Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Siapakah Syam Kamaruzaman?

3 Oktober 1998 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mungkin nama ini akan selalu menjadi misteri. Dalam film, tokoh seperti Syam hanya akan disorot sebagai kaki dan tangan yang sibuk, tanpa pernah terlihat wajahnya dengan jelas. Kamaruzaman alias Syam, bagi sejarah Orde Baru, adalah kunci yang menghubungkan PKI dengan Gerakan 30 September. Menurut Kolonel Latief, Syam-lah yang menerjemahkan perintah Letkol Untung untuk menangkap para jenderal hidup atau mati. Bagi generasi muda yang membaca sejarah Indonesia, tokoh tersebut mungkin akan terus-menerus menjadi seorang tokoh "jahat" misterius yang tak jelas latar belakangnya, kelahirannya, dan tujuan hidupnya, kecuali menyebarkan komunisme dan membantai sejumlah jenderal. Di media massa, Syam hanya dikenal sebagai sosok PKI yang berdiri di muka hakim saat diadili dengan mengenakan kacamata hitam. Siapakah Syam? Berikut sebuah kesaksian seseorang--yang tak ingin disebut namanya, sebut saja namanya Chairul--yang mengaku mengenal Syam dari dekat. Menurut Chairul, tokoh misterius bernama Syam itu berkulit gelap, berambut keriting, tinggi badan sekitar 170 sentimeter, sering memakai baju dril, dan ada codetan di pipi dekat mata kanannya. ''Dia memang tukang berkelahi,'' tutur Chairul. Syam adalah ayah dua anak. Istrinya sudah almarhumah sejak Syam aktif di Biro. Syam, di mata Chairul, merupakan lelaki yang senang dengan strategi, bukan teori. Ketika Chairul baru mengenalnya saat itu, Syam berusia sekitar 50 tahun. Sebelum direkrut PKI, Syam menjabat ketua Serikat Buruh Perkapalan. Pada 1965, Syam duduk di BC-PKI (Biro Khusus PKI), suatu bagian dari organisasi yang mengurusi soal-soal khusus, misalnya menarik simpati dan pengaruh dari kalangan angkatan bersenjata, agama, dan intelektual untuk berminat aktif di PKI. Menurut Chairul, perkembangan BC ini diawali karena Syam adalah Ketua CC-PKI (Komite Sentral PKI) dengan Bono dan Pono sebagai wakilnya. "Syam juga seorang sipil yang menjadi informan tentara," tutur Chairul. Menurut Chairul pula, Syam mengenal Soeharto dan Untung saat berada di Patuk, Yogyakarta. Tapi sosok yang paling dekat dengan Syam adalah Aidit, Ketua Umum PKI. Begitu khususnya hubungan mereka sehingga pengurus PKI lain seperti Nyoto dan Lukman tidak mengetahui adanya BC. Yang mengikat BC dengan PKI, menurut Chairul, hanyalah tiga orang, yakni Syam, Pono, dan Bono. BC-PKI memiliki cabang di berbagai daerah tapi tidak memiliki kantor tetap. Sebulan sekali, Syam sebagai Kepala BC mengadakan pertemuan dengan seorang kawan Chairul yang menjadi anggota bidang pendidikan BC. Caranya, Syam akan memanggil rekan Chairul itu ke rumah Syam di Salemba, Jakarta Pusat, di dekat pintu kereta api, tepatnya di dekat Pasar Mencos. Menurut rekan Chairul, "Rumahnya sederhana, tak banyak barang berharga. Setelah bertemu, mereka langsung pergi lagi untuk melakukan pertemuan. Karena sifatnya yang sangat rahasia, BC menerapkan sistem sel, yang tidak memungkinkan anggotanya saling mengenal. Pernah suatu kali, rekan Chairul itu mendidik tiga orang sekaligus. Syam marah-marah. Ia menginginkan rekan Chairul yang pengajar itu agar mengajar satu orang anggota BC saja, dengan masa pendidikan tiga bulan plus ujian selama satu bulan. Akibatnya, untuk menghasilkan satu kader BC dibutuhkan waktu empat bulan. Menurut Chairul, Syam adalah orang yang disiplin dan tidak banyak bicara. "Perintah dia harus dituruti. Kalau tidak, dia akan segera menggantinya dengan orang lain. Kalau marah, dia betul-betul marah," kata Chairul. Syam, Pono, dan Bono, menurut Chairul, adalah penasihat untuk Gerakan 30 September. Desas-desus tentang adanya Dewan Jenderal sudah diketahui sejak Agustus 1965, yaitu ada jenderal-jenderal yang ingin menggusur kepemimpinan Soekarno. Lalu ada sekelompok perwira muda yang ingin menyelamatkan Presiden Soekarno dari kemungkinan penggusuran Dewan Jenderal itu. ''Nah, sikap PKI waktu itu adalah mendukung gerakan para perwira muda,'' kata Chairul. Tapi anggota BC lain tak diikutsertakan dalam Gerakan 30 September. Dari semua anggota Biro, hanya tiga pengurus dan Aidit yang mengetahui gerakan tersebut. "Itu suatu gerakan rahasia. Masa, mau berontak bilang-bilang," ujar Chairul. Suatu malam tahun 1986, Syam, Pono, dan Bono, yang sudah dijatuhi hukuman mati, dijemput dari penjara Cipinang. Tak lama kemudian, muncul pengumuman bahwa mereka sudah dieksekusi. Ahmad Taufik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus