Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Melihat Keuangan Garuda Bikin Keringatan

15 Mei 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pahala Nugraha Mansury, 46 tahun, tidak butuh jeda untuk menerima tawaran Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno memimpin Garuda Indonesia. Ia langsung menyatakan siap ketika Rini menanyakan apakah Pahala berminat mengeksplorasi bidang baru selain sektor keuangan. "Menarik, sih," kata Pahala, yang saat itu Direktur Keuangan Bank Mandiri, menjawab tawaran tersebut beberapa hari menjelang rapat umum pemegang saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Rapat pada 12 April 2017 itu pun sepakat menunjuk Pahala sebagai direktur utama maskapai pelat merah tersebut. Pahala menggantikan Muhammad Arif Wibowo, yang menjabat sejak 2014, sebagai pilot perseroan dengan tujuh anak usaha tersebut.

Latar belakang Pahala sebagai pakar finansial bisa menjadi penawar masalah utama Garuda. Laporan keuangan triwulan pertama tahun ini menunjukkan Garuda merugi US$ 99 juta atau setara dengan Rp 1,3 triliun. Lebih besar 11,96 persen dibanding kerugian pada periode yang sama tahun lalu. "Begitu melihat laporan keuangan, saya kaget," ujar sarjana akuntansi Universitas Indonesia itu.

Menteri Rini memberinya waktu 12 bulan untuk memperbaiki neraca keuangan Garuda Indonesia. Pahala menilai target itu berat, tapi dia optimistis bisa memenuhinya lewat serangkaian pengoptimalan. Dia mengatakan tanda-tanda perbaikan mulai terlihat, seperti pendapatan sepanjang April 2017 yang melampaui target.

Jumat siang dua pekan lalu, Pahala menerima wartawan Tempo Ali Nur Yasin, Sapto Yunus, Raymundus Rikang, dan Reza Maulana di ruang tamu Hanggar 2 GMF Aero Asia di kompleks Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Seumur hidup, kata Pahala, baru kali itu dia masuk kandang pesawat. Ini adalah wawancara khusus perdananya dengan media.

Apa yang membuat Anda menerima tawaran memimpin Garuda?

Garuda merupakan brand yang bagus. Siapa yang tidak kenal perusahaan ini? Setelah bergabung, saya baru tahu industri ini berjalan 24 jam. Terkaget-kaget sedikit. Dan ekspektasi orang terhadap kinerja industri ini amat perfect, tak boleh salah sedikit pun.

Menteri Rini memberi tahu alasan mengapa memilih Anda?

Tidak pernah. Saya diminta melakukan presentasi keesokan harinya. Fit and proper test. Staf dan tim Kementerian BUMN ikut mendengarkan dan memberi masukan soal industri penerbangan. Saat itu belum ada keputusan tentang penunjukan saya.

Ada calon lain?

Setahu saya ada. Soal nama-namanya, silakan tanya ke Bu Rini. Saya berterima kasih kepada Bu Rini karena diberi kesempatan memimpin Garuda. Saya jadi bisa keluar dari kepompong, meski saya masuk ke bisnis yang susah untung. Kepuasan seorang profesional adalah menjadikan kondisi perusahaan lebih baik.

Jadi, sebelum ditunjuk, Anda sudah mengamati keuangan Garuda yang sedang terpuruk?

Saya hanya lihat-lihat sedikit. Tapi, setelah dilantik, saya langsung mempelajari semua masalahnya.

Apa reaksi Anda saat mendapati Garuda rugi Rp 1,3 triliun pada kuartal pertama tahun ini?

Begitu melihat laporan keuangan, saya kaget. Tapi saya terus melihat detail perusahaan ini agar semakin kenal masalah dan mencari solusinya. Kalau melihat angka kerugian saja bikin keringatan.

Seberapa parah kondisi keuangan Garuda?

Marginnya jauh sekali. Biaya perusahaan terus tumbuh sekitar 21 persen, sementara pertumbuhan pendapatan cuma 6 persen. Jumlah pesawat kami terus bertambah. Di Garuda ada 144 unit, 136 sewa dan 8 milik sendiri, sedangkan di Citilink ada 55 pesawat, 47 sewa dan 8 milik sendiri. Tahun ini akan bertambah 1 unit, sehingga biaya operasional pesawat meningkat. Empat tahun lalu, aircraft cost hanya 12 sampai 14 persen dari cost base Garuda, sekarang mencapai 27 persen. Sedangkan, hanya pendapatan dari sektor kargo yang tumbuh dua digit, 19 persen. Industri penerbangan memang ketat. Bisa membukukan margin keuntungan 2-4 persen saja sudah senang sekali.

Bagaimana cara Anda menekan aircraft cost?

Kami meninjau beberapa hal, termasuk biaya pemeliharaan dan rental. Mungkin, kalau perlu, renegosiasi sewa. Juga perlu bicara dengan produsen pesawat soal kecepatan pengiriman pesawat kami. Kalau berhasil, bisa menekan 3-5 persen biaya kami.

Ada yang mengkritik pembelian pesawat Garuda terlalu mahal. Apa yang akan Anda lakukan?

Pesawat kan tidak seperti barang komoditas. Spesifikasinya sangat beragam. Jika orang beranggapan harga pesawat yang kami beli terlalu mahal, kami akan melakukan negosiasi demi memenuhi target efisiensi penerbangan. Barangkali perlu dibicarakan masalah perawatan dan rencana jadwal pemeliharaan. Jika ada armada yang masuk daftar finansial, perlu ada strategi khusus agar operasionalnya maksimal, misalnya dengan menyewakan (sub-rent) atau bahkan menjualnya. Opsi itu bisa diambil bagi pesawat yang aspek utilitasnya rendah.

Apa masalah yang paling mendesak dibereskan?

Optimalisasi armada dan renegosiasi kontrak pengadaan dan perawatan. Lalu, efisiensi overhead cost seperti pembelian avtur, biaya layanan di atas pesawat (in-flight service), dan biaya pemasaran. Saya juga harus bisa mengoptimalkan rute. Contohnya, rute Jakarta-London-Jakarta keterisiannya hanya sekitar 65 persen. Artinya, kami harus mengevaluasi konektivitas rute, jadwal terbang, dan kesesuaian jenis pesawat dengan jarak tempuh. Ada juga problem performa anak perusahaan yang masih belum bagus. Terakhir, berkaitan dengan strategi peningkatan pendapatan yang harus diselesaikan dengan membuat struktur harga berdasarkan perilaku konsumen.

Apa solusi yang Anda tawarkan?

Soal konektivitas rute domestik, kami harus mulai berintegrasi dengan anak perusahaan, Citilink. Jika kami punya rute yang sama, harus diatur lagi. Jangan sampai Garuda bersaing dengan saudara sendiri. Sementara itu, meningkatkan performa anak perusahaan perlu inovasi, seperti Aerowisata, yang bisa mencari sektor lain untuk mereka layani dengan jasa catering-nya. Bisa juga Aerohotel yang terintegrasi dengan pemesanan tiket sehingga penumpang punya pilihan menginap di hotel kami.

Penggunaan pesawat sudah optimal?

Saat ini rata-rata kami sudah bagus, 9 jam 13 menit. Pesawat sekelas Boeing 737 kami beroperasi di atas 9 jam per hari. Namun ada beberapa Bombardier CRJ1000 kami, yang totalnya 18 unit, dan 12 unit ATR, waktu terbangnya masih 5 sampai 7 jam. Seharusnya di atas 8 jam.

Bukankah penambahan jam terbang bisa meningkatkan risiko kecelakaan?

Tidak jadi masalah. Kami hanya harus mengenali karakter pesawat. Misalnya, ATR yang murni mengandalkan visual, sehingga tidak mungkin terbang malam hari. Maka perlu pandai mengatur waktu operasi supaya lebih produktif.

Salah satu penyebab kerugian Garuda adalah kenaikan harga avtur. Apa strategi Anda di tengah tren kenaikan harga avtur seiring dengan perbaikan ekonomi global?

Kami berusaha memilih jalur penerbangan yang mengoptimalkan penggunaan avtur tanpa mengorbankan faktor keselamatan. Bukan menghapus rute, tapi memilih opsi jalur yang paling efisien. Saya akan melihat juga kontrak avtur yang mungkin lebih efisien. Baru 20 persen dari kebutuhan avtur yang dilakukan hedging (lindung nilai). Sisanya kami beli on the spot.

Anda merasa ditunjuk sebagai Direktur Utama Garuda karena ahli di bidang keuangan?

Ada tiga hal di Garuda yang cocok dengan latar belakang saya. Perusahaan ini berurusan dengan leasing, rental, dan negosiasi. Itu tidak jauh dari bidang finansial. Saat jadi direktur keuangan, saya paling senang memotong anggaran. Tapi sekarang, sebagai direktur utama, saya harus pinjam tangan orang lain untuk melakukannya, ha-ha-ha…. Saya juga berpengalaman mengelola anak perusahaan saat di perusahaan sebelumnya. Disiplin kerjanya sama.

Apa target kerja Anda dalam seratus hari pertama?

Saya ingin Garuda konsisten membukukan hasil positif dengan mencapai target penjualan. Selain itu, saya ingin menurunkan cost per available seat miles (CASM). Saya mau menjaga penurunan biaya ini pada kisaran 5-10 persen, meski ada target efisiensi yang belum tercapai, seperti in-flight services, biaya pemesanan, penjualan, dan avtur. Saya optimistis itu bisa tercapai dalam enam bulan. (CASM adalah tolok ukur efisiensi penerbangan yang dihitung dari biaya operasi satu pesawat dibagi jumlah kursi yang bisa dijual. Makin rendah CASM, penerbangan makin efisien.)

Jika semua lancar, berapa kerugian yang bisa terpangkas pada akhir tahun ini?

Saya ingin menekan kerugian di kisaran US$ 50-60 juta (tidak lebih dari Rp 800 miliar). Dengan pertumbuhan biaya dan persaingan yang terus meningkat, kami perlu mencari cara agar performa Garuda konsisten. Ada harapan baik karena kinerja anak perusahaan mulai positif. Kami punya GMF AeroAsia, yang keuntungannya US$ 58 juta (sekitar Rp 700 miliar) pada 2016.

Anda merasa ketiban beban sebagai "pencuci piring" direksi lama?

Pasti ada bagian beres-beres, tapi bukan pencuci piring. Toh, sebelum saya masuk, cuma performa keuangan yang perlu diperbaiki, sementara keunggulan operasional dan pengalaman kepuasan pelanggan sudah baik. Persentase ketepatan jadwal sudah 86 persen dan rata-rata durasi terbang satu armada sekitar 9 jam 13 menit. Kami pun sukses meraih penghargaan sebagai kru kabin terbaik selama tiga tahun berturut-turut dan menyandang predikat maskapai bintang lima.

Ketiadaan posisi Direktur Operasi dan Direktur Pemeliharaan dalam struktur direksi baru dikritik banyak pihak. Apa pertimbangan mengosongkan dua jabatan itu?

Direktorat Operasi dan Pemeliharaan tetap ada. Namun rapat umum pemegang saham memutuskan tak memasukkan posisi itu agar fokus pejabat di bidang itu murni soal operasional dan teknik, tak lagi pusing mengurusi aspek legal. Saya bahkan sudah memilih pejabatnya, sekarang sedang menunggu proses uji kepatutan dan kelayakan Kementerian Perhubungan, lalu diangkat Kementerian BUMN.

Bukankah kebijakan itu menyalahi aturan keselamatan penerbangan sipil?

Tidak sama sekali. Sebelum memutuskan hal itu, kami sudah berkonsultasi dengan para pakar. Setahu saya, itu tak akan menimbulkan sanksi dari otoritas penerbangan sipil. Lagi pula kami tak menghapus direktoratnya, sehingga masih ada pejabat yang bertanggung jawab di sana. Pejabat itu setingkat direktur, memiliki kewenangan penuh, tak bisa diintervensi direktur lain, dan melapor langsung ke saya.

Ada kekhawatiran kekosongan jabatan ini membuat aspek keselamatan Garuda jeblok. Apa pembelaan Anda?

Kami tak akan mengorbankan masalah safety karena itu prioritas utama. Performa Garuda termasuk bagus soal keselamatan. Rasio toleransi insiden kami pada Januari-April 2017 sekitar 0,4 dari seribu penerbangan, batas maksimalnya 0,65. Artinya, baru ada 4 insiden dari 10 ribu penerbangan. Level ini sangat baik karena lebih rendah dibanding maskapai regional yang selama ini dianggap sangat baik. Jangan dibayangkan insiden itu kecelakaan, ya? Pendaratan tak mulus (hard landing) saja, yang mungkin tidak dirasakan penumpang, sudah dihitung sebagai insiden. Pilot bisa terkena teguran.

Kami mengantongi informasi ada kontrak perawatan pesawat yang menguntungkan individu, bukan perusahaan. Bagaimana Anda membuat kontrak menjadi transparan?

Saya belum melihat detail kontrak itu. Saya rasa perlu ada komite yang khusus mengurus pengadaan dan perawatan pesawat, sehingga bukan satu-dua orang yang terlibat. Pihak ketiga yang independen juga akan masuk untuk memberi masukan sehingga kami mendapat harga yang terbaik dan data pembanding.

Apakah kasus dugaan korupsi Direktur Utama Garuda periode 2005-2014, Emirsyah Satar, membebani perusahaan?

Saya belum melihat secara detail rinciannya. Tapi saya merasa urusan armada dan pemeliharaan perlu ada renegosiasi, termasuk kontrak dengan Rolls-Royce. Saya belum bisa mengatakan apakah kontrak itu kemahalan seperti kabar yang beredar. Namun perusahaan sedang menunjuk pihak yang bisa menilai kontrak itu. Jika kelewat mahal, kami pasti akan melakukan negosiasi ulang.

Kami mendapat informasi pencopotan Arif Wibowo diduga atas desakan seorang pemegang saham. Anda siap dengan situasi semacam itu?

Siap. Saya menjadi direktur utama karena ditunjuk pemegang saham sehingga harus mencapai harapan dan target mereka. Jika mereka tidak puas, dicopot adalah konsekuensinya. Namun saya dan pemegang saham harus satu suara dulu soal ekspektasi perusahaan dan kondisi keuangan sesungguhnya. Kalau saya bisa memenuhi itu, tak mungkin diganti.

Anda siap mundur bila gagal memenuhi target Menteri Rini soal restrukturisasi finansial dalam setahun?

Target itu sebenarnya berat juga. Kalau gagal, saya kirim CV ke perusahaan lain, ha-ha-ha…. Tapi saya optimistis target optimalisasi aset, pendapatan, dan penyesuaian struktur harga bisa terpenuhi. Buktinya, pada April 2017, kami bisa membukukan penjualan US$ 200 juta (sekitar Rp 2,6 triliun). Itu melampaui target dan anggaran. Terlebih saya masuk menjelang momentum penting pelancong, seperti banyak long weekend, Ramadan, libur sekolah, dan Lebaran haji. Saya harap momen-momen itu bisa memperbaiki pendapatan kami.

Industri penerbangan merupakan dunia baru bagi Anda. Siapa sumber informasi Anda?

Saya bertanya kepada banyak orang yang berpengalaman di sektor penerbangan. Ada Pak Arif Wibowo, direktur utama sebelum saya. Pak Jusman Syafii Djamal (komisaris utama Garuda dan mantan Menteri Perhubungan) juga menjadi mentor yang penting karena berpengalaman sebagai regulator, birokrat, dan bisnis. Tak ketinggalan para direktur yang sudah kenyang pengalaman di perusahaan ini.

Perbedaan apa yang paling Anda rasakan dibanding perbankan?

Industrinya beda, kultur beda, persaingannya beda. Pricing di dunia aviasi sangat transparan. Beda dengan di perbankan. Dua orang yang sama-sama pinjam duit di suatu bank bisa diberi bunga berbeda. Di airline, kita harus siap bekerja 24 jam, beda dengan bank, yang pukul 17.00 sudah tutup. Saat libur Jumat Agung, 14 April lalu, dua hari setelah dilantik, kami menyiapkan perpindahan rute internasional dari Terminal 2 ke Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Teman-teman di sini sudah terbiasa, tapi gue agak terkaget-kaget. l


Pahala Nugraha Mansury
Tempat dan tanggal lahir: Bogor, Jawa Barat, 8 April 1971 | Pendidikan: l Master of Business Administration, The Stern School of Business, New York University l Sarjana Akuntansi Universitas Indonesia | Karier: l Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (April 2017-sekarang) l Direktur Keuangan PT Bank Mandiri Tbk (2010-2017) l Executive Vice President Keuangan PT Bank Mandiri Tbk (2006-2010) l Pemimpin Proyek The Boston Consulting Group (2000-2003)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus