Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelaksanaan pemilihan umum legislatif dan presiden tinggal hitungan bulan. Panggung politik Tanah Air mulai panas oleh berbagai isu, antara lain usul dana Rp 658,03 miliar untuk saksi partai politik, yang tak jelas dasar hukumnya. Beberapa partai menolak karena menganggap dana itu sebagai suap politik. Sejumlah pengamat berkomentar lebih pedas: usul itu upaya perampokan legal partai politik terhadap uang rakyat.
Muhammad, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), tak mau masuk "jebakan Batman" untuk menjadi juru bayar dana saksi ke partai politik. Jika Bawaslu menjadi juru bayar tanpa dasar hukum, uang itu jelas termasuk dana ilegal. Sampai kini tak diketahui pula pengusul dana saksi itu. Muhammad mengaku hanya mengusulkan pembentukan mitra pengawas pemilihan umum (MPP), yang programnya telah disetujui pemerintah.
Kendati kekurangan tenaga, Bawaslu mulai bekerja memonitor partai politik. Tentu yang diawasi tak selalu senang. "Ada yang menelepon saya, minta agar yang ditangkap ikan besar saja. Ikan kecil jangan." Tapi dia tak surut langkah. "Namanya pelanggaran, mau besar atau kecil, akan kami tindak."
Mengenakan sandal jepit dan batik cokelat, Muhammad menerima Heru Triyono, Maria Hasugian, Muhammad Muhyiddin, dan fotografer Aditia Noviansyah dari Tempo di lantai empat kantornya di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, Rabu pekan lalu. Dia mengaku dua hari terakhir belum pulang ke rumah karena kesibukan menjelang pemilu. "Saya minta maaf tidak ganti baju dari kemarin," tuturnya.
Bantuan dana buat partai politik untuk membiayai honor saksi yang bertugas di tempat pemungutan suara (TPS) dinilai keliru?
Monggo, berinterpretasi. Tapi di sini ada signifikansi kebutuhan saksi partai politik.
Kesannya dana saksi partai ini sama dengan program Bantuan Langsung Tunai (BLT), yang beraroma politik uang?
Tidak. Insya Allah, enggak. Selama ini tidak ada intervensi dari mana pun, apalagi dari pemerintah.
Bukankah pemerintah dan DPR seharusnya berpikir jernih atas penggunaan anggaran, karena kebijakan ini pasti memberatkan anggaran negara....
Tunggu dulu. Pemerintah belum menentukan sikap sampai sekarang per tadi pagi (Rabu, 5 Februari 2014). Pemerintah belum memutuskan lanjut atau berhenti. Tapi ada wacana pengelola dana: Bawaslu atau KPU.
Bawaslu mendorong kebijakan ini....
Bukan. Kami menunggu saja. Itu keputusan politik pemerintah dan DPR. Kami penyelenggara dalam posisi melihat substansi saja bahwa saksi parpol dibutuhkan di setiap TPS.
Siapa sebenarnya pengusul dana saksi partai?
Awalnya saya tidak tahu.
Kalau nanti dana saksi dikelola Bawaslu, bukankah menambah berat beban kerja?
Jelas. Namanya tambahan tugas. Wong, mengatur pasukan sendiri saja kadang kedodoran. Tapi, secara substansi, saksi sangat membantu pemilu. Idealnya memang bukan Bawaslu yang mengelola dana itu.
Anda sudah menyampaikan itu ke pemerintah?
Saya sampaikan dalam forum rapat koordinasi dengan mereka (pemerintah).
Jadi Bawaslu menolak jadi juru bayar....
Saya tidak pernah mengatakan menolak. Tapi menyarankan KPU yang mengelolanya karena punya struktur sampai ke tingkat TPS.
Anda sudah tahu mekanisme penyaluran dana saksinya ke partai....
Intinya, saksi harus membawa surat mandat dari partai. Kalau tidak ada surat mandat tidak akan dikasih.
Bukankah nominalnya besar sekali, sekitar Rp 658,03 miliar, yang ditujukan untuk sekitar 6,5 juta saksi. Bagaimana pendistribusiannya?
Di satu desa misalnya terdapat 100 TPS. Partainya ada 12. Satu saksi honornya Rp 100 ribu. Dikalikan saja. Pemerintah juga tidak akan mengenakan pajak.
Banyak sekali. Apakah uang miliaran itu dalam bentuk tunai?
Iya.
Tidak rawan?
Ini bukan seperti pembagian bantuan sosial atau beras, bukan juga seperti arisan. Jelas sekali dalam Undang-Undang Keuangan Negara bagaimana penyaluran uang APBN itu. Harus jelas penerimanya. Dan pasti dikawal polisi. Apalagi uang miliaran rupiah dibawa tunai.
Mekanisme pengawasan distribusinya sulit, bisa-bisa salah sasaran....
Saya orang yang optimistis. Sepanjang pengelolaannya baik, manajemennya baik, dasar hukumnya jelas, pertanggungjawabannya juga jelas, ya, jalankan. Saksi ini manfaatnya luar biasa. Ini yang kita rindu-rindukan. Di semua pemilu kita, jarang sekali saksi parpol lengkap.
Dana saksi dari APBN itu belum memiliki dasar hukum yang jelas. Tidak khawatir tersandung masalah hukum?
Kalau tidak jelas, Bawaslu juga tidak mau. Kami juga tidak bodoh mengenai aturan bagaimana menyalurkan dengan payung hukum. Tunggu saja payung hukumnya.
Payung hukumnya sedang digodok?
Kalau keputusan saksi parpol ditunda pemerintah, berarti penyiapan perpresnya juga tertunda.
Jika terus berjalan tanpa payung hukum yang jelas, Anda tidak takut jika diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi?
Kalau tidak ada payung hukumnya, tidak mungkin kita menjerumuskan diri. KPK memeriksa, ya, memang itu tugas mereka. Silakan diperiksa. Diaudit atau apa. Kami terima saja.
Kami punya data draf peraturan presiden yang mengatur pembentukan mitra pengawas pemilihan umum yang sudah disetujui pemerintah, tapi di dalamnya ada juga soal saksi partai politik. Bukankah seharusnya perpresnya terpisah?
Seharusnya....
Kalau dijadikan satu perpres, bagaimana sikap Bawaslu, karena payung hukum untuk dana saksi artinya belum jelas?
Saksi parpol masih menjadi perdebatan, belum ada titik terang. Tapi jangan pula menunggu terang dulu baru perpres keluar. Kalau sampai begitu, telat nih barang.
Kalau draf perpres itu hanya satu dan tidak memayungi perihal saksi parpol?
Kalaupun satu, karena dianggap misinya sama-sama pengawasan, ya, oke saja. Demarkasinya harus jelas: untuk Bawaslu, untuk mitra, untuk saksi.
Kenapa dana saksi tidak dimasukkan saja ke anggaran Kementerian Dalam Negeri atau pemerintah, yang memiliki perangkat?
Pemerintah tidak mau melakukan intervensi karena pemilu diselenggarakan oleh lembaga independen, yang tidak terkait dengan pemerintah.
Kalau begitu, titipkan saja ke partai….
Tergantung perpresnya yang mengatur. Tapi biasanya, kalau dititipkan ke partai, dikhawatirkan juga disunat.
Setiap partai, apalagi telah lolos menjadi peserta pemilu, wajib memiliki manajemen kuat dari aspek finansial, juga kaderisasi.Kenapa menyusu pada negara?
Bukan berarti karena kewajiban parpol kita tidak peduli. Kita ingin ada sinergi. Memang saksi itu hak parpol, terserah mereka. Masalahnya, Bawaslu jadi kerepotan dengan tidak adanya saksi, karena jadi banyak parpol menggugat. Filosofinya, semakin banyak yang mengawasi, orang semakin takut melanggar.
Apa sih sebenarnya signifikansi keberadaan saksi partai sehingga harus dibantu dengan dana?
Membantu pengawasan, dan akan mengurangi gugatan. Kalau ada partai menggugat, Bawaslu bisa tunjuk hidung ke saksi. Kami bisa dengan lantang mengoreksi partai yang mencari kesalahan penyelenggara. Karena mereka tidak bisa beralasan saksinya tidak ada atau tidak dapat C1-nya (hasil penghitungan perolehan suara). Saksi itu pasti mendapat formulir C1. Bagi Bawaslu, tinggal lempar aja C1-nya ke muka si partai.
Partai Hanura, PDI Perjuangan, dan NasDem terang-terangan menolak pemberian dana saksi?
Kalau menolak sebaiknya pakai surat tertulis. Supaya jelas posisinya. Itu sikap, dan jadi hukum normatif. Ini bisa jadi referensi rapat di tingkat penyelenggara. Kalau menolak saja, ya, tidak formal. Apalagi lewat media.
Apakah surat tertulis itu jadi dasar buat Bawaslu nantinya untuk distribusi dana saksi?
Pasti. Kalau ada partai menolak, saksi yang meminta di lapangan jangan dikasih. Maaf kata, kalau saksinya menuntut, tinggal dikasih lihat saja surat penolakan dana itu.
Ada partai yang mendukung dana saksi?
Ada. Partai Bulan Bintang. Secara tertulis. Mereka mengapresiasi programnya. Sangat berterima kasih, siap bekerja sama dalam rangka pendistribusian dana secara sehat.
Dengan mengelola dana saksi partai, Bawaslu bisa dipersepsikan sebagai onderbouw partai dan sebagai penyelamat mereka....
Tidak tepat. Kami ini penyelamat pemilu. Kepentingan kita satu: pemilu harus Âterawasi dengan optimal. Salah satu yang bisa memerankan itu adalah saksi parpol. Soalnya, pemilu kemarin banyak gugatan karena tidak ada saksi parpol.
Pemilu tinggal dua bulan lagi. Apakah target pembentukan sekitar sejuta mitra pengawas pemilu lapangan yang akan ditempatkan di tiap TPS, masing-masing dua orang, bisa tercapai?
Proses perekrutan sedang berjalan. Tinggal eksekusi saja, karena terkait dengan regulasi dan anggaran. Sudah ada komitmen pemerintah untuk menyetujuinya. Perpres terbit, anggaran keluar.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum tidak mengatur perihal mitra. Bawaslu melanggar?
Tidak ada memang. Tapi tidak dilarang. Karena untuk kebutuhan efektivitas pengawasan, penyelenggara bisa menyampaikan tambahan itu. Jadi ini adalah jalan. Menteri Keuangan mendukung. Tinggal menunggu perpresnya saja.
Bagaimana bisa, tidak ada di undang-undang, tapi pemerintah dan DPR menerima usulan Bawaslu....
Ini soal kebutuhan. Kalau mengandalkan struktur di Undang-Undang Pemilu pasti tidak optimal. Bagaimana mungkin ada proses pemilu tapi tanpa pengawas. Pasti tidak ada dasar untuk kita menilai. Ada kekosongan hukum di situ. Maka kita usulkan.
Mitra pengawas pemilu bertugas pada hari-H saja atau bagaimana?
Setelah hari-H mereka juga bekerja. Karena potensi kecurangan terjadi justru setelah penghitungan suara di TPS. Ketika proses rekapitulasi di desa.
Apa kewenangan mitra ini jika ada kecurangan penghitungan suara atau pelanggaran lain di TPS?
Mitra adalah organ Bawaslu, yang punya kewenangan. Mereka bisa mengoreksi jika ada proses yang dinilai tidak sesuai dengan undang-undang. Dia bisa mengingatkan petugas KPPS. Mereka bisa mencatat dalam berita acara. Dan laporannya ini memiliki kekuatan hukum. Perangkat mitra ini nantinya sampai ke luar negeri.
Bagaimana menjamin mitra ini bukan simpatisan partai atau organisasi masyarakat yang menjadi onderbouw partai?
Kualifikasi mitra ini bagus. Kami mensyaratkan mahasiswa. Kalau tidak ada, kami akan merekrut kelompok pemuda atau ormas yang tidak berafiliasi dengan partai politik. Bukan kader, bukan simpatisan atau sayap partai. Mereka harus independen dan netral.
Menjelang pemilu, apakah ada partai yang mendekati Anda?
Banyak partai sudah pedekate ke saya. Hampir semua malah. Tapi positif. Pedekate-nya meminta Bawaslu agar bekerja obyektif. Belum ada partai yang mengajak curang.
Lalu, soal pemberian Toyota Camry, kenapa Anda tidak lapor KPK?
Ah, sudah lewat itu. Camry-nya tidak ada, orangnya juga tidak jelas.
Di mana Anda biasanya menemui orang partai?
Kami punya aturan, kalau menerima orang partai harus di kantor. Tidak boleh makan malam di luar.
Adakah pihak yang meneror Anda untuk memenangkan kepentingannya?
Teror dan intimidasi itu biasa. Lewat SMS atau telepon. Ada yang menghubungi saya agar pelanggaran pihaknya tidak ditindak.
Partai mana yang melakukan teror itu?
Ada pokoknya parpol yang menelepon seperti itu. Mereka minta yang ditangkap ikan besar saja. Yang kecil jangan.
Anda takut?
Sudah biasa. Namanya pelanggaran, mau besar atau kecil, akan kami tindak.
MUHAMMAD Tempat dan tanggal lahir: Makassar, 17 September 1971 Pendidikan: Doktor ilmu politik Universitas Airlangga, Surabaya (2007) l Master administrasi pembangunan Universitas Hasanuddin, Makassar (1999) l Sarjana ilmu politik Universitas Hasanuddin, Makassar (1994) Karier: Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (2012-2017) l Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan (2009) l Pengurus Asosiasi Ilmu Politik Indonesia cabang Makassar (2000-sekarang) l Ketua II Senat Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya (2002) l Wakil Ketua Senat Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar (1998) l Pengajar mata kuliah pembangunan politik, kekuatan politik, sosiologi politik, kapita selekta ilmu politik, sistem kepartaian dan pemilu, pemikiran politik Timur Tengah, sistem politik Indonesia, dan pengantar ilmu politik, proses pembuatan undang-undang pada Fisip Universitas Hasanuddin (1997-sekarang) l Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, Makassar (1993) |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo