Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

wawancara

Ketua KWI: Gereja Tidak Pernah Netral

Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia Monsinyur Antonius Subianto Bunjamin bercerita tentang persiapan kunjungan Paus Fransiskus.

1 September 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAMU tak henti-hentinya berdatangan ke kantor Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Monsinyur Antonius Subianto Bunjamin di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Gedung anyar yang masih sepi perabot karena baru diresmikan pada Mei 2024 itu menjadi pusat koordinasi lawatan Paus Fransiskus ke Jakarta. Ini adalah kunjungan pertama Paus ke Indonesia dalam 35 tahun terakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kunjungan terakhir Paus ke Indonesia dilakukan pada September 1989. Paus Yohanes Paulus II waktu itu datang ke Jakarta, Medan, Yogyakarta, dan Dili—sekarang ibu kota Timor Leste. Karol Józef Wojtyła—nama kecil Paus Yohanes Paulus II—berjumpa dengan Presiden Soeharto dan mengadakan misa akbar di kota-kota besar tersebut. “Paus menghargai Indonesia sebagai negara yang damai,” kata Monsinyur Antonius.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Agenda lawatan Paus Fransiskus ke Indonesia tak berbeda jauh dengan pendahulunya itu. Hanya, Paus yang lahir di Buenos Aires, Argentina, itu cuma singgah di Jakarta. Selain itu, kunjungan Paus Fransiskus tersebut dilakukan di tengah gelombang protes mahasiswa dan masyarakat sipil terhadap revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.

Monsinyur Antonius bercerita, Konferensi Waligereja Indonesia telah memberitahukan perkembangan situasi politik di Tanah Air. Dia yakin Paus Fransiskus tak akan membatalkan agenda itu dan menyampaikan kepeduliannya terhadap situasi di Indonesia kepada Presiden Joko Widodo. “Sri Paus memang menghendaki berkunjung ke negara yang situasinya ekstrem, di mana ketidakadilan terjadi di situ,” ujar Uskup Bandung itu.

Menurut Monsinyur Antonius, Gereja Katolik, khususnya di Indonesia, juga peduli terhadap situasi politik serta akrobat hukum yang terjadi belakangan ini. Gereja, kata dia, selalu berupaya berpihak kepada kebenaran. “Kalau ada yang salah, harus dikatakan salah,” ucapnya kepada wartawan Tempo, Raymundus Rikang, Praga Utama, dan Yosea Arga Pramudita, yang mewawancarainya pada Rabu, 28 Agustus 2024. Percakapan berlangsung dua kali: melalui telekonferensi video pada Senin, 26 Agustus 2024, dan di kantor KWI, Menteng, Jakarta Pusat.

Apa pentingnya kunjungan Paus Fransiskus bagi Indonesia?

Indonesia merupakan negara besar bagi Takhta Suci. Perjalanan apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia merupakan kunjungan kemanusiaan dan persaudaraan. Ini penghargaan yang luar biasa terhadap keberagaman kita dan harapannya model perdamaian serta kerukunan di sini bisa menjadi teladan di negara yang sedang dirongrong konflik keagamaan. Vatikan melihat Indonesia sebagai negara yang rukun.

Namun konflik dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas masih terjadi....

Riak-riak itu pasti ada dan sudah biasa. Kita harus memperbaiki itu. Sri Paus memang menghendaki berkunjung ke negara yang situasinya ekstrem, di mana ketidakadilan terjadi di situ. Ini tantangan bagi kita semua.

Apakah Paus telah mengetahui gelombang demonstrasi mengawal putusan Mahkamah Konstitusi yang tengah bergulir?

Saya yakin Sri Paus sudah mendengar informasi itu, meski bukan dari Konferensi Waligereja Indonesia. Kedutaan Besar Vatikan di Jakarta pasti sudah menyampaikan kabar itu karena kami terus berkomunikasi dengan mereka.

Bagaimana respons Paus?

Sri Paus pasti akan membaca situasi itu. Saya yakin situasi yang tengah kita hadapi tak akan mengubah rencana perjalanan ini. Kami juga memberi informasi mengenai situasi dan permasalahan di Papua. Sebab, Sri Paus memang peduli serta membela isu-isu kemanusiaan dan keadilan. Yang perlu dicatat adalah beliau tak mau terlibat intrik politik. Sri Paus peduli pada aspek kemanusiaan dan tak berbicara soal kemerdekaan Papua.

Anda menyampaikan situasi diskriminasi dan pelanggaran hak asasi yang terjadi di Papua?

Kami memberi informasi juga, termasuk tentang Aksi Kamisan yang sudah berlangsung di depan Istana Negara selama belasan tahun. Kelompok Aksi Kamisan menulis surat kepada Sri Paus, lalu kami memberi surat pengantar yang meneguhkan bahwa ada kelompok yang meminta doa dan dukungan. Mereka meminta perhatian Sri Paus.

Seberapa besar daya dorong perubahan terhadap persoalan kemanusiaan di Indonesia dari kunjungan Paus ini?

Daya dorong ini sebetulnya tak terlihat. Tak seperti kunjungan Sri Paus ke Myanmar, di mana ada saudara-saudara Rohingya yang bertemu dan berbicara secara khusus soal penderitaan yang terjadi. Tak ada daya dorong itu di Indonesia karena perjalanan ini hanya misi umum.

Bagaimana caranya agar perjalanan apostolik ini tak menjadi seremoni belaka?

Sekarang sudah banyak kegiatan ceramah, seminar, dan pertemuan yang membahas ajaran Sri Paus. Mereka mengingatkan kembali makna serta pentingnya persaudaraan dan bela rasa. Yang hari ini terjadi adalah tidak adanya bela rasa itu.

Contohnya?

Ada demonstrasi di berbagai kota dan beberapa orang mendapat efek luka dari perjuangan itu. Namun, di lain sisi, kita mendengar berita bahwa Saudara Kaesang Pangarep, anak Presiden Joko Widodo, pergi ke Amerika Serikat. Tentu ada harapan yang besar ketika Sri Paus berbicara dengan Presiden. Namun itu agenda tentatif dan tidak ada yang tahu isinya. Sri Paus mungkin akan menyampaikan pesan-pesan khusus. Sekalipun keras, pesan itu disampaikan secara pribadi.

Selain Presiden, siapa saja yang akan ditemui Paus Fransiskus?

Saya sebagai Ketua KWI menawarkan kepada Sri Paus apakah memungkinkan berjumpa dengan kelompok penyandang disabilitas, orang sakit, dan kaum papa. Mereka akan dikumpulkan di kantor KWI agar Sri Paus berkunjung ke kantor kami. Agendanya adalah berdialog dan bertemu dengan kelompok marginal itu.

Bagaimana Anda memilih perwakilan kelompok yang akan bertemu dengan Paus?

Kami berkolaborasi dengan lembaga-lembaga sosial, misalnya panti asuhan serta komunitas penyandang disabilitas, dan banyak orang yang mengajukan. Ada anak penyandang disabilitas yang mengirim surat kepada Sri Paus dan beliau menjawab.

Mereka datang dari umat Katolik saja atau lintas iman?

Itu pesan saya kepada siapa pun. Tapi pemeluk Katolik yang mengalami disabilitas banyak sekali sehingga kami memberi prioritas. Saya belum mendata secara persis. Tapi yang meminta itu banyak, baik melalui lembaga, yayasan, maupun pribadi.

Apa yang akan dibicarakan dalam dialog itu?

Justru kami meminta pesan Sri Paus supaya bisa menerjemahkan dan menyiapkan naskah terjemahannya. Tapi sampai sekarang tidak diberikan. Justru pesan dari kami yang sudah diberikan ke sana. Kenapa? Menurut tim persiapan, pesan itu akan dibaca dan Sri Paus akan memberi pesan berdasarkan tulisan yang kami sampaikan. Diskusi akan berkisar soal ajaran Sri Paus.

Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Monsinyur Antonius Subianto Bunjamin saat menutup gelaran Pesta Paduan Suara Gerejani Katolik Nasional III, di Ancol, Jakarta, November 2023/Antara/HO-Kemenag

Seperti apa repotnya menyiapkan perjalanan apostolik ini karena kunjungan terakhir Paus ke Indonesia dilakukan 35 tahun lalu?

Berkaitan dengan tamu negara dan pengamanannya, itu tanggung jawab negara melalui Kementerian Luar Negeri. Acara kenegaraan ternyata lebih sedikit dibanding acara non-kenegaraan. Itulah yang menjadi tanggung jawab KWI.

Bagaimana menjembatani birokrasi Vatikan dengan Jakarta?

Koordinasi dengan tim peluncur sangat gampang. Pemerintah memberikan pengamanan kelas I untuk Sri Paus. Namun Sri Paus tak ingin menerima dan mengambil privilese itu. Sri Paus meminta pengamanan yang lebih ringan karena dapat dipahami bahwa beliau tak pernah punya musuh atau memusuhi orang. Jadi Sri Paus tak melihat ada orang lain yang berniat jahat kepadanya.

Ada permintaan khusus yang tak bisa dipenuhi Indonesia?

Sri Paus tak mau ada hak istimewa tertentu. Contohnya, negara menyediakan kamar presidential suite, tapi Vatikan tak memanfaatkan itu. Paus memilih tinggal di kamar di Kedutaan Besar Vatikan. Beberapa staf kepausan juga mengikuti. Namun, karena kantornya kecil, sebagian menginap di Hotel Aryaduta. Urusan kendaraan juga demikian. Pemerintah menyediakan sedan Mercedes-Benz, tapi Sri Paus meminta kendaraan biasa saja.

Seperti apa kamar yang disediakan Kedutaan Vatikan?

Sederhana, tapi disiapkan dengan sungguh-sungguh. Ada ranjang, meja, dan kamar mandi dengan model Italia. Kamar tersebut dilengkapi dengan ruang doa beserta tabernakel dan tempat untuk berlutut. Itu permintaan khusus Sri Paus.

Mengapa jumlah titik kunjungan Paus Fransiskus di sini lebih sedikit ketimbang Paus Yohanes Paulus II?

Pemerintah daerah tak ada yang melamar. Namun ada uskup yang bertanya, antara lain Uskup Medan dan Pontianak. Saya bilang tak bisa. Pada 2020, memang ada rencana kunjungan ke Jakarta dan Ambon. Mengapa Ambon? Sebab, kota ini menjadi simbol perdamaian, pernah terjadi konflik keagamaan, lantas damai. Pontianak juga meminta. Situasinya kemudian berubah, terjadi pandemi Covid-19, lalu diputuskan hanya satu kota.

Apa faktor kebugaran Paus Fransiskus juga mempengaruhi?

Sri Paus bepergian ke mana-mana dengan bantuan kursi roda. Bepergian jauh pada usia 87 tahun sudah sangat luar biasa. Ini juga menjadi perjalanan terpanjang dan terbanyak bagi beliau. Biasanya cuma dua negara, lalu kembali ke Vatikan. Ini sampai empat negara.

Bagaimana Gereja melihat akrobat hukum yang terjadi belakangan?

Sangat memprihatinkan. Saya ingin berkata, berhentilah dengan ketidakbenaran dan ketidakberesan ini. Kembali pada semangat Reformasi 1998 dan amalkan konstitusi. Berikan kesempatan kepada anak muda untuk memulai lagi demokrasi. Cita-cita Reformasi 1998 seperti tak tercapai dan berantakan. Gelombang demonstrasi yang terjadi beberapa hari ini menunjukkan Indonesia sedang tak baik-baik saja.

Mengapa Gereja terkesan diam?

Kami berbicara terus. Bapa Kardinal Ignatius Suharyo bergabung dengan masyarakat sipil. Romo Franz Magnis-Suseno serta akademikus di kampus juga berbicara. Saya justru prihatin karena mendengar ada yang berbicara bahwa Gereja Katolik tak perlu ikut-ikutan menghadapi situasi ini.


Monsinyur Antonius Subianto Bunjamin

Tempat dan tanggal lahir:

  • Bandung, Jawa Barat, 14 Februari 1968

Pendidikan:

  • Sarjana filsafat Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Jawa Barat
  • Magister filsafat Katholieke Universiteit Leuven, Belgia

Jabatan:

  • Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (2022-sekarang)
  • Uskup Bandung (2014-sekarang)


Sejauh apa Gereja akan terlibat?

Gereja pernah memberi panduan pada November 2023, di tengah tahapan Pemilihan Umum 2024. Kami dianggap tak netral waktu itu. Padahal Gereja tak pernah netral. Kami selalu memihak kebenaran. Yang jelas, Gereja tak pernah mengarahkan orang untuk memilih figur A, B, atau C. Kalau ada yang salah, harus dikatakan salah. Segera perbaiki dan mengawal pelaksanaan pemilihan kepala daerah sebaik-baiknya.

Anda tak khawatir Gereja dianggap berpolitik?

Sikap kami sama seperti pada 1998. Hanya, konsentrasi kami tersedot ke persiapan kunjungan Sri Paus. Jika saja tak ada kunjungan ini, pastor-pastor pasti akan turun ke jalan, khususnya mereka yang aktif di kelompok kerasulan awam serta hubungan antaragama. Kami juga ingin meminta segala bentuk kekerasan terhadap pengunjuk rasa dihentikan. Bagi pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa ini, tolong jangan mengorbankan masyarakat lagi.

Anda optimistis kondisi ini akan dibicarakan oleh Paus dan Presiden?

Paus selalu berkata bahwa Gereja berpihak kepada korban. Korban akan selalu diperjuangkan. Karena itu, Sri Paus mungkin akan berbicara dengan Presiden Jokowi mengenai korban. Presiden Jokowi sudah memerintah selama sembilan tahun dengan baik. Kenapa tak diakhiri dengan baik pula?

Nepotisme menjadi salah satu biang persoalan hari ini. Apa komentar Anda?

Nepotisme berasal dari bahasa Italia, “nepote”, yang berarti sepupu atau keponakan. Nepotisme terjadi ketika ada orang yang tak punya kualifikasi dan melanggar aturan menduduki jabatan tertentu. Itulah yang terjadi hari ini. Saya enggak ada masalah dengan Mas Gibran Rakabuming Raka, wakil presiden terpilih, sepanjang sesuai dengan aturan. Namun kalau aturan dan cara kerja partai diacak-acak, itu jelas nepotisme.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus