Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font color=#993300>Tahun Ironi,</font> Tahun Korupsi

HUKUM kita telah mempertontonkan wajah bopeng paling menjijikkan sepanjang tahun ini. Ada Prita Mulyasari yang dihukum karena mengeluhkan layanan rumah sakit di surat elektronik, Mbok Minah yang dihukum karena mengambil tiga buah kakao, dan banyak lagi orang kecil yang masuk bui lantaran tak punya uang untuk menyogok aparat. Sedangkan mereka yang punya rupiah tak terhitung leluasa menelikung serta mengejek hukum dan akal sehat kita. Perseteruan pejabat kepolisian dan lembaga antikorupsi menunjukkan hukum kita dikuasai mereka yang berduit.

21 Desember 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tragedi Cicak-Buaya

Tragedi hukum itu terkuak dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, awal November lalu. Menyidangkan perkara uji materi atas Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Mahkamah memerintahkan pemutaran rekaman penyadapan Anggodo Widjojo, pengusaha asal Jawa Timur yang memiliki hubungan dekat dengan para pejabat kepolisian dan kejaksaan.

Sang pengusaha diduga berperan besar dalam penetapan Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, dua pemimpin KPK, sebagai tersangka kasus pemerasan. Re­kaman pembicaraan Anggodo menunjukkan hubungannya yang erat dengan Wakil Jaksa Agung A.H. Ritonga dan mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto.

Pria bertubuh gempal dengan nama asli Ang Tjoe Niek ini dengan leluasa meminta penyidik polisi dan petinggi kejaksaan melakukan ini dan itu, seraya mengatasnama­kan presiden dan penegak hukum dalam urusan lain. Dengan lihai dia merangkai ke­saksian demi kesaksian agar kesimpulan akhir dari kasus ini sesuai dengan kepentingannya. Ia bahkan dengan geram berujar, ”Sesuk nek Chandra dilebokno, malah tak pateni neng njero.”

Inilah klimaks perseteruan KPK dengan kepolisian, yang berawal dari tersadapnya telepon Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris Jenderal Susno Dua­dji. Disadap sejak akhir 2008 hingga April 2009, sang Jenderal diduga ikut berperan aktif dalam pencairan dana US$ 58 juta milik pengusaha tembakau Budi Sampoerna di Bank Century.

Perseteruan lalu terbuka ketika polisi mengusut kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Maret 2009. Polisi meringkus para pelaku. Dari keterangan mereka, polisi terus mengusut hingga menyimpulkan keterlibatan Antasari Azhar, Ketua KPK. Di tahanan, Antasari justru membuka kasus lain. Ia membuat testimoni, menuding para pemimpin KPK menerima suap dari Anggoro Wi­djojo, pemilik PT Masaro Radiokom. Tersangka korupsi pengadaan radio komunikasi di Departemen Kehutanan itu adalah kakak Anggodo.

Berbekal ”testimoni” ini, polisi menetapkan Chandra dan Bibit sebagai tersangka. Polisi hanya mengandalkan sangkaannya pada keterangan Ary Muladi, anak buah Anggoro, yang mengaku menyerahkan Rp 5,1 miliar kepada pimpinan KPK. Padahal Ary telah mencabut keterangan ini.

Di tengah perseteruan, Susno dengan jumawa menyebut kepolisian sebagai ­”buaya” yang lebih berkuasa daripada KPK, yang disebutnya hanya ”cicak”. Publik ­marah dengan kriminalisasi pimpinan KPK. Sebagai respons, Presiden membentuk Tim Verifikasi Fakta dan Hukum Kasus Bibit dan Chandra.

Pada akhirnya, Susno dicopot dari jabatannya. Begitu juga Ritonga. Tapi kasus ini tak pernah diusut, setidaknya hingga saat ini.

FOTO: TEMPO/Dinul Mubarok, Adri Irianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus