Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gara-gara Gunung Kelud meletus, Surono yang sudah pensiun harus kembali masuk kantor di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri yang mengumumkan dia menjadi Kepala Badan Geologi. Posisi ini lebih tinggi ketimbang jabatan sebelumnya sebagai Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana.
Mbah Rono-begitu Surono biasa dipanggil-sepertinya belum bisa lepas dari urusan gunung api. Indonesia, yang memiliki 130 gunung api aktif, masih membutuhkan tenaganya. Februari lalu, Sinabung meletus, lalu Kelud, kemudian Marapi di Sumatera Barat mengeluarkan abu. Sementara Sinabung ia ibaratkan pelari maraton yang punya stamina panjang, Kelud seperti sprinter yang cepat berakhir.
Surono mengakui kecintaannya terhadap gunung api karena passion yang kuat untuk membantu korban bencana. "Bukan karena ilmunya, melainkan manusianya," ujar pria 58 tahun itu. Jadi kalau sampai ada yang meninggal ketika terjadi bencana gunung api, menurut dia, itu suatu kegagalan. Kematian 17 orang setelah meletusnya Gunung Sinabung, Sumatera Utara, bulan lalu masih membuatnya sedih dan kecewa. Padahal sosialisasi sudah ia lakukan sejak dulu. Kematian kuncen Gunung Merapi, Jawa Tengah, Mbah Maridjan, pada 2010 juga masih membekas di ingatannya.
Gayanya masih sama, rambut beruban dan suara bariton dengan pembawaan yang santai tapi lugas. Bedanya, dulu Surono lebih sering bertutur dalam bahasa Jawa karena mengurus pengungsi Merapi. Sekarang celotehan dan aksen gaya Batak sering terucap karena ia menangani pengungsi Sinabung.
Sambil mengisap rokok putih berukuran ramping, Surono dengan lugas meladeni pertanyaan Nugroho Dewanto, Sorta Tobing, dan fotografer Aditia Noviansyah dari Tempo, dua pekan lalu. Wawancara berlangsung di kantornya di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jalan Medan Merdeka Selatan Nomor 18, Jakarta Pusat.
Belum reda dampak letusan Sinabung dan Kelud, Gunung Marapi di Sumatera Barat menyemburkan debu....
Marapi kan sudah lama berstatus waspada, sejak Agustus 2011. Sesekali meletus. Ketinggian asap letusan dapat mencapai maksimal 2 kilometer. Kami merekomendasikan agar tidak ada aktivitas dalam radius 3 kilometer dari puncak.
Dalam kasus Gunung Sinabung, sepertinya pemerintah daerah setempat lambat menangani pengungsi.
Saya melihat ini suatu kegagalan diplomasi. Padahal saya sudah masuk melalui gereja. Bahkan, ketika bulan puasa, saya menugasi teman-teman untuk ikut tarawih. Komunikasi dengan masyarakat penting.
Komunikasi tidak dijalankan oleh pemda?
Tidak jalan. Akhirnya incident commander dipegang oleh Komandan Korem Sibolga Kolonel Andika Perkasa-sekarang Brigadir Jenderal Andika Perkasa menjadi Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat. Saya bilang ke dia, daerah bahaya radiusnya hanya 3 kilometer. Ini pengungsi sudah melebihi kapasitas. Kasihan anak-anak dan manula terlunta-lunta di tenda. Mereka bisa pulang.
Jadi para pengungsi itu terlalu khawatir saja?
Mereka sebetulnya berada di luar daerah bahaya.
Bukan karena yang tinggal di radius 3 kilometer banyak sekali sehingga jumlah pengungsi mencapai 17 ribu orang?
Enggak. Setelah itu, Pak Andika menawari saya berdiskusi dengan para pengungsi. Tentu saja saya mau. Mereka sangat keras dan bilang takut segala macam. Saya bilang kepada mereka, "Anda tidak boleh takut. Please, tidak ada gunung api yang bahaya. Ini berkah karena bisa menyuburkan tanah." Akhirnya dalam empat hari para pengungsi di luar radius 3 kilometer kembali ke rumah masing-masing.
Sepertinya lebih sulit mengurus masyarakat daripada gunung api….
Musuh saya adalah orang ketakutan. Saya harus bisa memberikan kepercayaan kepada mereka bahwa nothing's happened. Rekomendasi dari kami adalah paket komplet. Rekomendasi daerah bahaya dalam radius 3 kilometer sudah paket komplet. Ada gas beracun, awan panas, lahar, dan segala macam.
Bisa dibilang TNI sangat membantu dalam menangani pengungsi?
Ya, kalau tentara sekali prit, pasukan langsung siap dalam semenit. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana tidak ada peran TNI. Coba lihat, kagak ada. TNI ambil inisiatif dari undang-undang nonperang. Saya tidak membela mereka karena tidak punya kepentingan. Sekarang di Kediri (daerah yang paling terkena dampak letusan Gunung Kelud pada 13 Februari lalu), kalau tanpa TNI, wah pasir dan debu itu masih di mana-mana.
Bukankah dalam menghadapi bencana semua resources memang harus digunakan?
Iya, bencana memang menjadi tanggung jawab bersama.
Meskipun di luar radius 3 kilometer, abu dari letusan tidak berbahaya untuk kesehatan?
Masyarakat harus kami ungsikan cepat bila ada suatu bahaya yang bisa mematikan. Ketika Sinabung meletus pada 2010, yang keluar abu, abu, dan abu. Saya merekomendasikan daerah aman di luar radius 6 kilometer karena masyarakatnya panik. Padahal abu itu tidak datang satu truk dan langsung menimpa orang dan membuat mati. Tapi, kalau awan panas, it's non-negotiable. Anda harus menghindari itu. Lalu lontaran material pijar juga Anda tidak bisa melakukan apa pun.
Mungkin masyarakat memang terlampau cemas. Setelah Sinabung, Kelud dari status siaga tiba-tiba meletus. Jangan-jangan ada gunung api yang bakal meletus lagi….
Media selalu bertanya seperti itu. Gue jawab joke aja: memang gunung api meletus kayak sakit flu? Mereka berada dalam satu ruangan terus ketularan semua? Kenapa Sinabung harus nularin Kelud yang jauh? Sibayak ada di sebelahnya. Pada 2013, masyarakat Sinabung pernah meminta saya untuk kasih warning bakal meletus delapan jam sebelumnya. Mereka sangat kreatif dan cerdas sehingga minta waktu delapan jam untuk mengungsi.
Memang bisa diramalkan seperti itu?
Saya bilang kepada teman-teman relawan, status normal, waspada, siaga, dan awas bukan untuk meramal kapan kejadian dan berapa besar letusannya. Status itu adalah hak masyarakat untuk memperoleh perlindungan dari negara. Ini hak asasi masyarakat. Selain itu, hak gunung api atas aktivitasnya. Saya tidak bisa menciptakannya. Teknologi cuma bisa mengetahui apa sih maunya gunung ini.
Jadi semua berdasarkan fakta saja?
Saya tidak bisa tiba-tiba bilang awas. Status gunung api tidak bisa direkayasa. Semua ada buktinya. Seismograf pakai jam internasional yang tidak bisa saya hapus.
Yang penting masyarakat mendapat informasi yang benar….
Iya. Rekomendasi itu jangan pernah dilanggar. Saya sering mendapat pertanyaan dari wartawan soal gunung api mana yang paling berbahaya. Oke, saya kasih contoh. Sinabung ketika meletus awan panasnya bergerak di radius 4,6 kilometer. Awalnya everything is OK. Saya bilang kepada tim, this is our success. Begitu ada yang masuk ke radius 3 kilometer terus meninggal, sekarang yang bahaya apa? Gunung apinya atau orang yang membahayakan diri sendiri?
Ke depan, radius 3 kilometer harus kosong tanpa penghuni?
Harus kosong. Tidak mungkin dengan awan panas itu.
Sudah disiapkan lahan pengganti?
Sudah. Sejak 2010 sebetulnya rekomendasinya sudah ada. Tapi, pada 2013, dihajar lagi (oleh masyarakat), ampun-ampunan. Rekomendasi relokasi itu ibaratnya saya dengan teman-teman sudah berdarah-darah. Masyarakat di sana merasa akan dicabut dari akar budayanya. Apalagi, bagi orang Karo, desa itu marga. Kampung Saragih, ya, Saragih semua isinya. Bayangkan kalau mereka pindah ke Napitupulu, kan enggak elok. Relokasi merupakan pilihan terakhir dan sangat tidak nyaman untuk dipikirkan.
Masyarakat di sana akhirnya mau direlokasi?
Ada warga tiga desa yang sempat menolak dan saya temui dalam satu ruangan. Saya tanya kepada mereka, "Apakah tahu kenapa tanah Karo subur?" Tidak ada yang jawab. Saya jawab, "Itu karena sekitar tahun 800 Sinabung meletus, abunya menyebar dan menyuburkan tanah. Bapak-bapak dan ibu-ibu sudah memanfaatkannya sejak zaman nenek moyang. Selama 1.200 tahun kesuburan Sinabung Anda nikmati. Sekarang ia ingin memberi kesuburan baru untuk Anda nikmati selama 20 tahun. Adakah di sini yang keberatan dan mengeluh?" Ternyata tidak ada. Nah, saya bilang, "Saudara-saudara akan direlokasi ke tempat yang aman, tapi tanah itu masih milik Anda." Mereka bilang sanggup untuk tidak pulang lagi.
Toh, tetap ada yang meninggal.…
Itu ada yang ziarah ke sana (radius 3 kilometer). Tapi ada juga yang balik lagi.
Orang Batak biasanya berprinsip uang bisa dicari, yang penting nyawa selamat.
Justru mereka sangat mudah diungsikan. Beda dengan orang Jawa, ngeyel-nya minta ampun.
Tapi yang ngungsi jadi banyak….
Karena di daerah yang sebetulnya aman, masyarakatnya ikut ngungsi semua. Kemarin yang kembali 15 ribu orang. Bayangin saja, dalam radius 5 kilometer dari Sinabung ada 17 desa dan 2 dusun. Ini bukan berarti daerah gunung api tidak boleh ditempati. Tapi memang risiko yang harus diperhitungkan. Betul, hidup dan mati di tangan Tuhan. Tapi Tuhan memberikan akal kepada manusia bertahan hidup.
Bicara kesuburan, tepat ya Kelud meletus saat Hari Valentine? Alam memberi kasih sayang.…
Sekarang tunjukkan kepada saya daerah gunung yang pernah meletus dan tidak punya produk unggulan. Please. Sinabung punya jeruk Medan. Dari mana itu barang? Coba kita bayangkan belasan ribu pulau di Indonesia tanpa gunung api, karang semua itu barang.
Mungkin tidak bisa disalahkan kalau masyarakat cemas karena Kelud yang kecil saja abunya seperti itu....
Tidak selalu begitu. Gunung kecil tapi letusannya besar banyak. Gunung besar tapi letusannya kecil juga banyak. Kelud kemarin meletus tanpa danau kawah. Padahal biasanya dengan kawah sambil meletuskan jutaan meter kubik air.
Mengapa letusan Kelud sangat besar?
Laju pengisian magmanya tinggi. Dalam setahun 2,2 juta meter kubik. Untung letusan kemarin tinggi sehingga masyarakat tidak kena. Dan untung juga malam sehingga tidak mengganggu penerbangan. Material letusannya 100-105 juta meter kubik dalam tiga jam. Ketika Merapi meletus pada 2010, materialnya 150 juta meter kubik dalam sebulan. Sinabung kemarin meletus mulai September sampai awal Februari tak sampai 15 juta meter kubik. Ini perbandingan supaya orang tahu.
Air danaunya bakal terisi lagi?
Sekarang sudah terbongkar semua, air hujan bakal masuk dan danaunya bakal terbentuk lagi.
Bagaimana Anda tahu gunung api bakal meletus?
Saya percaya Tuhan dan ini perbuatan-Nya. Saya memang ditugasi khusus untuk mengawal gunung api. Ketika Kelud akan meletus pukul dua sore pada 13 Februari 2014, saya cemas luar biasa. Bupati Kediri menghubungi saya minta masukan. Kira-kira pukul lima sore, saya telepon lagi dia dan bilang, "Andaikan Ibu tentara, kokang senapan Ibu sekarang juga. Siapkan untuk mengungsi secepatnya."
Itu intuisi saja?
Intuisi ya, bukan feeling.
Berdasarkan data?
Selalu, dong. Intuisi itu saya lihat dari data dulu. Kalau feeling tanpa apa pun. Saya telepon terus kondisi di sana. Saya tanya kondisinya kepada anak buah Toto (Hendrasto, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana), dan dia bilang tremor terus. Saya bilang, "Lu gila, deh, telepon Toto sekarang." Saya tidak mau menghubungi Toto karena bisa dianggap mengintervensi. Saya telepon juga incident commander di sana untuk melakukan pengungsian.
Kalau sekarang sebagai Kepala Badan Geologi bisa mengintervensi?
Boleh, kalau untuk mengambil alih.
Dulu sewaktu jadi Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana boleh diintervensi oleh Kepala Badan Geologi?
Saya tidak mau diintervensi. Sebab, saya lakukan tugas dengan baik, kecuali saya salah. Kalau saya tidak salah, you duduk saja baik-baik, saya lakukan peran dengan baik.
SURONO Tempat dan tanggal lahir: Cilacap, 8 Juli 1955 Pendidikan: Sarjana fisika Institut Teknologi Bandung (1977-1982), Master bidang geofisika dari Universitas Grenoble, Prancis (1987-1989), Doktor bidang geofisika dari Universitas Savoie, Chambery, Prancis (1989-1993) Karier: Bekerja di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana sejak 1982 hingga menjadi Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana pada 2006-2013, Staf khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral bidang tata ruang (2013-Februari 2014), Kepala Badan Geologi (Februari 2014-sekarang) |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo