Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font color=#CC3300>Hikayat Jarum</font> Mengumpulkan Benang

Di luar Golkar, Jusuf Kalla menyusun tim sukses. Setia mengusung duet Yudhoyono-Kalla.

2 Maret 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENYUM Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla mekar­ dalam gambar tempel. Di sana, tepat di bawah foto, terdapat jargon ”Bersama Kita Bisa”. Poster kuning muda itu terekat erat di dinding kanan pintu masuk Graha L9, Kebayoran Lama, Jakarta. Gedung empat lantai itu adalah markas Institut Lembang Sembilan, sayap pendukung Jusuf Kalla di luar Golkar. Sti­ker bergambar Yudhoyono-Kalla dalam ukuran lebih kecil menempel di sejumlah bagian tembok pada semua lantai.

Meski Jusuf Kalla, Jumat dua pekan lalu, menyatakan siap menjadi calon presiden pada pemilu Juli nanti, Lembang Sembilan tidak menyiapkan pesta ”perceraian” Kalla dengan Yudhoyono. Lembaga itu justru sedang berusaha keras agar pasangan Yudhoyono-Kalla dipertahankan dalam pemilu nanti. ”Kami ingin beliau tetap bersatu menjadi negarawan,” kata pemimpin Institut Lembang Sembilan, Alwi Hamu.

Kamis malam pekan lalu, Alwi meng­undang rapat setidaknya 17 anggota tim Lembang Sembilan. Di antaranya guru besar akuntansi Universitas Trisakti, Sofyan Syafri Harahap, mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan. ­Pieter L.D. Wattimena, dan pengusaha sekaligus tim pemenangan Yudhoyono-Kalla, Yahya Ombara. Sejatinya, Alwi juga mengundang intelektual Siti Musdah Mulia, pengamat politik Fachry Ali, pengusaha Sofjan Wanandi, pengusaha asal Makassar, Tanri Abeng, dan politikus Golkar, Firman Subagyo. Sayang, mereka tak hadir.

Rapat pertama Lembang Sembilan­ sejak Jusuf Kalla menyatakan siap menjadi calon presiden itu berlangsung sampai pukul 11 malam. Menurut Alwi, pertemuan itu memang membahas perkembangan politik terakhir. Ia melihat ada upaya untuk memisahkan Yudhoyono-Kalla—baik dari pihak Yudhoyono maupun Kalla. Mereka, kata Alwi, adalah politikus yang tidak memiliki visi kenegarawanan. ”Mereka berusaha menurunkan derajat SBY-JK dari negarawan menjadi politikus. Ini bahaya buat masa depan bangsa,” kata Alwi Hamu.

Pertemuan Lembang Sembilan malam itu juga membahas tabloid dua mingguan Negarawan, yang menjadi alat propaganda Lembang Sembilan untuk memenangkan kembali Yudhoyono-Kalla. Wakil Pemimpin Umum Negarawan Fiam Mustamin mengatakan tabloidnya memberikan apresiasi kepada duet Yudhoyono-Kalla. ”Pertimbangan kami tetap rasional dan obyektif untuk kepentingan bangsa,” kata Fiam.

Editorial Negarawan yang terbit 15-28 Februari lalu ditulis oleh Yahya Ombara dan jelas-jelas mendukung duet Yudhoyono-Kalla. Akal sehat mana pun, kata Yahya, pasti akan meyakini pasangan Yudhoyono-Kalla tidak saja masih perlu dilanjutkan, tapi bahkan harus didukung. ”Tidak hanya ketika memasuki pemilu presiden, tapi justru sejak saat ini dalam menghadapi pemilu legislatif.”

Tabloid ini berkantor di lantai dua Graha L9. Sampul tabloid selalu me­ngetengahkan foto Yudhoyono-Kalla­ dalam pose yang harmonis. Pada tiga edisi yang sudah terbit, tabloid ini hanya meng-copy-paste berita-berita­ koran. Meski begitu, terbitan ini memuat banyak iklan—terutama dari perusahaan pelat merah. ”Itu iklan janji, belum tentu bisa ditagih,” kata Alwi Hamu. Menurut Alwi, tabloid dicetak lebih dari 100 ribu eksemplar di percetakan jaringan Grup Jawa Pos dan disebar gratis ke seluruh Indonesia. ”Saya komisaris, jadi bayar cetaknya belakangan. Kalau enggak terbayar, saya bilang potong gaji saya saja,” kata Alwi, terbahak.

l l l

GRAHA Lembang Sembilan ini di­resmikan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Agustus 2007. Saat awal berdiri enam tahun lalu, Lembang Sembilan adalah kelompok diskusi di rumah Kalla, Jalan Lembang 9, Menteng, Jakarta Pusat. Kelompok ini memang didirikan oleh sejumlah orang dekat Kalla untuk mendukung pencalonannya sebagai wakil presiden pada Pemilu 2004. Saat itu Kalla bukan jago Golkar. Partai Beringin mencalonkan Wiranto, yang menang dalam konvensi Golkar. Kalla lalu membuat sekoci. Lembang Sembilan salah satunya.

Selain Kalla, ada delapan orang yang menjadi pendiri lembaga itu. Mereka adalah Achmad Kalla, Aksa Mahmud, Alwi Hamu, Muhammad Taha, Sofyan­ Djalil, Muhammad Abduh, Tanri Abeng, dan Syahrul Udjud. Menurut­ Kepala Kantor Lembang Sembilan Fiam Mustamin, para pendiri itu masih aktif di Lembang Sembilan dengan posisi beragam—sebagai pengurus harian atau penasihat. ”Mereka masih solid semua,” ujar Fiam.

Muhammad Abduh dan Syahrul Udjud menjadi anggota staf khusus di kantor Wakil Presiden. Sofyan Djalil mendapat bagian Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. Sofyan Djalil dulu sekretaris tim sukses gabungan Yudhoyono-Kalla.

Kini, kata Alwi, Lembang Sembilan telah memiliki cabang hingga ke semua provinsi. Selain itu, lembaga ini memiliki perwakilan di hampir semua kota dan kabupaten. Lembang Sembilan, kata Alwi, melibatkan kelompok-kelompok yang ada di daerah. Di Jawa Timur, misalnya, mereka banyak me­libatkan komunitas pesantren. Di Sulawesi Utara, mereka mengikutserta­kan pendeta dan perkumpulan jemaat gereja. ”Kami multikultur dan etnis,” katanya.

Perahu cadangan lain untuk mengukuhkan dukungan kepada Jusuf Kalla adalah Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan. Ketua Umum Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan Hasanuddin Massaile sesumbar anggota Kerukunan berjumlah 14 juta orang dan tersebar di seluruh dunia. Di luar negeri, Kerukunan punya anggota kira-kira 500 ribu orang. Jusuf Kalla, kata Hasanuddin, ibarat jarum, sedangkan warga Kerukunan laksana benang. ”Ke mana pun jarum pergi, benang akan ikut,” katanya.

Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan mendukung Jusuf Kalla—baik tetap bersama Yudhoyono maupun tidak. Sikap mereka tidak harus sama dengan sikap Golkar. ”Ini perkumpulan kekeluargaan, bukan partai politik,” kata Hasanuddin.

Di dalam Kerukunan, berhimpun pula persaudaraan saudagar Bugis. Jusuf Kalla adalah anak saudagar Bugis, Haji Kalla. Setiap tahun, saudagar Bugis bertemu. Paguyuban ini dibentuk pada 1996. Mereka makin mendapat tempat saat Jusuf Kalla menggandeng mereka untuk mendulang dukungan pada pemilu lalu. Alwi Hamu adalah Sekretaris Jenderal Persaudaraan Saudagar ­Bugis.

Dari Bugis, Kalla menyebe­rang ke Minang. Di sana ada persaudaraan saudagar Minang—daerah asal Mufidah, istri Kalla. Selain itu, Kalla menggarap kelompok saudagar Melayu, Banjar, Bali, Aceh, dan Sunda. Mereka berhimpun dalam Forum Saudagar Nusantara. ”Mereka punya sumbangan besar memajukan ekonomi,” kata Alwi.

Sunudyantoro, Agung Sedayu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus