Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Rizal Muslimin: Arsitektur Lokal Tidak Mandek

Rizal Muslimin merancang Masjid Raya Sumatera Barat dengan mengangkat konsep bangunan yang berakar dari tradisi budaya lokal Minang. Karyanya itu menjadi satu dari tujuh masjid di dunia yang mendapat Abdullatif Al Fozan Award di Madinah, Desember lalu.   

 

 

23 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Masjid Raya Sumatera Barat. Instagram/masjidrayasumaterabarat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Rizal Muslimin meraih Abdullatif Al Fozan Award di Madinah atas rancangannya pada Masjid Raya Sumatera Barat.

  • Dosen di The University of Sydney itu merancang masjid tersebut ketika masih bekerja di biro arsitektur milik Ridwan Kamil.

  • Masjid itu mengangkat konsep bangunan yang berakar dari tradisi budaya lokal Minang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsitek Rizal Muslimin baru saja mendapat Abdullatif Al Fozan Award di Madinah, Desember lalu. Ia mendapat apresiasi atas karyanya merancang Masjid Raya Sumatera Barat di Kota Padang. Penghargaan yang dimulai pada 2011 itu menilai dari aspek arsitektur, perkotaan, dan teknis masjid di seluruh dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penghargaan lain diberikan kepada arsitek Masjid Besar Raja Abdullah di Arab Saudi, Masjid Amir Shakib Arslan di Libanon, Masjid Sancaklar di Turki, Masjid Basuna di Mesir, Masjid Merah di Bangladesh, dan Masjid Djene di Mali. Tujuh masjid tersebut dipilih juri dari 24 masjid yang disurvei dari 43 negara.

Rizal cukup kaget mendapat penghargaan itu. “Waktu itu masjid didesain untuk masyarakat Sumatera Barat, tidak sampai mikir ke penghargaan,” ujar Rizal kepada Dian Yuliastuti dari Tempo melalui aplikasi pertemuan, Jumat, 21 Januari 2022.

Rizal memenangi sayembara rancangan desain Masjid Raya Sumatera Barat pada 2006. Kala itu, ia bekerja di biro arsitektur Urbane yang didirikan oleh Ridwan Kamil, yang kini menjadi Gubernur Jawa Barat. Rizal berhasil unggul dari 323 peserta sayembara dari berbagai negara.

Rizal mengangkat konsep bangunan yang berakar dari tradisi budaya lokal Minang. Ia kagum pada seni, tradisi, dan budaya Minang. “Nah, pas ada sayembara itu, saya ingin menunjukkan kekaguman itu menjadi lebih konkret. Bagaimana memperlihatkan arsitektur tradisi dengan bentuk yang kontemporer, modern,” kata penyandang gelar PhD lulusan Massachusetts Institute of Technology itu.

Di sela waktu luang berlibur di kampung halamannya di Makassar, Rizal yang  mengembangkan metode desain komputasi di bidang arsitektur ini bercerita tentang inspirasi dan pengalamannya mendesain masjid yang mendapat sejumlah penghargaan itu. Ia juga berbincang tentang perkembangan arsitektur, potensi arsitektur tradisional di Indonesia, dan kesehariannya. Berikut ini petikannya.

Kapan Anda mendapat kabar meraih Abdullatif Al Fozan Award?

Hmm, sekitar Desember 2021. Saya mendapat kabar Masjid Raya Sumatera Barat mereka nominasikan bersama masjid di negara Islam atau yang penduduk muslimnya banyak. Nah, akhir Desember itu diumumkan secara resmi di Madinah. Sebelumnya, panitia meminta saya memberikan sambutan melalui video. Saya berterima kasih kepada panitia atas penghargaan istimewa ini dan masyarakat Sumatera Barat yang memakmurkan masjid. Apa artinya masjid jika tidak ada jemaah yang memakmurkan.

Anda menyangka bakal meraih penghargaan?

Cukup kaget ya, gembira juga. Waktu itu masjid didesain untuk masyarakat Sumatera Barat, tidak sampai mikir ke penghargaan. Tapi, dari penilaian penghargaan itu, panitia sepertinya ingin mencari terobosan baru dalam arsitektur masjid. Bahwa arsitektur masjid itu beragam dengan keragaman budaya di seluruh dunia. Dengan arsitektur masjid, kita bisa melihat Islam, bisa menjangkau masyarakat luas dengan menghormati budaya lokal, budaya setempat. Hal itu untuk menunjukkan Islam itu agama yang terbuka. Jika dilihat, dari tujuh masjid yang terpilih ini, semua memperlihatkan keberagaman yang diinterpretasikan secara positif.

Malam ceremony pemberian penghargaan Rizal Muslimin. Dok Pribadi

Konsep seperti apa yang Anda buat?

Konsep yang diharapkan oleh masyarakat mencerminkan filosofi masyarakat Sumatera Barat, Adat basandi syara', syara' basandi Kitabullah.  Filosofi yang mengangkat asimilasi budaya dan agama. Tidak hanya bentuk masjid yang berulang-ulang, tapi kalau bisa tumbuh dari akar budaya setempat. Ada panduan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat memang. Peserta diminta menginterpretasikan panduan tersebut.

Lalu?

Waktu itu saya lihat ada tiga elemen penting dalam budaya Minang, yakni alim ulama, cerdik pandai, dan ninik mamak. Agama, intelektual, dan budaya. Dari sisi agama, ada satu kisah Rasulullah yang sangat melekat, yakni ketika menyelesaikan sengketa peletakan batu Hajar Aswad. Itu sangat relevan dengan konsep. Solusi yang ditawarkan Nabi Muhammad ini cerdas, sederhana, tapi elegan. Yang penting batu terangkat dan orang harus bersatu. Akhirnya batu diangkat bersama dengan kain turban yang dibentangkan. Ternyata kain bisa berfungsi sebagai apa saja, tapi juga bisa menjawab konflik.

Inspirasi lain?

Di masjid itu, ada bentuk kain terbentang yang bisa dibentuk dan memperlihat siluet rumah gonjong. Penting untuk memperlihatkan elemen tersebut. Kalau mau masjid ini serasi, ya, menghargai kain. Lalu dari unsur kain, sebagai salah satu produk budaya di Sumatera Barat, ada songket. Mengapa songket diangkat sebagai unsur? Sebab, motif-motif songket sarat makna. Salah satu yang dipakai di masjid itu motif pucuk rebung.

Apa makna pucuk rebung?

Itu semacam pesan, belajar dari bambu bisa mempunyai banyak fungsi, manfaat. Rebung bakal dari bambu. Sejak dari rebung hingga menjadi bambu mempunyai manfaat. Filosofinya, jadi seorang muslim, seorang Minang, itu bisa selalu bermanfaat bagi masyarakat.

Berapa lama Anda dan tim merancang masjid tersebut?

Satu-dua bulan secara teknis. Tapi, kalau detail bentuk, saya sejak dulu suka rumah, kesenian, dan seni budaya Minang. Itu muncul dari kekaguman saya. Nah, pas ada sayembara itu, saya ingin menunjukkan kekaguman tersebut menjadi lebih konkret. Poinnya juga bagaimana memperlihatkan arsitektur lokal dengan bentuk yang kontemporer, modern. Rumah gonjong kan semula untuk tempat tinggal, terbatas daya tampungnya. Padahal kan ini masjid harus menampung ribuan anggota jemaah tanpa ada kolong di dalam bangunan.

Lalu bagaimana mewujudkannya?

Dengan teknologi, ini bisa diwujudkan. Bentangannya cukup panjang sehingga jemaah bisa melihat ke mimbar. Memperlihatkan bagaimana budaya lokal bisa diwujudkan dengan teknologi kekinian.  

Rizal Muslimin. Dok Pribadi

Apa tantangan yang Anda temui saat merancang?

Meriset atau meneliti. Riset tentang arsitektur lokal, nilai budaya setempat, dan merumuskan aspek budaya yang diambil. Itu kan keputusan penting, cukup menantang mencari intisari cerita. Nah, ketika bentuk sudah didapat, dan pas, itu menjadi sangat pribadi rasanya. Karena saya terinspirasi jauh sebelum itu.

Apa impian Anda?

Saya percaya kita punya kekayaan arsitektur yang sangat banyak, idealisme mengangkat masyarakat setempat ke dunia. Bahwa arsitektur lokal itu tidak mandek, mengikuti zaman. Masjid itu bisa memenuhi idealisme saya, kagum akan tradisi lokal. Perlu ada transformasi lokal ke modern yang sesuai dengan perkembangan sekarang. Saya berharap, ketika mendesain itu, kekayaan arsitektur berevolusi positif. Tidak hanya bangunannya, tapi juga seni-budayanya. Saya hanya meneruskan tradisi yang sudah ada karena nilai-nilai lokalnya memang sudah potensial.

Tren arsitektur saat ini seperti apa?

Saat ini kita berada di zaman informasi. Arsitektur dari luar juga sangat terbuka. Ketika arsitek ingin mendesain, dengan mudah mendapat inspirasi. Kalau dulu, inspirasi itu dari alam sekitar kita. Nah, sekarang, ide bisa dari mana saja. Tapi pertanyakan apakah ide dari luar itu sesuai dengan situasi sosial-budaya dan ekonomi masyarakat atau tidak. 

Mungkin bagus di luar karena sesuai dengan sosial-budaya dan kekuatan ekonominya. Kadang suka lihat ada bangunan bagus, tapi ketika mulai beroperasi, pengelolanya kesulitan memperlihatkan keindahannya karena kesulitan dalam perawatan dan kebersihannya. Arsitektur sekarang campuran pengaruh dari luar. Semakin ke sini, potensi arsitek semakin baik. Talentanya menjanjikan.

Bagaimana dengan aspek lingkungan?

Arsitektur kita sangat bijak merespons alam, lingkungan. Dari ukuran, penghawaan juga. Dari aspek sosial pun merespons lingkungan alam dengan baik. Saat ada acara sosial, seremoni, serasi dengan tempat upacara. Ini dikondisikan secara serasi. Jadi, tak hanya bicara lingkungan, tapi juga sosial. Iklim ini banyak diwanti-wanti untuk zero carbon, harus dipertimbangkan. Lingkungan sosial perlu cermat diperhatikan bagaimana perubahan sosial terjadi. Perlu kejelian membaca fenomena perubahan sosial.

Ada pengaruh pandemi terhadap arsitektur?

Yang menarik soal pandemi ini, ada struktur budaya yang berubah. Dulu banyak berkumpul, sekarang harus menjaga jarak, bagaimana berinteraksi, dan bagaimana desain menjaga keakraban dengan tetap mempertahankan serta memperhatikan aspek kesehatan. Apalagi perubahan cepat sekali. Arsitektur juga perlu mengamati perubahan-perubahan supaya bangunan bisa mengantisipasi situasi, seperti desain sekolah dan rumah sakit.

Rizal Muslimin saat melakukan presentasi setelah terpilih menjadi juara 1 kepada Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjabat sebagai presiden. Dok Pribadi

Bagaimana dengan potensi arsitektur lokal atau tradisional?

Masih menjadi pilar utama pada bidang tertentu, seperti pariwisata. Arsitektur lokal masih penting buat mereka, tidak bisa dipisahkan dari bidang ini. Untuk mempersembahkan arsitektur kepada turis, keaslian arsitektur lokal harus terjaga dengan cara menjaga dan melakukan pemugaran. Banyak ahli cagar budaya yang menjaga. Kalau ada yang rusak, segera direhab sesuai dengan aslinya.

Tapi kita tidak boleh terlena dengan kejayaan masa lampau. Banyak desainer lokal yang mampu dengan desain baru, bisa merespons lingkungan dengan bijak. Keberhasilan arsitektur kontemporer ini bergantung pada banyak faktor. Seperti institusi pemerintah yang mengawasi dan memastikan bangunan itu masih bisa membawa nilai lokal. Masyarakat juga berperan penting menjaga tradisi dan mempertahankan konsep-konsep kelokalan. Saya percaya masyarakat masih menjaga kelokalan tadi, tapi perlu diingatkan kesadaran itu. Institusi pendidikan juga penting.

Apa yang Anda tanamkan kepada para arsitek muda atau calon arsitek?

Kepekaan sosial dan perubahan sosial. Arsitek itu perlu jeli, sensitif terhadap tatanan sosial. Apalagi untuk masyarakat Indonesia yang sangat majemuk. Kalau bisa, konsep-konsep dasar yang dipakai untuk merancang tetap berdasarkan kondisi setempat, situasi lokal. Inspirasi dari luar boleh, tapi karena yang memakai masyarakat lokal, ya, perlu dipelajari apa relevan atau tidak.

Siapa arsitek dan rancangannya yang Anda kagumi?

Salah satunya ada almarhum Y.B. Mangunwijaya, Ahmad Nukman, dan Friedrich Silaban. Kalau rancangan bangunan itu saya tertarik arsitektur dari Italia, bisa menggabungkan keindahan dan keteknikan dengan elegan. Saya juga suka desain dari Jepang, simpel dan sesuai dengan lingkungan alamnya. Nah, karena tinggal di Australia, saya juga suka arsitektur yang memadukan keindahan dan keteknikan secara serasi, datang dari kejujuran strukturnya. Ada keindahan dari perpaduan budaya lokal. Saya juga suka permukiman di Afrika, vernakular keseharian seperti kampung.

Inspirasi Anda datang dari mana saja?

Tidak memandang dari hal tertentu, bisa dari mana saja, kapan saja, siapa saja. Untuk memahami secara menyeluruh suatu bangunan yang akan dirancang, seorang arsitek harusnya bisa datang, hadir langsung, dan merasakan situasi di tempat yang akan dirancang. Minimal kalau tidak bisa, ya, di-googling.

Tinggal di Massachusetts dan Sydney seperti apa?

Beda sekali dua tempat ini. Massachusetts (Amerika Serikat) bisa sangat ekstrem cuacanya sehingga arsitektur lokalnya pun mengikuti cuaca dan iklim di sana. Makanya ada tungku dengan perapian, lalu batanya juga dobel. Di sana juga lebih liberal, ya. Saya menikmati empat musim yang ekstrem. Di Massachusetts, saya bisa menikmati alamnya dengan karakter warna berbeda. Di Sydney tidak seekstrem di Boston, Massachusetts, ya. Tapi kondisi geologisnya, banyak pantai karang. Berbeda dengan kondisi di Indonesia yang sangat beragam. Kita punya pemandangan alam yang sangat bervariasi. Punya gunung api juga.

Selain mengajar di The University of Sydney, apa saja kegiatan Anda?

Paling melakukan penelitian, ya. Itu yang dominan. Sebelumnya, waktu S-3 kan tugasnya mengajar dan praktik. Nah, sekarang mengajar dan meneliti lingkungan tinggal di Indonesia, tentang budaya lokal tradisional dan bangunan tradisional. Potensinya yang belum sempat terangkat.

Setelah belajar dari MIT (Massachusetts Institute of Technology), saya dapat sudut pandang baru. Kebetulan spesialisasi komputasi desain, arsitektur digital. Bisa soal bangunan atau permukiman. Banyak yang bisa dipelajari dari bangunan lokal kita. Masyarakat lokal kita memakai logika yang elegan, mencoba menginterpretasi dari kesenian lokal atau tradisi setempat yang berhubungan dengan bangunan. Contohnya, ukiran dan prinsip-prinsip lokal. Bagaimana merespons budaya lokal dari lisan dan visual. Masyarakat mempunyai ilmunya, tapi tidak tertulis.

Saya pengin mendokumentasikan ilmu dari balik itu. Perlu sangat hati-hati karena ilmunya berevolusi sejak lama. Jadi jangan salah interpretasi. Saya tertarik dengan ilmu-ilmu yang belum tersuratkan memakai logika desain.

Apa saja kegiatan Anda jika sedang senggang?

Biasanya sama keluarga keliling menikmati alam setempat, jalan-jalan, atau mendesain. Baik ada proyek kerjaan maupun tidak, itu sudah menjadi hobi. Saya juga tidak tahu bagaimana memisahkannya. Blur antara hobi dan kerja. Kalau sedang jalan, lihat ada sesuatu yang menarik, ya, langsung di-skets manual dengan pena atau kertas. Kadang juga dengan tisu atau sobekan amplop. Yang penting keluar, biar enggak kepikiran. Biar tangan tidak kaku, tetap skets manual.

Hobi Anda yang lain?

Suka main piano dan menonton film dokumenter. Tapi saya lihat film-film sekarang plot-plotnya semakin kreatif, tidak membosankan.

Masakan apa yang dikangeni waktu tinggal di luar negeri?

Yang spesial, seperti coto Makassar atau gudeg, kan susah, ya. Tapi, kalau sehari-hari, istri masak makanan Indonesia, jadi tidak terlalu kangen. Kalau pas pulang kampung seperti ini, ya, langsung cari coto Makassar. Kan, orang tua saya di Makassar.

Ketika yang lain eksis di media sosial, Anda malah menepi tidak mempunyai akun. Tidak dikomplain teman?

Ada beberapa yang komplain memang, he-he-he. Tidak ada alasan khusus sebenarnya, hanya saya takut kecanduan, menghabiskan waktu. Saya gampang terlena. Saya jadinya yang tradisional saja untuk berkomunikasi, dengan telepon, SMS, dan e-mail. Tidak bermaksud bertapa, he-he-he.

 

Biodata:

Nama: Rizal Muslimin

Pekerjaan:

- Pengajar di Sekolah Arsitektur, Desain, dan Perencanaan The University of Sydney

- Direktur Construction and Computation in Architecture Lab (CoCoA) di Sydney

Pendidikan:

S-1 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan - 1999

S-2 Magister Arsitektur di Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (ITB) - 2002

S-3 PhD Arsitektur Desain dan Komputasi dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) - 2014

Penghargaan Akademis:

- 2017: Penghargaan Kertas Terbaik di Computer-Aided Architectural Design (CAAD) ke-17 Konferensi Berjangka di Istanbul, Turki

- 2015: Awarded Australia-Indonesia Institute Grant oleh Persemakmuran melalui Institut Australia-Indonesia Departemen Luar Negeri dan Perdagangan untuk pertukaran studio program di Bandung, Indonesia

- 2015: Penghargaan New Colombo Plan Grant bekerja sama dengan Sydney Southeast Asia Centre oleh Persemakmuran melalui Institut Australia-Indonesia Departemen Luar Negeri Urusan dan Perdagangan untuk program pertukaran studio di Yogyakarta, Indonesia

- 2013: Beasiswa Pengajaran Pascasarjana MIT-SUTD oleh Massachusetts Institute of Technology serta Universitas Teknologi dan Desain Singapura

- Beasiswa: Penghargaan 2011 dari Massachusetts Institute of Technology

- 2008: Beasiswa Fulbright dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat

Penghargaan Desain:

2021 - Penghargaan Abdullatif Al Fozan untuk Masjid Agung Sumatera Barat

2020 - Penghargaan Traveller’s Choice Awards 2020 dari TripAdvisor untuk Masjid Agung Sumatera Barat

2013 - Juara II Harold dan Arlene Schnitzer Prize dalam Seni Visual oleh MIT - Dewan untuk Karya Seni

2010 - Penghargaan Kehormatan, Desain Teknis - Kompetisi Internasional Brickstainable, solusi yang mengandung batu bata atau aplikasi berbasis batu bata sebagai bahan bangunan utama

2009 - Juara II Lomba Desain Gedung Alumni Institut Teknologi Bandung, Jakarta, Nasional

2007 - Terpilih sebagai salah satu dari 30 arsitek muda Indonesia terbaik di bawah 40 tahun oleh majalah I-Arch

2007 - Juara II Lomba Desain Museum Tsunami Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh

2007 - Penghargaan Kehormatan Lomba Desain Gedung Pusat Data Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta

2006 - Juara III Konservasi Gedung Joang 45, Jakarta, kompetisi nasional

2006 - Juara I Kompetisi Internasional Desain Masjid Agung Sumatera Barat, Padang, Indonesia

2006 - Juara II Lomba Desain Gerbang Kota Tingkat Nasional, Gerbang Kota Kemayoran, Jakarta

2005 - Juara II Kompetisi Nasional untuk Revitalisasi Kota Jatinegara, Jakarta

2004 - Juara II Lomba Rancang Bangun Nasional Tingkat Nasional - Perancangan Stasiun Monorel Kuningan, desain stasiun monorel pertama di Jakarta

2003 - Juara I Lomba Desain Rumah Murah Informal Bandung, kompetisi untuk program perbaikan kampung di permukiman bantaran sungai yang padat di Bandung.

2002 - Penghargaan Kehormatan Lomba Desain Bekasi Tower

Organisasi: Anggota IAI

Penghargaan Lain: Mendapat pelbagai grant penelitian, menjadi pembicara, dan menerbitkan banyak publikasi

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus