Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Zaenab dan Mimpi Menjadi Psikopat

Ia berkisah tentang karakter Zaenab, tantangan bermain dalam Si Doel The Movie, hingga soal anggota Teater Abang None belajar teater ke Broadway.

4 Agustus 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Zaenab dan Mimpi Menjadi Psikopat Ia berkisah tentang karakter Zaenab, tantangan bermain dalam Si Doel The Movie, hingga soal anggota Teater Abang None belajar teater ke Broadway.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karakter Zaenab dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan kadung melekat pada diri Maudy Koesnaedi. Padahal, menurut aktris berusia 43 tahun ini, apa yang ia tampilkan lewat tokoh ini sama sekali bertolak belakang dengan karakter aslinya. Hal ini sempat membuat Maudy gamang ketika diminta untuk kembali berperan sebagai Zaenab dalam Si Doel The Movie yang baru tayang awal bulan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Banyak orang bertanya ke saya, kok masih mau memerankan Zaenab?" ujar Maudy kepada Praga Utama dari Tempo, saat diwawancarai di sela pemutaran perdana film Si Doel di Blok M Square, Jakarta, Kamis lalu. Namun, Maudy sadar, karakter Zaenab adalah satu-kesatuan yang bisa membuat kisah drama berlatar budaya Betawi ini tetap utuh. Karena itulah ia memilih kembali memerankan karakter perempuan yang mudah menangis serta hanya bisa menurut, pasrah, dan sabar menghadapi kenyataan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di dunia nyata, Maudy bukanlah Zaenab. Ia mengaku masih menyimpan banyak ambisi, terutama terkait dengan pekerjaan utamanya di dunia peran. Beberapa di antaranya memainkan karakter antagonis, baik di film, sinetron, ataupun teater. Dan satu lagi: membawa Teater Abang None ke level yang lebih tinggi.

Bagaimana awal mula ide Si Doel The Movie ini muncul? Apakah sudah dibicarakan dengan para pemain sejak sinetron Si Doel Anak Sekolahan berakhir sekitar 11 tahun lalu?

Sinetron Si Doel kan selesai pada 2007, di seri ke-6. Waktu itu belum ada omongan atau wacana untuk membawa cerita ini ke layar lebar. Saat itu, cerita sinetron berhenti pada kejadian saat Doel menolong Zaenab yang mengalami keguguran. Hal ini membuat Sarah cemburu kepada Doel dan pulang ke Belanda. Sempat ada cerita lanjutan di film televisi Si Doel Anak Pinggiran tahun 2011. Doel akhirnya melamar Zaenab untuk merawat dan mendampinginya di masa tua Doel, karena Sarah sendiri tak memberikan kejelasan. Waktu itu pun ceritanya selesai di sana.

Kapan wacana film Si Doel ini muncul?

Pada Oktober tahun lalu, saya diundang sama Abang (Rano Karno, sutradara dan pemeran Doel) untuk syuting sehari di rumah Mak Nyak (Aminah Cendrakasih–pemeran Mak Nyak, ibunda Doel di sinetron). Syuting ini lebih bertujuan untuk menyenangkan Mak Nyak yang saat itu kondisinya sudah sakit, tidak bisa bangun dan berjalan, bahkan penglihatannya sudah buram. Syuting pun tanpa skenario penuh. Tapi Abang lumayan serius menggarap, sampai-sampai membuat set latar di depan rumah Mak Nyak. Adegannya hanya berkisar tentang karakter-karakter di sinetron Si Doel yang bertemu dengan Mak Nyak. Ada Zaenab (Maudy), Bang Mandra, Atun (Suti Karno), Bang Doel sendiri, sampai Ahong (Kasiman). Rupanya syuting sehari bersama Mak Nyak ini diseriusi. Pada Maret 2018, skenario untuk film Si Doel jadi, dan saya diundang lagi untuk reading.

Jadi Anda tak terlibat dalam penulisan skenario?

Semuanya dari Bang Rano. Tapi saat proses reading semua pemain memberikan masukan. Saya melihat ada beberapa kejanggalan yang harus diperbaiki.

Apa saja kejanggalan itu?

Misalnya, cerita Zaenab mau pergi ke Belanda dengan Hans (Adam Jagwani) untuk menyusul Doel yang sudah lebih dulu pergi ke Belanda menyusul Sarah. Saya bilang, dulu waktu di sinetron, Zaenab itu tidak pernah ketemu dengan Hans. Hans muncul di seri satu, sedangkan Zaenab baru ada di seri kedua. Ini kan jadinya janggal kalau dibuat di film, akhirnya direvisi dengan ditambahkan adegan lain. Kemudian ada beberapa detail, seperti perbedaan waktu di Jakarta dengan Belanda, karena ada adegan Zaenab telepon-teleponan dengan yang di Belanda. Memang pada intinya kami para pemain harus mengingat-ingat lagi apa saja yang terjadi dalam sinetron yang dimulai pada 24 tahun silam itu. Setiap kekurangan harus kami tambahi. Setelah semua selesai, Maret itu juga kami syuting. Karena adegan saya banyak di Jakarta, saya tidak ikut ke Belanda. Pemain lain melanjutkan syuting di Belanda pada April lalu.

_____________________
Di tengah percakapan dengan Tempo, Mandra tiba di lokasi dan menyapa. "Nah ini die jagoannye dateng, ke mane aje Bang?" kata Maudy dalam logat Betawi yang kental sambil mencium tangan Mandra.
Rupanya Mandra baru selesai mengikuti nonton bareng Si Doel The Movie di lokasi lain. "Alhamdulillah tadi rame banget penontonnye, banyak yang enggak kebagian (tiket)," ujar Mandra. "Syukurlah," kata Maudy.
_____________________

Apakah ada kesulitan saat Anda harus kembali berperan sebagai Zaenab?

Bagi saya pribadi, tidak mudah mempertahankan karakter Zaenab. Karena sewaktu pertama diajak syuting untuk film ini, saya langsung tanya ke Bang Rano, Zaenab nantinya akan bagaimana? Apakah sama seperti dulu, masih jadi perempuan sabar, mudah menangis, dan teperdaya? Kata Bang Rano, iya. Bahkan model baju dan lokasi syutingnya saja masih sama. Ini agak mengganjal karena karakter Zaenab itu bertolak belakang dengan karakter saya sendiri. Berbeda dengan karakter Sarah yang sudah menyatu dengan Cornelia Agatha. Tapi saya menyadari, bahwa orang yang nanti menonton film Si Doel akan membandingkan dengan cerita di sinetron. Orang akan mengingat-ingat lagi karakter Zaenab pada 1994 sampai 2007. Sehingga saya harus tetap mengeluarkan soul Zaenab yang dulu, jangan sampai karakter ini terkontaminasi dengan hal-hal kekinian. Toh karakter Atun saja masih sama, di film, dia masih menyetrika menggunakan setrika arang. Selain itu, saya sudah melihat semua karakter di Si Doel ini sebagai suatu keluarga utuh. Dan kami para pemain sudah punya tugas masing-masing untuk mewarnai film ini.

Apa tugas Zaenab di film ini?

Tentu saya harus tampil sebagai sosok yang hadir di tengah hubungan antara Doel dan Sarah. Tugas saya adalah menimbulkan kecemburuan pada karakter Sarah, ha-ha-ha. Karena cerita ini pun sudah terjalin sejak sinetron, maka tidak akan lengkap kalau saya menolak, Zaenab tidak ada di film. Saya harus memikirkan keutuhan keluarga Si Doel.

Meskipun beberapa tokoh dan karakter sudah tidak bisa ikut hadir...

Betul. Tugas kami di film ini jadi lebih berat karena banyak sparing partner yang sudah almarhum. Saya melihat bagaimana Bang Mandra harus bersusah-payah membangkitkan kekonyolan dan komedi tanpa kehadiran karakter yang biasa mendukungnya, seperti Babe (almarhum Benyamin S.), Mas Karyo (almarhum Basuki), dan Engkong Ali (almarhum Enun Tile).

Kisah Si Doel sangat lekat dengan unsur budaya Betawi. Anda juga termasuk salah satu pegiat budaya Betawi. Bagaimana hal ini ditampilkan dalam film?

Bang Rano bilang, cerita Si Doel ini bukan sinetron atau dokumenter budaya. Budaya Betawi hanya dijadikan latar kisah. Saat ada skenario Doel ke Belanda pun banyak yang bertanya-tanya, bagaimana dengan unsur Betawi-nya? Sebetulnya hal ini masih tetap ada dan hadir melalui detail-detail keseharian para karakternya. Saya juga cukup respek terhadap Falcon Pictures (rumah produksi Si Doel The Movie) yang menghadirkan unsur-unsur budaya Betawi saat gala premier film ini, ada kuliner, dekorasi, tari-tarian. Ini membuat kami bernostalgia seperti kembali ke lokasi syuting sinetron Si Doel.

Lalu apa proyek Anda setelah film Si Doel?

Saya baru menyelesaikan syuting film Keluarga Cemara (remake dari sinetron berjudul sama yang diproduksi pada 1996). Sekarang film ini sudah mulai masuk tahap promosi, tapi saya izin untuk berfokus ikut promosi film Si Doel dulu. Rencananya, Keluarga Cemara akan tayang Desember nanti. Ada satu film lain tapi belum jelas kapan tanggal tayangnya.

Di Keluarga Cemara Anda berperan sebagai Tante Pressi (dikenal dengan sebutan Tante Prancis di sinetron), berarti Anda memainkan peran antagonis, dong?

Iya, ha-ha-ha. Dan ini menarik, karena sejak lama saya ingin sekali mendapat peran "jahat". Akhirnya kesampaian di film Keluarga Cemara, dan saya senang karena mendapat kebebasan mengeksplorasi peran ini, meskipun porsi saya di film sedikit. Jujur, saya jenuh selalu mendapatkan peran protagonis, menjadi ibu-ibu dan baik-baik saja. Saya malah ingin berperan sebagai seorang psikopat.

Bagaimana dengan kegiatan lain Anda di atas panggung dan teater?

Oya, sekarang saya sedang deg-degan, karena 26 Agustus nanti saya akan pentas monolog di Galeri Indonesia Kaya.

Kenapa deg-degan, bukankah Anda sudah biasa di teater dan pentas monolog?

Soalnya sampai sekarang belum menghafal naskahnya, ha-ha-ha. Monolog ini nanti temanya soal kemerdekaan, dan naskahnya soal tentara Jepang dan Jugun Ianfu (wanita korban perbudakan seks selama Perang Dunia II di koloni Jepang). Sutradaranya Wawan Sofwan.

Bagaimana dengan Teater Abang None (Abnon) yang tahun depan berusia sepuluh tahun. Apakah Anda sudah mempersiapkan pertunjukan khusus? (Maudy yang terpilih dalam kontes Abang-None Jakarta 1993 adalah penggagas dan pendiri Teater Abnon yang beranggotakan sebagian peserta kontes Abang None)

Ya, di usianya yang kesembilan ini, saya merasa sudah saatnya Teater Abang None untuk naik tingkat ke level lebih tinggi. Saya bercita-cita teater ini bisa membuat pertunjukan yang grande dan diharapkan ini bisa dilakukan pada perayaan 10 tahun usia kami. Untuk mempersiapkan hal itu, Juli lalu kami mengirim dua pasang Abang-None ke Broadway, New York City, Amerika Serikat, untuk belajar soal pertunjukan teater, koreografi, dan olah vokal kepada para ahli teater di sana. Kami melakukan audisi dibantu Reza Rahadian dan Aimee Saras.

Apa yang Anda harapkan dari mereka?

Mereka di sana selama dua minggu, pulangnya kami minta untuk sharing ilmu yang sudah didapatkan, agar ke depan bisa kami terapkan untuk pengembangan Teater Abnon. Saya merasa sudah saatnya Teater Abnon ini jadi lebih profesional, sehingga kami memutuskan untuk mencari ilmu langsung di Broadway yang memang terkenal sebagai pusat teater musikal. Mudah-mudahan ilmu yang mereka dapatkan nanti bisa membuat kami lebih all out saat pentas. Begitu juga dengan ide-ide baru untuk produksi dan kreatif, mudah-mudahan bisa muncul lebih banyak.

Apakah sudah ada ide untuk pementasan besar tahun depan?

Sudah ada beberapa, tapi saat ini soal produksi dan kreatif sudah saya serahkan kepada pengurus baru. Tahun ini saya berharap Teater Abnon sudah bisa dipegang oleh pengurus baru supaya lebih mandiri. Setidaknya saya hanya mengawasi.

Apakah Anda sudah tidak mau terlibat lagi di teater?

Bukan, tapi kan usia saya terus bertambah. Sementara sumber daya manusia di teater ini terus berganti, banyak yang baru dan muda-muda. Gaya komunikasi dan konsep kreatif saya mungkin berbeda dengan generasi baru ini. Sejak Juni lalu, saya sudah mencoba membebaskan mereka berkreasi, dan hasilnya saya happy dengan kinerja mereka. Saya yakin mereka mampu. Selain mempersiapkan kepengurusan baru, saya juga sedang berupaya agar Teater Abnon bisa mandiri secara finansial. Selama ini kan setiap pementasan, basic financial-nya dari kantong saya pribadi sebagai executive producer. Ini tidak boleh terus seperti ini, takutnya, mereka jadi ketergantungan kepada saya. Sekarang saya merasa sudah tidak mampu, dan saya tidak tahu kondisi ke depan bagaimana.

Apa saja upaya Anda untuk membuat Teater Abnon lebih mandiri?

Saya berharap ada bantuan dari lembaga terkait, seperti Lembaga Kebudayaan Betawi dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Apa yang kami lakukan selama ini kan turut mempromosikan budaya Betawi. Teater Abnon juga jadi wadah yang sangat diminati para peserta Abang-None yang punya talenta-talenta seni. Bahkan banyak anak muda Jakarta yang ingin ikut bergabung dengan kami.

Apakah sudah Ada tanggapan dari pemerintah?

Sayangnya sampai sekarang belum ada. Kalau diminta memaparkan soal data-data dan prestasi Teater Abnon, tentu saya siap. ●

Maudy Koesnaedi

TTL : Jakarta, 8 April 1975

Pekerjaan : Aktris & model, sejak 1994

Film
>> Betina (2006)
>> Berbagi Suami (2006)
>> Garuda di Dadaku (2009)
>> Garuda di Dadaku 2 (2011)
>> Love Story (2011)
>> Soekarno: Indonesia Merdeka (2013)
>> Negeri Van Oranje (2015) >> Pinky Promise (2016)
>> Surat Kecil untuk Tuhan (2017)
>> Satu Hari Nanti (2017)
>> Si Doel the Movie (2018)

Prestasi
>> Aktris Terbaik Piala Vidia FFI 2011 (Si Doel Anak Sekolahan)
>> Penganugerahan 50 Wanita Tercantik di Indonesia 2012
>> Aktris Pendukung Wanita Terbaik Indonesian Movie Awards 2014
>> Nominasi–Piala Citra untuk Pemeran Utama Wanita Terbaik di Festival Film Indonesia 2014
>> Nominasi–Pemeran Utama Wanita Terbaik di Piala Maya 2014
>> Presenter Non-Berita Terbaik KPI Awards 2016

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus