Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INDRA Sjafri tak ingin berlama-lama larut dalam euforia juara. Hanya berselang enam hari setelah membawa tim nasional memenangi kejuaraan Federasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF) di bawah usia 22 tahun (U-22), Senin pekan lalu Indra sudah menggelar latihan perdana menghadapi kualifikasi Piala Asia U-23 2020.
Tak seperti saat menghadapi Piala AFF, pelatih tim nasional Indonesia U-23 itu merasa timnya lebih siap menghadapi kualifikasi Piala Asia pada 22-26 Maret nanti. Indonesia berada di Grup K bersama tuan rumah Vietnam, Thailand, dan Brunei Darussalam. Selain sudah memiliki kerangka dan kondisi fisik pemain lebih baik, timnya lebih percaya diri setelah menjuarai Piala AFF U-22. “Saya tinggal memadukannya dengan pemain baru,” kata Indra, 56 tahun, dalam wawancara khusus dengan Tempo di The Sultan Hotel, Jakarta, Rabu pekan lalu. Indra harus membawa timnya menjadi juara grup di babak kuali-fikasi untuk lolos langsung ke Piala Asia U-23 tahun depan.
Saat menyiapkan tim untuk Piala AFF U-22, Indra hanya punya waktu sekitar satu setengah bulan. Ia baru ditunjuk sebagai pelatih pada akhir Desember tahun lalu, sementara Piala AFF mulai bergulir pada 17 Februari 2019. Beruntung, pelatih kelahiran Pesisir Selatan, Sumatera Barat, itu memiliki bank data pemain sejak ia melatih tim nasional dari U-16, U-17, U-18, hingga U-19. “Saya tahu persis pemain dari A sampai Z,” ujar pelatih yang sukses mengantar tim nasional U-19 menjuarai Piala AFF 2013 itu.
Kepada wartawan Tempo, Sapto Yunus, Angelina Anjar, dan Aditya Budiman, Indra juga bercerita tentang pengalamannya dipecat beberapa kali oleh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), didekati runner—sebutan bagi pelaksana pengaturan hasil pertandingan—serta rencananya bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membentuk akademi sepak bola.
Bagaimana Anda membangun tim nasional U-22 untuk Piala AFF dalam waktu hanya satu setengah bulan?
Selain waktu yang pendek, problemnya adalah kompetisi sedang libur sehingga berat badan pemain melebihi normal. Akibatnya, kami lebih banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal di luar masalah taktik. Seharusnya, di tim nasional, kita tidak lagi berbicara soal perbaikan kondisi fisik. Tapi tim pelatih dan ofisial bekerja keras membangun tim ini sehingga dalam waktu tiga minggu kami sudah berani menggelar uji coba. Di awal, penampilan tim memang kurang memuaskan. Tapi saya pastikan dari pertandingan ke pertandingan tim makin bagus. Karena itu, saat lolos dari grup, saya optimistis kami jadi juara.
Dari mana Anda mendapatkan pemain?
Dari klub. Alhamdulillah, PSSI sudah mulai memutar kompetisi usia muda. Berbeda dengan saat saya melatih tim nasional U-16 dan U-19, yang banyak pemainnya berasal dari hasil blusukan saya. Untuk tim nasional U-22, banyak pemain yang sebelumnya saya latih di tim nasional U-19. Proses saya sebagai pelatih, dari tim nasional U-16 hingga U-19, benar-benar menolong saya.
Anda punya data semua pemain?
Saya punya bank data. Saya tahu persis pemain dari A sampai Z. Karena itu, saya belum mau kalau disuruh melatih tim nasional senior. Saya harus menempuh karier sebagai pelatih tim nasional U-23 lebih dulu sehingga nantinya akan lebih gampang karena saya mengikuti tahap demi tahap proses yang dijalani pemain.
Pengalaman bekerja sebagai pemandu bakat PSSI membantu Anda dalam mencari pemain?
Ya, dari blusukan. Sampai sekarang saya punya teman-teman di daerah dan pelatih-pelatih klub yang memberikan informasi tentang pemain.
Ketika membentuk sebuah tim, apa kriteria yang Anda butuhkan dari pemain?
Keterampilan sepak bola, kecerdasan menjalankan taktik, kondisi fisik, dan mental harus bagus. Soal kondisi fisik, semua pemain harus menjalani general checkup. Mereka juga harus ikut psikotes dan saya wawancarai satu per satu. Ini membuat saya bisa memperlakukan mereka dengan tepat. Respons mereka pun tepat. Contohnya Marinus Wanewar. Banyak orang bilang beberapa pelatih tidak berhasil membina dia. Alhamdulillah, saya bisa.
Dalam psikotes, karakter pemain seperti apa yang Anda inginkan?
Kalau bicara mental, tidak hanya soal disiplin, baik latihan, makan, maupun tidur. Kalau itu, pemain sepak bola tidak perlu lagi diatur. Kalau masih diatur, bukan pemain nasional namanya, tapi pemain kampung. Saya tidak akan memilih pemain yang seperti itu.
Apa yang masih harus digembleng dari pemain kita?
Kesulitan semua pelatih tim nasional adalah masih mengajarkan keterampilan dasar pemain, seperti sentuhan pertama, kontrol bola, operan, dan taktik individu. Seharusnya pelatih tim nasional sudah masuk ke masalah taktik tim.
Tim ini tidak diperkuat sejumlah pemain bintang, tapi justru jadi juara….
Bagi saya, semua pemain adalah bintang. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh satu orang. Karena itu, kepada tim pelatih, ofisial, atau pemain, saya sering mengatakan di antara kita tidak ada yang lebih penting. Kalau ada yang merasa sebagai pemain bintang, saya coret.
Anda pernah melakukan itu?
Pernah. Karena itu, orang-orang kaget kenapa banyak pemain bagus yang tidak masuk tim. Banyak pemain tim nasional U-22 yang tidak ikut Asian Games. Sebenarnya mereka pemain yang saat berusia 16 tahun bagus-bagus.
Yang dulu Anda latih?
Ya. Setelah itu, mereka tenggelam karena tidak mendapat tempat di klub, baik di klub Liga 1 maupun Liga 2. Karena mereka hanya duduk di bangku cadangan, berat badannya melebihi normal.
Anda tidak memandang hal itu sebagai kekurangan?
Tidak. Bagi saya, yang penting adalah potensi awal, keterampilan sepak bolanya. Kalau kondisi fisik, kami bisa cepat menggarapnya.
Ada yang menilai pelatih tim nasional enggan merekrut pemain asal Papua karena masalah disiplin. Bagaimana dengan Anda?
Tidak semua pemain asal Papua begitu. Ada yang baik, seperti Marinus dan Osvaldo Haay. Saat bertemu dengan Presiden (pada 28 Februari lalu, Indra dan tim nasional U-22 diundang Presiden Joko Widodo ke Istana Merdeka, Jakarta), Marinus meminta jalan desanya dibangun. Bonusnya yang Rp 200 juta juga dipakai untuk memperbaiki gereja. Mana ada orang bandel seperti itu? Sebenarnya dia hanya menginginkan pengakuan. Kalau diakui sebagai orang hebat, dia akan hebat. Tapi, kalau kita underestimate, dia tidak akan percaya kepada kita.
Sebelumnya Anda pernah melatih pemain asal Papua?
Pernah. Tapi, buat saya, tidak harus ada pemain Papua atau tidak. Yang penting kualitas. Kalau ada yang bagus, saya ambil. Jadi ukurannya bukan seperti kuota haji.
Apa kesulitan melatih pemain dari berbagai latar belakang?
Buat saya, itu ibarat bunga. Makin berwarna-warni, makin bagus.
Bagaimana Anda menangani masalah yang muncul di antara pemain?
Tidak pernah muncul masalah besar karena ada regulasi yang kami buat. Mereka harus patuh pada regulasi itu.
Seperti apa regulasinya?
Makan, misalnya, harus bersama-sama. Kalau terlambat lima menit, bayar Rp 100 ribu. Setiap kelipatan lima menit, bayarnya bertambah Rp 100 ribu.
Banyak isu negatif yang berseliweran di media sosial. Apakah Anda melarang pemain membuka media sosial agar mental mereka tetap terjaga?
Tidak. Apa pengaruhnya? Malah, ketika kalah, saya suruh mereka membuka media sosial agar tahu komentar-komentar orang. Siapa yang bermain jelek, siapa yang bermain bagus, semuanya terlihat. Tapi, saat menang, tidak perlu membuka media sosial. Saya pun tidak pernah membuka media sosial ketika menang.
Tim nasional U-23 sudah mulai berlatih untuk kualifikasi Piala Asia 2020. Apa saja yang Anda persiapkan?
Ini lebih gampang karena kami punya modal lebih baik. Menjuarai Piala AFF U-22 membuat kepercayaan diri pemain meningkat. Kami juga sudah punya kerangka tim dan kondisi fisik lebih baik. Saya tinggal memadukannya dengan pemain baru.
Apakah tujuh pemain baru yang bergabung punya waktu cukup untuk menyatu dengan tim?
Cukup. Karena itu, pemain yang saya jamin bisa masuk adalah Egy Maulana Vikri dan Saddil Ramdani. Saya tahu persis kualitas mereka. Mereka pun pernah bermain dalam skema permainan saya. Tapi, kalau Ezra Walian, saya belum bisa memastikan dia akan terpilih.
Apa target Anda dalam kualifikasi Piala Asia U-23?
Harus juara grup. Kalau tidak, kita tidak akan lolos ke Piala Asia U-23. Kalau lolos ke Piala Asia dan masuk empat besar, kita masuk Olimpiade 2020.
Dalam kualifikasi Piala Asia U-23, Indonesia satu grup dengan Vietnam dan Thailand. Bagaimana peluangnya?
Saya tidak bisa tebak hasilnya sekarang. Tapi saya makin yakin. Pemain juga makin percaya diri. Yang penting tidak overconfident.
Apakah tim ini juga dipersiapkan untuk SEA Games 2019?
Ya, komposisinya tidak akan banyak berubah.
Saat Anda menandatangani kontrak dari PSSI untuk melatih tim nasional U-22, apakah target-target itu tercantum di dalamnya?
Ya. Saya dikontrak selama dua tahun. Setiap tahun ada evaluasi. Untuk tahun pertama, target saya adalah tiga kejuaraan itu (Piala AFF U-22, Piala Asia U-23, dan SEA Games).
Anda pernah dua kali dipecat PSSI, yakni saat menangani tim nasional U-19 pada 2014 dan 2017. Apa yang terjadi saat itu?
Itu jalan Tuhan.
Apa alasan PSSI memecat Anda?
Saya tidak tahu.
Tidak ada penjelasan resmi?
Tidak ada.
Lalu apa alasan PSSI memanggil Anda kembali?
Saya juga tidak tahu. Mungkin saya dianggap mampu.
Sejauh mana pemecatan Anda berpengaruh terhadap kesinambungan program pelatihan tim?
Sudah terbukti berpengaruh. Angkatan Evan Dimas, ketika saya diganti dengan pelatih lain, gagal. Karena itu, mungkin PSSI mulai sadar harus konsisten. Jadi Fachri Husaini (mantan pelatih tim nasional U-16) naik ke U-19 dan saya naik ke U-22.
Mengapa pemain kita banyak yang menonjol di usia muda tapi melempem ketika sudah di level senior?
Tidak juga. Saat melatih Bali United, saya membawa anak-anak U-19 ke sana dan semuanya mentereng.
Bagaimana Anda membuat mereka tampil konsisten?
Memberi mereka kesempatan. Selama ini pemain yang gemuk-gemuk itu kan tidak diberi kesempatan. Jadi dibutuhkan keberanian dari pelatih. Menurut saya, dari sisi kompetisi, batasi pemain asing. Kalau perlu, tanpa pemain asing.
Pemain asing dianggap menarik banyak penonton.…
Ketika saya melatih tim nasional U-19 dan mereka bermain, stadion penuh. Dulu saat masih perserikatan juga ramai. Jadi itu bukan alasan. Dengan terlalu banyaknya pemain asing, tidak akan ada kesempatan bagi pemain lokal. Bagaimana tim nasional bisa hebat kalau posisi-posisi penting di klub diisi pemain asing? Belum lagi soal naturalisasi.
Bagaimana dengan pelatih asing?
Kalau berkualitas, boleh saja. Kalau banyak pelatih lokal berkualitas tapi yang dipakai pelatih asing tidak berkualitas, kan, bodoh sekali.
Apa lagi yang harus diperbaiki dari sepak bola kita?
Saya sempat mengunjungi klub Italia, Juventus. Di sana infrastrukturnya bagus. Di sini ada juga yang infrastrukturnya bagus. Tapi di sana lebih banyak dan merata. Di sini belum ada klub yang punya training ground. Tim nasional saja tidak punya. Karena itu, saat bertemu dengan Presiden, saya menyampaikan, kalau bisa, Presiden membantu membangun training ground.
Apa tanggapan Presiden?
Tim ini harus konsisten. Beliau juga mengatakan kepada Pak Menteri Pemuda dan Olahraga, kalau pelatih butuh belajar, harus diberi kesempatan belajar.
Banyak pemain muda yang sudah Anda orbitkan. Apakah perkembangan mereka sudah sesuai dengan harapan Anda?
Ada yang sesuai, ada yang tidak. Di angkatan Evan Dimas, ada sekitar 20 persen pemain yang sekarang tenggelam. Itu biasa.
Apakah masih ada pemain potensial hasil blusukan yang belum Anda panggil ke tim nasional?
Pasti ada. Mungkin di U-23 juga masih ada yang tercecer. Karena itu, saya sebagai brand ambassador Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat Gala Siswa Indonesia antar-sekolah menengah pertama dari tingkat kecamatan. Itu sudah bergulir sejak tahun lalu dan ada instruksi presidennya (Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional).
Pelatih tim nasional Indonesia U-23, Indra Sjafri (kedua dari kanan), memimpin latihan di Stadion Madya, kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Senin pekan lalu. ANTARA/Sigid Kurniawan
Hasilnya akan diapakan?
Pemain-pemain terbaik yang ada dalam kompetisi itu akan dimasukkan ke akademi. Kami mau bikin akademi sendiri, mungkin di Jakarta dan minimal ada tiga-empat lapangan, mes, gym, serta klinik fisioterapi.
Kapan akademi terbentuk?
Dalam waktu dekat ini. Kemarin Pak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sudah setuju.
Apakah nantinya pemain-pemain jebolan akademi itu diambil tim nasional?
Ya. Kalau klub mau mengambil juga bisa.
Gratis?
Nanti akan kami bikin prosedurnya.
Dengan pemain yang ada saat ini, berapa lama tim nasional kita bisa berbicara di level dunia?
Beri saya waktu dua tahun. Saya pikir tim ini akan bagus. Apalagi kalau semua target tahun pertama ini tercapai. Saya dan anak-anak akan lebih percaya diri untuk naik ke level lebih tinggi pada tahun kedua.
Tim ini akan masuk ke level senior dan Anda pelatihnya?
Kita lihat nanti. Itu proses.
Apakah pendekatan dalam melatih tim nasional senior berbeda dengan tim junior?
Sama saja. Ada yang pernah bilang saya hanya spesialis melatih pemain berusia muda. Sekarang, dengan hasil kemarin (Piala AFF U-22), mau ngomong apa tuh?
Apa impian terbesar Anda?
Cita-cita saya sekarang adalah meraih medali emas SEA Games. Masuk Olimpiade juga suatu kebanggaan bagi saya.
Anda ingin kembali mencetak sejarah?
Ya. Beberapa kali saya membuat sejarah. Dalam Piala Asia U-19 2018, tim nasional masuk delapan besar setelah 44 tahun tidak pernah masuk delapan besar.
Beberapa pelatih mengaku pernah didekati runner atau pelaksana pengaturan hasil pertandingan. Anda pernah?
Pernah. Tapi, belum sempat ngomong banyak, dia sudah saya bentak-bentak.
Kapan?
Saat tahun kedua saya melatih Bali United. Kalau tidak salah saat melawan Persela.
Apa yang dia katakan?
Mau mengaturkan skor. Saya bersyukur sekarang dia sudah berada di dalam tahanan.
Bagaimana Anda melindungi tim dari runner?
Gampang sekali. Kan, niat kita sudah sama. Karena itu, pemain tidak akan tembus. Kita memang harus mewawancarai pemain. Kita juga harus berbicara dengan mereka setiap hari. Kalau saya, tidak akan mempan. Suruh saja semua raja mafia menghadapi saya, saya tembak semua dengan kata-kata. Saya bukan penghamba duit. Saya juga bukan penghamba kedudukan. Saya tidak takut dipecat.
Di tim nasional tidak pernah didekati runner?
Tidak pernah. Itu yang kami wanti-wanti kepada pemain. Berada di tim nasional itu jihad. Kalau di klub, itung-itungannya duit. Kalau di tim nasional, itung-itungannya bukan duit. Karena itu, saya tidak pernah menegosiasi kontrak dengan PSSI.
Anda tidak minta digaji dengan nominal tertentu?
Tidak. Paling-paling, saat mereka mau memberi sekian, saya cuma bilang, “Ya sudah. Enggak naik, tuh?”
Indra Sjafri
Tempat dan tanggal lahir: Pesisir Selatan, Sumatera Barat, 2 Februari 1963
Karier pemain: Persatuan Sepak Bola Padang (1986-1991)
Karier: Pelatih Tim Nasional U-22 (2018-sekarang), U-19 (2017-2018), Bali United (2015-2016), U-19 (2013-2014), U-17 (2012), U-16 (2011); Pemandu Bakat PSSI (2009-2011); Instruktur Pelatih PSSI (2007-2009)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo