Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Tidak Ada Tawar-menawar

13 Januari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah skandal sejumlah pejabat pajak penggarong uang negara meledak, muncul gempa lain yang mengguncang Kementerian Keuangan. Polisi menangkap Kepala Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok Heru Sulastyono karena kedapatan menerima suap dari pengusaha. Efektivitas reformasi birokrasi di kementerian itu pun dipertanyakan. Naiknya remunerasi ternyata tak cukup mampu meredam keserakahan pegawai untuk tetap korup.

Maka reformasi birokrasi menjadi salah satu perhatian utama Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri. Di samping itu, dia kudu menangani masalah yang tak kalah rumit: melemahnya rupiah. Sempat menguat di pekan pertama Januari 2014, mata uang Indonesia ini kembali melemah 30 poin di level Rp 12.230 per dolar Amerika Serikat-pekan lalu.

Chatib seperti berada di atas roller coaster: ringkih di tengah perekonomian dunia yang terfokus pada besaran quantitative­ ­easing (QE) yang dikurangi kucurannya oleh bank sentral Amerika alias The Federal Reserve. Menurut Chatib, ketiadaan QE bisa mendatangkan berkah bagi Indonesia, tapi dapat pula mendatangkan kerepotan.

Toh, Chatib tetap optimistis. Penyebabnya, neraca perdagangan tiga bulan belakangan selalu surplus. November 2013 mencatat, neraca perdagangan mengalami surplus sebesar US$ 776,8 juta dengan ekspor mencapai US$ 15,93 miliar dan impor US$ 15,15 miliar. Ini surplus tertinggi sejak April 2012. "Itu gambaran bagus. Pasalnya, dua tahun terakhir neraca perdagangan selalu defisit," katanya.

Rabu pekan lalu, Chatib memberi wawancara khusus ini kepada Nugroho Dewanto, Retno Sulistyowati, Angga Sukma Wijaya, dan Heru Triyono dari Tempo. Perbincangan berlangsung di kantornya, di lantai tiga Gedung Djuanda 1, Kementerian Keuangan. Dia menyisihkan waktu satu jam penuh untuk menjawab semua pertanyaan.

Apa tindakan terhadap pejabat Direktorat Jenderal Bea-Cukai, Heru Sulastyono, yang diduga menerima suap dari pengusaha?

Saya sudah membentuk tim gabungan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dengan Direktorat Jenderal Bea-Cukai. Semua yang terkait terus dimonitor. Saat ini sedang menunggu sebetulnya kasus itu seperti apa. Ada yang bilang TPPU (tindak pidana pencucian uang), ada yang bilang masalah aturan.

Sanksi apa yang akan dijatuhkan?

Segala sesuatu yang terkait dengan kasus itu akan diberi punishment. Lihat nanti, karena sebetulnya ini bukan hal pertama buat kita. Hal yang sama dilakukan ketika kasus Gayus meledak. Kalau ada bukti, siapa pun yang terlibat akan ditindak. Ini penting, demi menunjukkan Bea-Cukai punya integritas. Soal penindakan tidak ada tawar-menawar.

Bukti-bukti apa yang sudah diperoleh dalam kasus ini?

Informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Semua aliran uangnya bisa kami ketahui.

Anda sudah memanggil Direktur Jenderal Bea-Cukai Agung Kuswandono?

Pembahasan internal pasti ada. Tapi ­tidak perlu saya bicarakan di sini.

Pembenahan macam apa yang akan Anda lakukan di Bea dan Cukai?

Di zaman Menteri Ali Wardhana, Bea-Cukai pernah ditutup dan digantikan SGS (Societe Generale de Surveillance). Ini tentu sesuatu yang tidak mungkin dilakukan sekarang.

Kenapa?

Di era demokrasi, kebijakan itu tidak bisa dilakukan. Bisa dibayangkan ributnya kalau Bea-Cukai ditutup kemudian digantikan asing. Tapi, kenapa saya sampaikan ilustrasi ini, root dari kultur institusinya memang punya persoalan secara struktural.

Meski sudah ada kenaikan remunerasi, tetap saja ada pegawai di sektor pajak dan bea-cukai yang bermasalah. Apa sebabnya?

Ini masalah struktural. Yang harus dilakukan adalah sebuah radical reform, dalam arti semua yang punya kaitan dengan kasus di masa lalu ditiadakan atau tidak ada lagi.

Apakah itu mungkin….

Tidak mungkin seluruhnya. Tapi, kalau diperlukan, akan dilakukan yang namanya cut off.

Sistem cut off ini dimulai kapan?

Sebetulnya sudah dilakukan sejak 2007, zaman Menteri Keuangan Sri Mulyani. Jadi, kalau orang sejak tahun itu dan ke depan masih "bermain", kita terapkan kebijakan itu. Yang jadi masalah, orang yang punya histori di masa lalu tidak bisa langsung di-cut.

Kenapa?

Kerja di pajak dan bea-cukai itu seperti kerja di bengkel. Pasti kena oli. Persoalannya, pegawai itu minta oli, mencuri oli, atau kecipratan oli? Proses reformasi jauh lebih rumit karena beberapa pegawai tersandera oleh sejarah masa lalunya.

Yang mengkhawatirkan, justru yang sekarang "bermain" adalah anak muda yang diharapkan menggantikan generasi tua….

Saya setuju terhadap kekhawatiran itu. Kita beranggapan, dengan penggantian yang tua dengan yang muda, akan hilang penyimpangannya. Tapi ternyata tidak semudah itu.

Artinya yang muda juga tidak bisa diharapkan?

Kita lihat pegawai pajak yang jumlahnya 33 ribu orang, padahal penduduk kita mencapai 240 juta orang. Di Jepang, penduduknya 120 juta orang, pegawai pajaknya 66 ribu orang. Mereka imbang. Kalau dari sisi kuantitas, kita kurang. Dari jumlah yang kurang ini, sebagiannya bermasalah, mau itu usia muda atau tua. Ini isu yang harus dihadapi.

Mengapa tidak merekrut pegawai pajak baru?

Berapa? Kita butuh tambahan 10 ribu orang saja tidak kesampaian. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi hanya bisa kasih 6.000 orang tahun ini.

Selain rekrutmen baru, apa yang akan dilakukan untuk membenahi birokrasi?

Saya setuju perekrutan pegawai baru. Itu juga yang hendak dilakukan Pak Fuad (Fuad Rahmany, Direktur Jenderal Pajak). Dia juga berencana melakukan assessment ulang.

Mekanisme assessment ulang itu seperti apa?

Dikategorikan ulang. Ada semacam mutasi atau posisi baru. Hal-hal seperti itu disiapkan. Tidak akan tiba-tiba langsung jadi. Ada tahapannya. Menyerahkan sektor itu untuk orang baru juga tidak mungkin.

Anda tidak percaya kepada orang baru?

Bisa jadi orang yang di sektor baru akan melakukan manuver juga, lalu negosiasi sendiri, dan duitnya masuk ke kantong sendiri. Bocor. Anda harus melihat bertahap. Tapi memang harus ada quick wins (program percepatan). Ini penting untuk mengubah persepsi orang.

Contoh quick wins yang sudah tercapai apa saja?

Bayar pajak online. Dimulai dari UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah). Pembayaran pajak UMKM satu persen dapat dilakukan melalui ATM ke empat bank yang telah bermitra. Kebijakan itu tidak perlu undang-undang atau peraturan presiden, hanya perlu surat edaran Dirjen. Website juga diperbaiki sehingga jadi user-friendly.

Program Kring Pajak 500200 yang katanya Siap Layani 24 Jam sepertinya belum efektif, karena operator kadang tidak mengangkat dan tidak bisa menjelaskan dengan baik ke wajib pajak….

Ini juga diperbaiki. Sama dengan pengalaman saya di Badan Koordinasi Penanaman Modal. Orang menelepon, tapi tidak ada yang angkat. Kalaupun diangkat, kadang terputus dan operatornya bingung menjelaskan. Nah, kini sudah disiapkan frequently ask question yang detail, sehingga penelepon tidak kapok. Mulai Februari jalan.

Banyak orang mengeluhkan dwelling time di pelabuhan besar karena birokrasi yang lama dan ribet, termasuk layanan Bea dan Cukai di sana….

Kalau ini, kami sudah menerapkan risk management: barang masuk pelabuhan, tidak semuanya diperiksa. Biaya logistik jadi murah. Prosesnya juga gampang dan cepat. Di Singapura juga tidak semua barang diperiksa. Random saja. Hasilnya, dwelling time turun.

Bagaimana cara mencegah manuver pegawai pajak yang melakukan negosiasi dengan wajib pajak untuk mengemplang?

Pajaknya difinalkan. Ini yang kita mulai dari UMKM tadi. Pajak cukup dilihat dari omzet, tidak perlu memeriksa buku. Dengan begitu, tidak banyak ruang untuk manuver. Kalau ambil dari omzet, uang untuk main-main lebih kecil.

Tapi bukankah sistem self assessment juga bergantung pada wajib pajak, mau jujur apa enggak?

Persis. Tapi kita berpikirnya begini: ketimbang nol, mending begitu. Selama ini, segmen itu tidak tergali, karena pajak kita hanya bergantung pada yang Pak Fuad sebut sebagai tradable (aset yang dapat diperdagangkan): pertambangan, kebun, migas, hanya sekitar itu.

Apa lagi langkah membenahi birokrasi di Kementerian Keuangan?

Sekarang semua pegawai diharuskan menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), tanpa terkecuali. Mau naik promosi, harus ada laporan itu. Kalau itu tidak ada, mereka tidak bisa promosi.

Kenapa baru sekarang? Bukankah aturan LHKPN sudah lama diberlakukan?

Aturan lama, tapi tidak dijalankan. Ini kita terapkan social screening, tapi secara formal.

Dari puluhan ribu pegawai Kementerian Keuangan, kira-kira berapa persen menurut Anda yang rawan kolusi dan korupsi?

Kalau persentase, saya tidak tahu. Yang pasti, kami assessment ulang dan menempatkannya berdasarkan assessment tadi.

Apa kasus yang terungkap setelah kementerian Anda bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi?

Bukan cuma mengungkap kasus. Di Bea-Cukai, Kepala P2-nya adalah Pak Sigit dari KPK. Jadi bukan hanya soal kasus. Kalau ada yang mencurigakan, juga kami awasi.

Bekerja sama dengan McKinsey, lembaga riset global, kabarnya Anda melakukan perampingan prosedur untuk mencairkan anggaran di Direktorat Jenderal Anggaran?

Terus terang saja di Ditjen Anggaran selama ini susah sekali duit cair. Setelah riset dengan McKinsey, ternyata dokumennya banyak sekali (memperagakan tumpukan dokumen setinggi 30 sentimeter). Duit tidak bisa keluar, proyek tidak bisa jalan, karena prosedurnya begitu kompleks.

Apa yang Anda lakukan untuk memangkas birokrasi itu?

Para pengelola dokumen harus duduk di satu ruangan. Selama ini, yang terjadi bolak-balik dokumen saja antarlembaga. Contoh nyata adalah ketika kenaikan harga bahan bakar minyak tahun lalu. Lima hari duit bisa cair untuk BLSM (bantuan langsung sementara masyarakat). Padahal zaman dulu di kementerian ini adalah hal yang tidak mungkin.

Kalau begitu, percepatan anggaran bisa dilakukan….

Bisa. Makanya tahun ini percepatan anggarannya jauh lebih tinggi. Gross pengeluaran konsumsi pemerintah sampai kuartal III mencapai 5,7 persen. Tahun lalu, pengeluaran pemerintah di kuartal III hanya 1,2 persen. Sehingga kontribusi pengeluaran pemerintah cukup besar.

Selama ini, apa penyebab lambatnya pencairan anggaran?

Mandek di pemeriksaan term of reference (TOR) dan rincian anggaran biaya (RAB) dari lembaga atau kementerian lain. Bayangkan, orang keuangan disuruh mengecek anggaran pembelian molekul atom. Molekulnya berapa, yang penting yang mana, dan lainnya. Pegawai punya dua pilihan: sok ngerti terus dilewatin, atau dengan gaya sok ngerti juga tapi dia coret anggarannya. Ini risiko.

Lalu apa solusinya?

Kini TOR dan RAB dibuat di kementerian atau lembaga masing-masing. Tapi kita minta inspektur jenderalnya bikin surat tanggung jawab mutlak. Dengan begini, Ditjen Anggaran tidak lagi seperti pasar. Ini hal baru, dimulai di APBNP 2013 dan APBN 2014.

* * *

Ini soal lain. Rupiah masih lemah. Apa kebijakan untuk bisa membuat ekonomi lebih bagus dan rupiah kuat serta stabil?

Kita sekarang hidup di dunia yang tidak ada lagi quantitative easing (QE). Jadi cara memandang dunia juga harus tanpa QE. Memang, empat tahun terakhir kita diuntungkan QE. Amerika membuat kebijakan ini, sehingga sebagian uang itu masuk ke pasar komoditas dan pasar energi. Akibatnya, harga komoditas dan energi naik semua. Ekspor kita melambung. Kemudian modal masuk. Rupiah menguat sampai di bawah 9.000 pada waktu itu.

Sekarang QE pasti ditarik. Apa dampaknya?

Baru diumumkan oleh Kepala Bank Sentral Amerika Bernanke saja, semua mata uang langsung melemah. Kalau bicara rupiah atau yield, kita harus melihat Indonesia sebelum QE. Itu pada 2009. Yield government bond Amerika sebelum QE sebesar 3,5 persen atau sama dengan saat ini. Yield bond Indonesia juga untuk tenor 10 tahun dulu di atas 9 persen dan tak berubah hingga kini.

Artinya apa?

Kalau kita lihat dengan situasi sekarang­ tanpa QE, sebetulnya kita sudah memasuki­ ekuilibrium baru. Mudah-mudahan tidak terlalu jauh lagi pergerakan rupiahnya.

Bagaimana ekonomi Indonesia dibandingkan dengan kondisi tahun 2009 yang tanpa QE?

Kondisi sekarang jauh lebih baik daripada 2009. Saya masih ingat, pada 2009, suku bunga yang harus kita bayar 11,75 persen dalam dolar. Sekarang kita bisa bayar 5,95 persen untuk 10 tahun.

Penerbitan surat utang negara (SUN) dalam valuta asing berdenominasi dolar Amerika dengan seri RI0124 dan RI0144, yang menyerap US$ 4 miliar, merupakan yang terbesar sepanjang sejarah. Total penawaran yang masuk untuk kedua seri tersebut mencapai US$ 7,5 miliar. Bagaimana bisa?

Ini harus dijaga, karena tetap ada risiko overshoot. Kalau orang tidak percaya kepada Indonesia, tidak mungkin mereka membeli SUN untuk 10 tahun, bahkan 30 tahun.

Dengan tren positif di akhir tahun, defisit 3 persen, bagaimana rencana menutup ekspor mineral mentah? Kami dengar ada keluhan dari Kementerian Keuangan karena akan mengurangi pendapatan negara….

Secara undang-undang harus dilaksanakan. No doubt. Tidak ada negosiasi dengan undang-undang. Semua yang mentah itu tidak bisa diekspor. Sebetulnya, sejak dua tahun lalu, perusahaan tambang yang disebut itu bayar pajaknya sudah kecil, karena harga komoditasnya kolaps. Makanya target penerimaan pajak itu mengalami penurunan. Jadi penurunan itu sudah dihitung.

Jadi sama sekali tak ada masalah dengan kebijakan menutup ekspor hasil tambang mentah?

Ada satu persoalan yang sebetulnya beyond Kementerian Keuangan. Jangan lupa perusahaan tambang adalah motor daerah Papua, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Ada daerah yang 98 persen produk domestik regional brutonya berasal dari tambang. Sudah saya sampaikan ke Menteri Koordinator Perekonomian Pak Hatta Rajasa agar ini dicarikan solusi.

Muhamad Chatib Basri
Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 22 Agustus 1965 Pendidikan: Doctor of Philosophy in Economics, Australian National University (2001) l Master of Economic Development, Australian National University (1996) | Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (1992) Karier: Menteri Keuangan (sejak 2013) l Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (2012-2013) l Komisaris Independen PT Indika Energy Tbk (2008-2012) l Komisaris Independen PT Semen Gresik (2011-2012) l Komisaris Independen PT Astra International (2006-2012) l Mendirikan CReco Research Institute (2010-2012) l Wakil Ketua Komite Ekonomi Nasional (2010-2012) l Penasihat Khusus Menteri Keuangan (2006-2010)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus