anda mengumumkan nama-nama saksi kasus Refly Harun-Akil pada 2009 kepada publik sehingga mereka ketakutan?

Itu soal perbedaan pendekatan saja. Ketika itu, tiga dari tuduhan Refly Harun tak ada yang terbukti. Pertama, calon Gubernur Papua tak berani beperkara karena tidak membayar uang, padahal saat itu tidak ada pemilihan Gubernur Papua. Kedua, katanya dia bertemu dengan orang yang mengaku membayar MK untuk beperkara sampai Rp 15 miliar. Sesudah ditanya, orang tersebut ternyata berbicara dalam seminar, dan dia sudah tidak ingat lagi siapa orangnya. Terakhir ketika dia melihat sendiri ada orang yang mau memberikan uang kepada salah seorang hakim konstitusi.

Yang terakhir itu kasus sengketa pemilihan kepala daerah Simalungun. Bupati Jopinus Ramli Saragih mengaku membayar Rp 1 miliar....

Ya. Masalahnya menjadi tidak jelas karena ternyata orang itu adalah klien Refly. Saragih ini dicari, tidak ketemu, sopirnya juga tidak berani bicara. Tim investigasi independen melapor ke saya. Saya tahu cara memanggil paksa orang ini, yaitu dengan mengumumkan ke publik. Baru kemudian Saragih muncul dan dikonfrontasi dengan Akil dan Refly, dengan disaksikan banyak orang. Ternyata tak ada yang bisa membuktikannya sampai hari ini. Menurut Anda, apa ada yang lebih tepat saya lakukan sebagai Ketua MK untuk mengungkap kasus itu?

Kini muncul orang-orang yang mengaku pernah membayar Anda. Bahkan ada yang mengaku pernah melaporkan Anda ke KPK.

Kemarin memang ada berita di televisi. Ada seseorang bilang saya menerima uang dari lawan politiknya dan pernah melaporkannya ke KPK. Kasusnya sengketa pilkada Mandailing Natal, Sumatera Utara. Kasus itu saya tidak ingat, yang memeriksanya juga bukan saya. Makanya saya kemarin datang ke KPK, menanyakan soal laporan itu.

Apa hasilnya?

Ternyata tidak ada. Kalau memang pernah ada laporan, kalau benar selama saya menjadi Ketua MK, ada yang memberi saya uang baik secara langsung maupun melalui orang lain atau rekening tertentu, asalkan bisa diidentifikasi orangnya, akan saya ganti kontan dua kali lipat sebelum saya masuk ke KPK. Silakan, muncul saja! Bilang lewat siapa dia memberi saya uang.

Akibat kasus Akil, banyak yang mempersoalkan putusan MK terdahulu. Bagaimana menurut Anda?

Secara moral sampai hari ini saya percaya, putusan sebelum Akil memimpin MK relatif bersih. Orang yang merasa tahu ada penyuapan, atau dia menyuap sendiri, harus muncul. Putusan itu memang tidak akan berubah seumpama diungkap, jadi orang itu juga tidak akan rugi.

Kini muncul banyak kesaksian setoran dana kepada hakim Akil semasa kepemimpinan Anda. Selama lima tahun bekerja sama, Anda tak pernah mencurigai dia?

Saya tidak punya firasat. Menurut saya, dia baik dalam pengertian profesional. Cuma memang dikenal urakan di depan sidang. Selain itu, setiap rapat kalau membaca berita ada yang tertangkap KPK, saya bilang kepada para hakim, "Seseorang tak mungkin lolos kalau sudah ditangkap KPK. Kita harus jaga mahkamah ini."

Apa tanggapan Akil?

Tanggapannya selalu sama, bahwa dia sudah tua, kariernya sudah tinggi dibanding orang sekampungnya, dan dia tinggal mengabdi kepada bangsa dan negara. Dia bilang begitu berkali-kali. Semua hakim tahu, sehingga tidak ada yang curiga sampai Akil tertangkap kemarin.

Kami punya laporan transaksi Rp 250 juta dari Susi Tur Andayani ke rekening Akil tertanggal 5 Agustus 2010. Saat itu, Susi pengacara sengketa pilkada Lampung Selatan yang dimenangkan oleh MK sehari sebelumnya. Saat itu, Anda masih Ketua MK.

Saya tidak ingat perkara Lampung Selatan. Okelah bisa saja itu lepas dari pengamatan. Yang bisa mengawasi seperti itu kan bukan Ketua MK. Dari mana Ketua MK mengawasi rekening orang? Silakan diusut saja.

Jimly Asshiddiqie bilang, sebagai Ketua MK, Anda juga harus bertanggung jawab karena gagal membina hakim, termasuk Akil.

Begini. Pak Jimly itu orang paling pintar di dunia. Ketika Wardiman Djojonegoro menjadi Menteri Pendidikan, kayaknya dia—sebagai staf ahli—yang menjadi "menteri" yang mengurus semua. Karena itu, kalau Jimly mengatakan seperti itu, harus dipercaya, ha-ha-ha....

Menurut Anda, apakah Majelis Kehormatan bisa menemukan indikasi keterlibatan hakim MK yang lain dalam kasus suap Akil?

Mungkin saja. Kalau mendengar pernyataan Samad (Ketua KPK Abraham Samad) keyakinan saya sama: tikus tidak mungkin jalan sendiri. Kalau Anda melihat tikus di pojok situ, pasti ada temannya. Enggak ada tikus yang sendirian. Koruptor itu kan lambangnya tikus, pasti ada temannya juga. Pasti ada orang lain. Kita lihat perkembangannya nanti. Meskipun saya juga membayangkan satu per satu hakim konstitusi saat ini, siapa ya? Selama yang saya kenal, mereka orang baik-baik. Tapi masalah ini sudah terjadi, jadi dibuka saja semua.

Presiden Yudhoyono tidak mengundang delapan hakim konstitusi untuk turut membahas langkah penyelamatan MK. Apa pendapat Anda?

Saya setuju dengan langkah penyelamatan yang digagas Presiden. Meskipun setuju tidak selalu sama dengan mendukung. Respons negara memang diperlukan untuk mengatasi MK sekarang. Tapi saya termasuk yang menyayangkan mengapa MK tidak dilibatkan. Mahkamah ini masih lembaga negara dan punya ketua, yang dijabat wakilnya jika ketua berhalangan. Mereka seharusnya diundang. Kalau tidak, berarti mereka menempatkan MK sebagai institusi yang sudah bersalah. Padahal kasusnya kan masih soal Akil Mochtar, dan belum jelas apakah hakim lain terlibat.

Ada wacana Komisi Yudisial mengawasi hakim MK. Anda setuju?

Saya setuju harus ada lembaga pengawas terhadap MK. Tapi peran itu tidak bisa diberikan kepada Komisi Yudisial. Menurut putusan MK pada 2006—zaman Jimly—KY tidak bisa mengawasi hakim konstitusi. Kalau sekarang mau memberikan kewenangan itu kepada KY, konstitusinya harus diubah.

Tidak bolehkah hanya lewat undang-undang atau perpu?

Tidak boleh. Saya berpendapat, mengapa tidak dibentuk saja majelis kehormatan permanen. Di dalamnya bisa masuk unsur Komisi Yudisial, perguruan tinggi, masyarakat, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi. Kalau sampai diberlakukan KY mengawasi hakim konstitusi, nanti semua putusan Mahkamah Konstitusi mudah ditorpedo lewat undang-undang atau perpu. Hancurlah negara ini.

Mahfud Md.
Tempat dan tanggal lahir: Sampang, Madura, 13 Mei 1957

Pendidikan:

  • S-1 Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia
  • S-1 Sastra Arab Universitas Gadjah Mada
  • S-2 Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
  • S-3 Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada

    Pekerjaan:

  • Dosen dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (1984-sekarang)
  • Menteri Pertahanan (2000-2001)
  • Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (2001)
  • Ketua Mahkamah Konstitusi (2008-Maret 2013)
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus