Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font face=arial size=1 color=#FFCC00><B>Kaledoskop 2009 </B></font><BR />Nasional » politik

21 Desember 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sapu Bersih SBY

PARTAI Demokrat memenangi pemilihan anggota legislatif, April lalu. Partai yang didirikan Susilo Bambang Yudhoyono ini memperoleh 20 persen suara, hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan perolehannya lima tahun lalu. Partai ini menguasai 148 dari 560 kursi Dewan Perwakilan Rakyat. Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berada di posisi berikutnya.

Dengan modal yang besar itu, Demokrat mengusung Yudhoyono berpasangan dengan Boediono, mantan Gubernur Bank Indonesia. Pasangan ini memenangi pemilihan presiden dalam satu kali putaran, dengan perolehan suara 60,8 persen. Mereka mengungguli pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla-Wiranto.

Dua pasangan yang kalah mengklaim menemukan bukti penggelembungan suara masif dan terorganisasi di banyak daerah. Mereka juga menilai ada kekacauan yang disengaja dalam daftar pemilih tetap. Pada 12 Agustus 2009, sembilan hakim Mahkamah Konstitusi dengan suara bulat menolak gugatan dua pasangan itu. Pada 20 Oktober, Yudhoyono dan Boediono dilantik untuk memimpin pemerintahan lima tahun ke depan.

Foto: tempo/tony hartawan

Petaka Jumat Pagi

Jumat pagi kelam, 17 Juli 2009. Dua pemuda, Dani Dwi Permana dan Nana Ikhwan, meledakkan diri di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Sembilan orang tewas, 50 orang terluka. Inilah aksi teror pertama setelah serangan terakhir pada 2005 di Bali.

Polisi segera mengenali kelompok Noor Din M. Top berada di belakang aksi. Berbekal rekaman kamera keamanan, polisi menyimpulkan Ibrohim, tukang bunga hotel, terlibat. Ia menyelundupkan bom ke kamar yang diduga ditempati warga negara asing. Dari sini, aksi dilancarkan.

Setelah peledakan, polisi bergerak. Mereka menggagalkan rencana teror, yang diklaim ditujukan buat menyerang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Polisi lalu membunuh Ibrohim dalam operasi di Kedu, Jawa Tengah. Sebulan kemudian, Noor Din, warga negara Malaysia, buron selama sewindu, tewas ditembak di tempat persembunyiannya di Jebres, Solo. Dua buron lain yang disebut sebagai anak buahnya ditembak mati di Ciputat, Tangerang, Banten.

foto: AP/DITA ALANGKARA, Hafidz Novalsyah, REUTERS/Bazuki Muhammad

Kabinet Sang Pemenang Mutlak

Dengan bekal kemenangan besar pada pemilihan presiden, Susilo­ ­Bambang Yudhoyono menyusun kabinetnya dengan leluasa. Dua hari setelah ­dilantik pada 20 Oktober, ia mengumumkan 34 menteri yang didominasi ­perwakilan partai politik.

Dari jumlah anggota Kabinet Indonesia Bersatu, separuhnya diisi para ­aktivis partai, termasuk Partai Golkar, yang tidak secara resmi mendukung Yudhoyono pada pemilihan. Beringin memperoleh tiga kursi. Partai Demokrat dijatah enam menteri, Partai Keadilan Sejahtera empat menteri, ­Partai Amanat Nasional tiga pos, lalu Partai Kebangkitan Bangsa dua posisi.

Dalam pidato pelantikannya, Yudhoyono, yang kini didampingi Wakil Presiden Boediono, menyampaikan esensi program lima tahunnya: pening­katan kesejahteraan rakyat, penguatan demokrasi, dan penegakan keadilan. ”Prosperity, democracy, and justice,” katanya, dalam bahasa Inggris.

foto: TEMPO/Arie Basuki

Kisruh di Ujung Timur Jawa

Pasangan kandidat gubernur-wakil gubernur Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono tak mau menerima kekalahan. Mereka menolak hasil penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum yang memenangkan pasangan Sukarwo-Saifullah Yusuf dengan selisih suara 0,4 persen. Tim pasangan ini mengajukan bukti tujuh modus pemalsuan daftar pemilih: kesamaan nomor induk kependudukan; nomor induk dan nama sama; nomor, nama, dan tanggal lahir sama; nomor, nama, tanggal lahir, dan alamat sama; nomor induk tidak standar; usia pemilih di bawah 17 tahun dan belum menikah; serta usia tidak didaftar.

Khofifah merasa dicurangi di Sampang dan Bangkalan. Ribuan dokumen daftar pemilih tetap dilaporkan ke polisi. Di tengah penyelidikan, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Herman Surjadi Sumawiredja ditarik ke Jakarta. Sebelumnya dia menetapkan Ketua KPU Wahyudi Purnomo tersangka. Namun penetapan ini dibatalkan oleh pengganti Herman, Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam.

foto: TEMPO/Amston Probel

Heboh Buku Sintong

Otobiografi Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, mengundang kontroversi. Buku ini membeberkan banyak kisah baru yang berkaitan dengan berbagai peristiwa penting yang melibatkan tentara di Tanah Air.

Tapi yang banyak dibicarakan adalah cerita Sintong tentang ”gerakan” Prabowo Subianto pada Mei 1998. Sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, Prabowo ditulis mengumpulkan pasukannya ke Jakarta tanpa setahu Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Wiranto. Sintong menduga ada rencana makar. Dia lalu menyarankan Presiden Habibie memecat Prabowo.

Diluncurkan hanya sebulan menjelang pemilu le­gislatif April lalu, buku ini dianggap propaganda untuk ”menggembosi” Partai Gerindra yang didirikan Prabowo. Tapi Sintong membantah. ”Saya tidak tertarik politik praktis,” ujarnya.

foto: tempo/bismo agung

Pemekaran Berdarah di Tapanuli

Upaya membentuk Provinsi Tapanuli berujung tragedi. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara Abdul Aziz Angkat tewas dalam aksi penyerangan brutal demonstran pendukung provinsi baru. Polisi dan wakil rakyat ikut dihajar. Gerakan memisahkan diri dari Sumatera Utara dideklarasikan dalam Kongres Masyarakat Tapanuli, 6 April 2002, di Tarutung. Lalu dibentuk Panitia Pembentukan Provinsi Tapanuli, dipimpin Chandra Panggabean, anak G.M. Panggabean, pemilik harian Sinar Indonesia Baru, Medan.

Ada 10 kabupaten atau kota yang akan bergabung: Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Nias Selatan, Kota Sibolga, Kabupaten Dairi, Kabupaten Nias, dan Kabupaten Pakpak Bharat. Pada Desember 2009, Chandra Panggabean divonis delapan tahun penjara. Ia dinyatakan terbukti menghasut dan melakukan pemaksaan terhadap Angkat untuk mengesahkan pembentukan Provinsi Tapanuli.

foto: ANTARA/Irsan Mulyadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus