Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Tak Ada Kendala Panggil Mega

22 September 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMBIL mengelus janggut, Abraham Samad menggeleng. Ia merendahkan suara, lalu mengatakan, "Beberapa tokoh yang untouchable akan ditangkap." Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ini kemudian bersandar kembali ke kursi dan menarik kaku kedua sudut bibirnya. "Sabar, akan kami ungkap," ucapnya.

Abraham dan timnya sudah mengungkap korupsi yang dilakukan banyak orang. Dari pengusaha kondang, jenderal polisi, ketua umum partai, sampai yang teranyar: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik. Tapi itu dianggap belum cukup. Publik mendesaknya menyelesaikan kasus lain yang mahabesar, Bank Century dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dulu ia memang berjanji mengungkap kedua kasus ini.

Kasus yang disebut terakhir ini jelas menjadi bola salju yang akan semakin besar dan bisa menekan pemerintah yang baru. "Pak Boediono saja, yang wakil presiden aktif, kami panggil. Apalagi Ibu Mega," kata Abraham, menanggapi desakan itu. Mega yang dimaksudkan adalah Megawati Soekarnoputri, petinggi PDI Perjuangan dan mantan presiden.

Abraham mengaku sudah mengambil langkah yang diperlukan agar penyelidikan KPK terhadap kasus korupsi besar yang sedang digebernya tidak terganggu. Karena itu, Abraham risau menunggu hasil seleksi Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, yang telah menetapkan 11 nama baru pemimpin KPK. "Kalau yang terpilih tidak baik, akan jadi pengganggu kinerja KPK," katanya.

Berakhirnya tugas Busyro Muqoddas sebagai pemimpin KPK pada Desember 2014 membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk panitia seleksi, yang diketuai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin. Maka KPK akan diisi pemimpin baru untuk menggantikannya-jika Busyro tidak terpilih lagi. "Panitia harus cermat dan selektif," ucapnya.

Selasa pagi pekan lalu, Abraham bertanya-jawab dengan Heru Triyono, Anton Septian, Muhamad Rizki, dan fotografer Eko Siswono Toyudho dari Tempo selama dua jam penuh di kantornya di Jalan H R. Rasuna Said, Jakarta. Dia berbicara dengan bebas dan tanpa keraguan. "Tidak, saya tidak takut," katanya. Abraham mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Simpel, dengan rambut tersisir rapi ke depan, mirip aktor Gary Iskak selagi cepak.

Calon pemimpin KPK kini tengah digodok Panitia Seleksi di Dewan. Siapa yang Anda harapkan muncul dari sana?

Jika orang yang terpilih tidak sesuai, akan melukai masyarakat yang mencintai Indonesia bebas korupsi.

Anda ragu akan kredibilitas panitia seleksi?

Saya hanya khawatir.

Apa syarat yang harus dimiliki pemimpin KPK, selain rekam jejak yang baik dan penguasaan ilmu hukum serta hukum beracara yang mumpuni?

Banyak yang pintar, tapi yang dibutuhkan adalah integritas. Itu jadi taruhan di KPK. Minimal integritasnya harus sama dengan pemimpin KPK jilid III (komisioner KPK saat ini, Abraham Samad dan kawan-kawan). Panitia harus teliti karena hasil seleksi itu berhubungan dengan panjangnya waktu seleksi.

Maksud Anda?

Jangan menyeleksi dengan waktu terbatas. Berbahaya. Bagaimana bisa mencermati seseorang dengan waktu singkat? Pemimpin KPK jilid III itu proses seleksinya sampai setahun.

Seleksi terjadi saat transisi politik, baik di legislatif maupun eksekutif. Adakah kekhawatiran hal itu berpengaruh terhadap seleksi?

Itulah. Sarat kepentingan akan terjadi saat fit and proper test. Memang tidak semua, tapi ada satu-dua orang yang meragukan. Tidak usah sebut nama.

Bagaimana proses seleksi sejauh ini jika dibandingkan dengan seleksi anggota Badan Pemeriksa Keuangan, yang juga tengah dipilih DPR?

Proses seleksi komisioner KPK lumayan lebih baik karena lewat panitia seleksi. Tapi saya ingatkan agar waspada. Jangan sampai salah merekrut orang, seperti BPK.

Salah rekrut di BPK?

Ya, masak ada orang di Komisi XI DPR yang menyeleksi tapi juga masuk menjadi calon anggota BPK? Artinya dia sendiri yang menyeleksi dan yang diseleksi. Ini kacau kalau orang partai mengisi BPK.

Kenapa memangnya orang partai?

Boleh saja mereka mencalonkan, tapi harus ada jeda dulu dari keaktifannya sebagai anggota Dewan. Misalnya, 5-10 tahun setelah selesai di DPR atau DPD, baru mencalonkan. Harus dibuat aturannya.

Dengan masuk satu orang pemimpin baru, apakah akan mempengaruhi banyak di KPK?

Jelas, walau kami yang lama masih berempat. Kalau satu orang ini ternyata tidak benar, akan jadi pengganggu. Kecepatan KPK dalam menyelesaikan kasus akan berkurang.

Apakah KPK ingin pengganti Busyro tidak dipilih sekarang? Sebaiknya ditunggu saja sampai masa aktif keempat komisioner lain habis, tahun depan.

Itu hasil rapat pimpinan yang memang ingin langsung seleksi lima orang. Pertimbangannya, seleksi satu orang akan menghabiskan anggaran yang besarannya sama dengan merekrut lima. Tapi apa mau dikata, proses sudah berlangsung.

Kalau berempat saja, apa kendalanya?

Kejaksaan saja dipimpin satu orang Jaksa Agung masih bisa bekerja. KPK ini cuma ada di Jakarta-dengan tiga-empat orang pun masih kuat. Tapi, kalau tidak lima, akan ada celah untuk dipersoalkan dari segi legalitasnya.

Anda berharap Busyro terpilih lagi?

Dia akan menjadi jembatan untuk pemimpin KPK berikutnya, apalagi kalau saya sudah tidak menjabat.

Maksudnya, kalau Anda sudah jadi Jaksa Agung?

Ha-ha-ha. Begini, itu takdir. Secara pribadi, saya lebih memilih di KPK. Cuma, saya tidak mau mendahului takdir.

Jadi Anda bersedia dipilih oleh Joko Widodo untuk menjadi Jaksa Agung?

Kejaksaan juga harus diperbaiki. Itu bagian dari fungsi KPK-yakni memacu penegak hukum lain jadi bagus. Susah juga kalau KPK bergerak sendiri.

Sudah ditawari?

Sementara saya pilih KPK. Cuma terkadang berpikir, kasihan juga kejaksaan, kalau semua orang baik yang ditawari menghindar, kapan lembaga ini baik? Semoga ada orang baik lain yang ditawari dan mau menerima.

Komunikasi dengan Jokowi?

Ha-ha-ha.... Masih banyak orang baik yang lainlah.

Dulu pernyataan Anda jelas tidak mau, sekarang sepertinya berubah....

Bukan, yang saya tolak betul itu jadi menteri, bukan Jaksa Agung.

Kenapa?

Kalau jadi menteri, mungkin banyak yang bisa. Tapi, kalau menegakkan hukum, tidak semua orang bisa.

Anda sempat tergoda oleh posisi Wakil Presiden Indonesia?

Yang berlalu biar berlalu. Mungkin negeri ini belum bisa menerima orang-orang seperti di KPK, yang dianggap terlalu keras dan tidak bisa kompromi. Kalau hitam ya hitam, tidak bisa dibikin abu-abu lagi.

Pendapat Anda tentang struktur kabinet Joko Widodo?

Soal di partai ada yang profesional, saya sepakat. Tapi saya tidak sepakat kalau dipatok. Dari profesional 18, dari parpol 16. Itu namanya kuota, ya bagi-bagi. Kalau ternyata orang partai cuma 10 orang yang memenuhi kriteria, ya sudah, jangan dipaksa. Itu langkah keliru. Karena enam sisanya pasti tidak beres.

Sudah diminta menelusuri riwayat calon menteri oleh Jokowi?

Kami banyak mendiskusikannya. KPK memiliki buku putih. Itu bisa dijadikan acuan untuk Pak Jokowi memetakan permasalahan bangsa ini.

Anda dekat dengan Jokowi?

Teleponan saja. Itu biasa.

Anda didesak memeriksa Jokowi terkait dengan kasus dugaan korupsi bus Transjakarta....

Alhamdulillah, saya tidak punya kendala psikologis. Walau dekat, kita tegaan juga. Anda bayangkan, saya berangkulan dan berciuman dengan Hadi Poernomo (Ketua BPK) kalau bertemu. Bahkan foto dia dan saya dipajang. Tapi, di saat bersamaan, saya mampu menetapkannya sebagai tersangka.

Itu yang Anda lakukan juga terhadap Ilham Arief Sirajuddin, Wali Kota Makassar, yang diduga terlibat korupsi instalasi perusahaan daerah air minum?

Oh, iya. Saya malah dorong dia dijadikan tersangka-walau dekat. Orang kampus saya harus banyak jadi tersangka. Biar pas saya pulang kampung sudah bersih di sana. Jangankan teman, kalau saudara saya macam-macam, akan saya tangkap dan gantung.

Seperti tantangan Anas Urbaningrum yang meminta digantung di Monumen Nasional?

Sebagai orang yang berkomitmen, Anas harus membuktikan sendiri. Biarkanlah dia ikhlas melakukannya.

Kabarnya, dalam penetapan status tersangka Anas Urbaningrum, ada campur tangan Istana?

Rumor itu tidak benar. Kami akan membuktikan lewat persidangan terbuka. Kalau ragu, tidak mungkin terbuka seperti itu.

Orang dekat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah menjalin komunikasi dengan Anda?

Sama sekali tidak pernah.

Bagaimana dengan pemimpin KPK yang lain?

Tidak juga.

Presiden Yudhoyono mengklaim pemberantasan korupsi pada masa pemerintahannya membaik....

Harus ada pembandingnya agar klaim itu obyektif. Pembandingnya pemerintahan siapa? Tentulah presiden sebelumnya. Saya mohon maaf, tapi memang mulai zaman Pak B.J. Habibie sampai sekarang, dalam hal pemberantasan korupsi, Pak SBY paling mending. Tapi, kalau ini disampaikan, saya khawatir Anda bilang saya membela SBY.

Apa ukuran membaiknya upaya pemberantasan korupsi di masa Presiden Yudhoyono?

Sampai detik ini, tidak pernah sekalipun Pak SBY menelepon pimpinan KPK ketika orang Demokrat akan ditetapkan jadi tersangka. Dari anak emas Andi Mallarangeng sampai Jero Wacik. Kemudian ketegasan dia terhadap kasus korupsi di Korps Lalu Lintas (Korlantas). Saya melihat sendiri komitmen dia saat perundingan berjam-jam dengan KPK dan polisi. Saya ingat Pak SBY bilang ke Kepala Kepolisian RI, "Saya tahu Anda orang baik, tapi di dalam, banyak jenderal yang tidak beres. Sampaikan sama jenderal-jenderal itu, perintah dari Presiden Republik Indonesia, bahwa kasus ini ditangani oleh KPK." Ini namanya komitmen, Bos.

Memang presiden-presiden sebelumnya tidak komitmen terhadap pemberantasan korupsi?

Kalau yang lalu-lalu, pasti menelepon untuk intervensi.

Tapi pada zaman Presiden Yudhoyono, banyak menteri yang ditangkap oleh KPK sendiri, lho....

Menteri ditangkap bukan berarti pemerintahnya lebih korup. Tidak bisa begitu. Mungkin di masa lalu juga korup, tapi para penegak hukumnya tidak progresif dan ada intervensi dari pemerintah. Begitu, Bos, bukan coba membela.

Apakah di kabinet Presiden Yudhoyono saat ini masih akan ada yang dijadikan tersangka?

Bisa jadi di kabinet yang akan datang atau sekarang. Mungkin ya, ada orang yang diprediksi akan masuk (bui).

Kabinet sekarang atau yang akan datang?

Ke depan pokoknya kita prediksi. Akan ada kejutan besar. Biarkan saja dulu. Senyap dan tap! He-he-he....

Rasanya KPK tidak melakukan apa-apa saat nama Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) muncul dalam persidangan kasus korupsi Hambalang dan Satuan Kerja Khusus Migas?

Jangan terburu apriori dulu sama KPK. KPK selalu membuat kejutan yang tidak bisa diprediksi. Saya bilang tadi, senyap, kemudian tap! Ini bagian strategi, Bos.

Mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai Yulianis mengatakan Ibas pernah menerima uang sebesar US$ 200 ribu dari perusahaannya saat kongres....

Itu keterangan yang sifatnya baru berdiri sendiri. Harus didukung alat bukti lain. Masih terus kami dalami.

Apa KPK tidak khawatir ada upaya dari orang seperti Ibas untuk menghilangkan barang bukti jika penanganannya terlalu lama?

Kami punya teknik investigasi sendiri. Sehebat apa pun orang mencoba mengaburkan, kami pasti bisa menemukannya. Teknik itu tidak bisa saya sampaikan. Kalau mereka tahu, nanti mereka mengubah cara mereka mengaburkan bukti.

Apa pekerjaan rumah terbesar KPK yang belum tuntas menjelang berakhirnya masa jabatan KPK jilid III setahun lagi?

Korupsi yang melibatkan penguasa, orang yang berduit, dan untouchable. Itu akan kami selesaikan. Seandainya pimpinan berikutnya tidak seperti kami, paling tidak orang-orang yang tidak tersentuh itu sudah diamankan. Itu cita-cita kami berlima.

Yang tidak tersentuh itu siapa?

Ha-ha-ha....

Apakah di dalamnya termasuk mafia migas?

Termasuk itu semua. Masih banyak tersisa. Di sana banyak yang untouchable.

Jumlah dana yang disangkakan KPK sebagai hasil korupsi Jero Wacik terbilang sedikit dibanding potensi penyelewengan di sektor migas....

Itu masih kecil banget. Kasus Jero, Waryono Karno, juga Rudi Rubiandini, baru awal membuka kasus-kasus lain di sektor ESDM (energi dan sumber daya mineral).

Memasuki era pemerintah baru, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) berlanjut?

Dilanjutkan, dong. Siapa bilang tidak? Anda menyinggung perasaan saya. Pasti akan lanjut.

KPK akan memanggil Megawati?

Tidak ada kendala. Pak Boediono saja, yang nyata-nyata wakil presiden aktif, kami panggil. Apalagi Ibu Mega yang sudah tidak aktif. Dia itu warga negara biasa.

Kapan?

Terserah jadwal penyidiknya.

Status kasus BLBI masih penyelidikan?

Betul sekali, masih penyelidikan.

Apakah indikasi korupsi dalam perkara BLBI cukup kuat?

Sangat kuat. Sangat-sangat kuat.

Kasus BLBI merupakan tanggung jawab Boediono sebagai Menteri Keuangan saat itu?

Saya tidak tahu siapa calon tersangkanya. Tidak bisa langsung begitu. KPK belum tahu siapa potential suspect-nya.

Megawati potential suspect?

Saya belum tahu.

Sebenarnya Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia itu ditandatangani oleh presiden atau menteri keuangan? Orang besar semua ini.

Saya jamin kami tidak ada kendala psikologis dalam memanggil seseorang. Penyidik dan jaksa di sini (KPK) membuat saya bangga. Anda lihat sendiri ketika persidangan Budi Mulya dalam kasus korupsi Bank Century, yang menghadirkan saksi Boediono. Tidak sedikit pun tecermin dari gestur jaksa bahwa mereka tertekan.

Kami melihat sendiri ada jawara Banten sekaligus loyalis Gubernur Banten Atut Chosiyah menjampi-jampi Anda dari luar gedung KPK, Anda tidak takut?

Saya tahu juga. Tapi saya sudah mempelajari tentang Banten. Yang menyebarkan Islam di Banten itu orang Makassar. Namanya Syekh Jusuf al-Makassari. Orang ini yang melatih para jawara. Selain melatih ilmu agama, ia melatih ilmu kedigdayaan. Ada catatan tapinya, ilmu itu berguna kalau dipergunakan secara benar. Saya yakin tidak mempan ke saya.

Santet itu Anda rasakan?

Pasti berasa. Sedikit, he-he-he....

Rupanya, banyak yang ingin mencelakai Anda?

Kalau berada di jalan yang benar, misalnya saya diracun, saya yakin racun itu tidak manjur.

Bagaimana sebenarnya perlindungan terhadap Ketua KPK?

Perlindungan negara amat minim. Tapi saya tidak menuntut perlindungan yang berlebihan. Walau dikasih pistol, tidak saya ambil.

Apakah Anda akan mencalonkan diri lagi menjadi Ketua KPK pada 2015?

Untuk sementara, saya berpikir tidak akan maju. Saya ingin ada orang yang lebih muda mengisi jabatan itu.

Abraham Samad
Tempat dan Tanggal Lahir: Makassar, Sulawesi Selatan, 27 November 1966 Pendidikan: Doktor ilmu hukum Universitas Hasanuddin (2010) | Master ilmu hukum Universitas Hasanuddin (2010) | Sarjana ilmu hukum Universitas Hasanuddin (1993) | Sekolah Menengah Atas Katolik Cendrawasih, Makassar (1983) | Sekolah Menengah Pertama Nasional, Makassar (1980) Karier: Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (2011-2015) | Tim hukum Komite Penegakan Syariat Islam (2002) | Konsultan hukum Willi Soenarto Associete, Surabaya (2000-an) | Pengacara dan pendiri lembaga swadaya masyarakat Anti-Corruption Committee di Sulawesi Selatan (1995) | Tim penasihat hukum Komite Pemantau Legislatif Sulawesi Selatan (1995)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus