Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Luhut Pandjaitan: Satu pun Tambang Nikel Saya Tidak Punya

Luhut membeberkan kedekatannya dengan Jokowi dan rencana Prabowo. Wawancara pertama setelah Panama Papers, delapan tahun lalu.

6 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NYARIS satu dasawarsa Luhut Binsar Pandjaitan tak pernah bersedia meladeni permintaan wawancara Tempo. Sesi tanya-jawab khusus antara wartawan Tempo dan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi itu terakhir kali berlangsung pada akhir April 2016. Waktu itu Luhut menjawab temuan investigasi soal dugaan kepemilikan perusahaan cangkang di Republik Seychelles, Afrika Timur, dalam Panama Papers. Di ruang tamu di depan kolam renang rumahnya yang jembar di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, saat itu Luhut membantah tudingan bahwa ia punya perusahaan di negara suaka pajak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Permohonan wawancara soal berbagai temuan investigasi Tempo menyangkut Luhut dan pertanyaan yang dilayangkan lewat orang-orang dekatnya tak pernah dijawab secara langsung. Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu selalu mengutus juru bicaranya untuk merespons. Pertanyaan itu di antaranya mengenai laporan tentang Pandora Papers serta keterlibatan PT Toba Sejahtra dan PT Toba Bumi Energi—perusahaan yang terafiliasi dengan Luhut—dalam bisnis tes Covid-19 pada 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Makanya saya enggak mau ketemu dengan kalian,” ujarnya, terbahak. “Saya tak mau mempertaruhkan reputasi karena tak ingin anak-cucu saya mengira bapak dan kakeknya ada begini-begitu.” Ia tampak menggerundel ketika ditanya apakah marah kepada majalah Tempo. Namun Luhut lekas menimpali bahwa ia tak pernah marah lebih dari tiga hari.

Selama dua periode pemerintahan Joko Widodo, Luhut menjadi salah satu menteri kepercayaan Presiden. Purnawirawan jenderal Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat itu pernah memaparkan bahwa Jokowi memberikan sedikitnya 27 penugasan khusus selama di kabinet. Dari Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung sampai Ketua Satuan Tugas Khusus Percepatan Investasi Ibu Kota Nusantara. Namanya pun mencuat ketika gagasan perpanjangan masa jabatan presiden bergulir.

Tepat setahun lalu, Luhut mengalami masa yang ia sebut kritis: menjalani perawatan panjang di Singapura karena sakit. Dalam kondisi baru pulih, dengan kumis dan rambut perak yang menyembul dari pecinya, Luhut menghadiri pelantikan Maruli Simanjuntak sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat di Istana Negara, Jakarta. Maruli tak lain menantu Luhut. Tangisnya pecah ketika menyalami Maruli. “Saya tidak pernah menjadi Kepala Staf, tapi Tuhan memberi menantu saya jabatan Kepala Staf,” kata lulusan Akademi Militer 1970 tersebut.

Selama 1 jam 18 menit, Luhut menerima wartawan Tempo, Raymundus Rikang dan Francisca Christy Rosana, di rumah pribadinya di Mega Kuningan pada Rabu, 7 Agustus 2024. Ia ditemani Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Septian Hario Seto. Luhut menjelaskan capaian pemerintahan Jokowi, perseteruan dengan aktivis hak asasi manusia Haris Azhar di pengadilan, serta beberapa saran untuk presiden terpilih Prabowo Subianto. Wawancara berhenti karena Luhut tak ingin melanggar jadwal istirahat malamnya setelah pulih dari sakit.

Apa rencana Anda setelah pemerintahan Joko Widodo berakhir?

Jika Pak Prabowo Subianto yang menjadi presiden terpilih meminta saran, ya saya beri. Saya punya pengalaman dan mesti sharing. Saya sering ngobrol dan bertemu dengan Pak Prabowo.

Tak ditawari menjadi menteri lagi?

Kita mesti tahu diri. Anak muda banyak yang sangat qualified menjadi menteri.

Ada rencana memimpin partai?

Saya ini sudah 77 tahun dan mau menikmati hidup saja. Saya tahu diri. Bisa mengurusi sisa waktu saya dengan baik saja sudah haleluya.

Setelah menjadi pejabat penting di kabinet Jokowi, benarkah Anda diminta ikut menyiapkan transisi ke pemerintahan Prabowo?

Enggak juga, lah. Saya hanya menjadi bagian dari jembatan-jembatan. Saya sudah punya pengalaman 10 tahun di pemerintahan.

Saran apa yang sudah Anda berikan kepada Prabowo?

Saya bilang, “Anda jangan buang waktu!” Ia menjawab, ketika dilantik pada 20 Oktober 2024, akan langsung mengumumkan kabinet keesokannya. Lalu menggelar sidang kabinet pertama pada 23 Oktober 2024. Ia ingin cepat dan menentukan quick win, salah satunya peningkatan pendapatan negara.

Apakah Anda juga memberi masukan soal pemilihan menteri?

Saya bilang jangan memilih orang yang toxic untuk masuk pemerintahan. Dalam diskusi dengan Pak Prabowo, saya mengatakan berbahaya jika menterinya main-main.

Ada anjuran yang sifatnya teknis?

Saya katakan kepadanya, “Mr President, Anda punya auditor yang bernama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Jadi, my advice to you, kementerian dan lembaga dapat diaudit sehingga tidak ada menteri yang bisa main-main.”

Anda punya dua presiden sekarang?

Pak Prabowo sudah menjadi presiden terpilih. Ia pun bilang kepada anak buahnya tak mau dipanggil presiden, melainkan presiden terpilih. Namun kami lama-lama capek juga memanggil presiden terpilih, ha-ha-ha....

Dalam konteks apa Anda menyarankan Prabowo mengaudit kementerian? Pencegahan korupsi?

Kami membangun sistem untuk mencegah penyelewengan, salah satunya Sistem Informasi Mineral dan Batubara (Simbara). Sudah ada Simbara untuk komoditas batu bara, nikel, timah, dan sebentar lagi kelapa sawit. Kalau kamu pemegang izin usaha pertambangan (IUP), saya tahu kamu punya berapa hektare, di mana lokasinya, kadarnya berapa, berapa yang diekspor, dan sudah membayar royalti atau belum. Kalau belum membayar royalti, tidak bisa keluar komoditasnya.

Ada pengusaha tambang yang resistan?

Mereka justru senang. Tak ada lagi orang yang memeras mereka. Jika bayar royaltinya sekian rupiah, ya bayar segitu saja. Pengusaha tak perlu lagi menghadap atau menunggu di depan kantor pejabat untuk melobi. Orang akan senang kalau menjadi tertib.

Bagaimana dengan beking tambang yang biasanya merupakan para aparat?

Septian Hario Seto, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, bilang kepada saya bahwa di tambang ada yang bajunya hijau, cokelat, dan lain-lain. Saya katakan itu tak ada lagi, hajar saja. Jika ada yang pangkatnya lebih tinggi dari saya, bilang langsung kepada saya.

Mengapa Anda begitu perhatian pada pembenahan sistem semacam ini?

Dipikir gampang membangun kredibilitas? Kau pikir godaan ke saya enggak banyak? Jangan main-main. Ketika sekali saja menerima sogokan, kita tak punya lagi kredibilitas dan membuat uncertainty tinggi.

Di sini Anda terkesan pro terhadap pemberantasan korupsi, tapi dalam kesempatan lain menyebut operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi kampungan....

Cerita sukses KPK berasal dari operasi tangkap tangan. Padahal nilainya kecil, Rp 50-100 juta, dan mempermalukan nama kita. Bayangkan kalau sistem seperti e-katalog dibangun, pasti triliunan rupiah bisa diselamatkan. Saya melihat tak terlalu susah membereskan negara ini pakai sistem. That’s what I believe. Kau tidak korupsi bukan karena kau baik, melainkan ada sistem yang menghalangi. Di KPK enggak ada pelemahan, ia akan hilang sendiri.

Bukankah tak ada artinya membangun sistem, tapi mental pejabatnya masih korup?

Itu tugas KPK. Saya dengar ada markup yang dilegalkan di e-katalog. Contohnya, kau dan penyedia barang sudah janjian, lalu barangnya masuk ke sistem dengan harga tinggi. KPK semestinya berpatroli di sini dan mempidanakannya.

Menurut Anda, KPK masih dibutuhkan atau tidak?

Suatu hari nanti tidak perlu. Kalau sistemnya makin tertib, biarkan fungsi kejaksaan yang bekerja.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (kanan) dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto di Jakarta, 28 September 2023/Dok. Tempo/ Febri Angga palguna

Tak takut dianggap anti terhadap pemberantasan korupsi?

Saya tak peduli. Sekarang kau dengar cerita ini, apakah itu (membangun sistem) memberantas korupsi atau tidak? Orang tak melihat saya dengan perspektif utuh. Yang dilihat, saya bilang OTT kampungan dan langsung disebut anti terhadap pemberantasan korupsi.

Orang sering keliru memahami Anda?

Tidak jadi masalah supaya orang terbangun dan mencari solusi bersama. Begitu tahu, orang akan manthuk-manthuk. Saya sudah selesai dengan diri saya. Ngapain? Saya tidak punya satu pun bisnis selama menjadi menteri. Satu tambang nikel saja tidak punya.

Bagaimana dengan kelompok Bintang Delapan di Kawasan Industri Morowali? Di sana ada sekutu terdekat Anda, Sintong Panjaitan....

Halim Minna, Wakil Komisaris Utama Bintang Delapan, teman saya. Saya pernah diajak ketika ia hendak membeli tambang nikel saat belum booming. Saya bilang sudah punya tambang batu bara. Saya enggak rakus karena mengurus batu bara saja sudah bikin pusing. Dia bilang usaha tambang nikelnya diganggu dan bertanya bolehkah pakai nama saya. Ya, taruh saja nama Sintong di situ. Namun ia ke mana-mana bilang saya punya saham. Pak Jokowi sampai bertanya, “Bapak punya saham di sini?” Aduh, Pak, tidak punya. Saya berkelakar kepada Halim, “Kau bayar aku sekarang karena semua orang bilang aku punya saham.”

Anda juga dikaitkan dengan tambang emas Blok Wabu di Papua?

Apalagi itu. Saya enggak pernah dengar.

Namun kajian Haris Azhar mengungkap ada jejak Anda di Blok Wabu….

Kalau saya memang punya saham, pasti terbongkar. Semua dosa saya dicari-cari, tapi tidak dapat karena saya memang tak punya saham di Blok Wabu. Saya punya tambang batu bara sudah super-cukup.

Anda berminat mengeksplorasi Blok Wabu?

Begini saja, deh. Untuk masuk ke Blok Wabu, perlu investasi billion dollar US. Pihak yang bisa mengerjakan cuma pemerintah karena aksesnya hanya bisa lewat PT Freeport Indonesia. Ngapain saya bikin itu? Saya tidak bego. Katakanlah waktu itu umur saya 70 tahun, lalu untuk apa bikin bisnis yang saya baru dapat benefit-nya 20 tahun lagi?

Kenapa Anda ngotot memperkarakan Haris dan Fatia Maulidiyanti?

Saya ingin membuktikan bahwa saya tidak bersalah. Saya menuntut hak saya. Masak, saya dibilang punya saham di Blok Wabu?

Majelis hakim membebaskan Haris-Fatia. Apa komentar Anda?

Itu urusan pengadilan dan saya tidak tahu. Saya juga tak mencampuri proses pengadilan.

Anda akan kembali berbisnis?

Bisnis saya kan begitu-begitu saja. Bisnis saya tidak besar, ya cukuplah untuk saya. 

Tapi gurita bisnis Anda di mana-mana….

Tunjukkan di mana banyaknya.

Kerabat Anda terafiliasi dengan bisnis kendaraan listrik, lalu ada bisnis tes polymerase chain reaction (PCR) seperti yang pernah kami tulis....

Saya tidak bermain kendaraan listrik. Soal tes PCR, Seto pernah bilang kepada saya bahwa tes Covid-19 mahal dan lama sekali. Kami akhirnya menyumbang peralatan untuk laboratorium di kampus-kampus. Saya sungguh tak ingat soal itu saking sibuknya sampai kalian menulis laporan tersebut. Kalau saya tak menyumbang, mungkin agak kerepotan penanganan pandemi saat itu. Jadi saya menyelamatkan nyawa, tapi dihajar dengan narasi bahwa saya berbisnis. Padahal sama sekali tidak ada. Kalau untuk ukuran saya, sebagai pensiunan jenderal dan menteri, apa yang saya peroleh super-cukup.



Luhut Binsar Pandjaitan

Tempat dan tanggal lahir:

  • Silaen, Toba Samosir, Sumatera Utara, 28 September 1947

Pendidikan:

  • Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah
  • National Defense University, Washington, DC, Amerika Serikat
  • George Washington University, Washington, DC

Jabatan publik:

  • Menteri Perindustrian dan Perdagangan (2000-2001)
  • Kepala Staf Kepresidenan (2014-2015)
  • Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (2015-2016)
  • Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (2016-2024)

Laporan harta kekayaan:

  • Rp 1,04 triliun (2023)


Apa ukuran berkecukupan bagi Anda?

Saya tidak minta makan dari orang lain. Saya tak kaya-kaya amat, tapi cukup kaya. Saya tidak mau berbohong soal itu. Cukup kaya untuk pensiunan. Sebab, sepupu saya mengatur perusahaan saya dengan baik. Saya kira perusahaan saya menjadi yang paling efisien saat ini.

Dalam bisnis tes PCR, Anda memiliki konflik kepentingan karena merupakan pembuat kebijakan yang ikut berbisnis. Bagaimana Anda mendefinisikan konflik kepentingan?

Kalau ada pejabat negara mendapat keuntungan dari situ, itu konflik kepentingan. Saya tak ada konflik kepentingan. Saham saya di Toba sekitar 9 persen. Saya menjual sebagian besarnya ketika menjadi menteri. Perjanjiannya adalah anggota direksi tak boleh diganti. Saat manajemen perusahaan membuat ini dan itu, saya sama sekali tak tahu. Saya cuma bilang agar berhati-hati.

Ada yang menyebut Anda memperoleh banyak privilese selama Jokowi berkuasa. Apa tanggapan Anda?

Saya beruntung mendapat kesempatan bekerja sama dengan beliau. Banyak pikiran saya yang sama dengan pikiran beliau, seperti penghiliran dan digitalisasi. Dengan begitu, saya bisa menyumbangkan talenta saya.

Mengapa Jokowi memberi Anda penugasan yang banyak sekali?

Ya, enggak apa-apa. Itu pembelajaran buat anak muda yang membantu saya agar mereka matang benar. Mereka hebat-hebat. Saya begini karena tim di belakang saya.

Kami mendengar informasi bahwa Anda salah satu pihak yang mendorong perpanjangan masa jabatan presiden. Apa benar?

Saya rasional saja. Saya bilang, kalau masa pemerintahan 15 tahun, proyek penghiliran relatif tuntas. Saya takut kalau cuma dua periode akan terpotong-potong. Jadi saya punya pikiran itu.

Kongsi Anda dengan Jokowi sudah terjalin jauh ke belakang sejak dia masih di Surakarta, Jawa Tengah….

Pak Jokowi itu orang sederhana. Saya tidak setuju kalau beliau dibilang cawe-cawe dan melanggar konstitusi dalam pencalonan anaknya. Saya tahu persis beliau tak cawe-cawe. Justru yang cawe-cawe itu Pak Prabowo karena koalisi ada di bawah tanggung jawab dia. Pak Prabowo melakukan voting di antara para ketua umum partai, lalu keluar nama Gibran Rakabuming Raka.

Investigasi kami menemukan sebaliknya, ada campur tangan Istana dalam pencalonan Gibran....

Pak Jokowi tak ada urusan di situ. Kasihan Pak Jokowi dituduh-tuduh. Soal anaknya menjadi kandidat dan didukung, kamu pasti begitu kalau punya anak.

Soal keluarga, mengapa Anda sampai menangis ketika Maruli Simanjuntak dilantik menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat?

Saya tidak pernah menjadi Kepala Staf, tapi Tuhan memberi menantu saya jabatan Kepala Staf. Bukan karena Maruli menantu saya. Saya tak membayangkan bisa hadir di pelantikan. Jika pengumuman itu disampaikan dua pekan sebelumnya, saya pasti tak bisa datang karena belum bisa tegak berdiri. Tuhan sungguh baik kepada saya.

Anda lebih sentimental setelah sakit dan dirawat di Singapura….

Saya lolos dari kematian dan sekarang sudah lebih tua serta cuma bisa berdoa, “The Father, the Son, and the Holy Spirit, please heal me. Thank you, God.” Cuma itu doa yang saya ingat dan rapalkan ketika dulu hampir mengalami kecelakaan helikopter di Lampung saat masih menjadi prajurit. Saya percaya Tuhan mengatur semua. Saya bukan manusia sempurna karena saya banyak kekurangan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Satu pun Tambang Nikel Saya Tidak Punya"

Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus