Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Petaka Rabu Petang
Rabu petang yang tenang pada 30 September berubah menjadi petaka. Pukul 17.16 WIB, lindu menggetarkan Ranah Minang. Padang dan Padang Pariaman adalah dua titik yang rusak parah akibat getaran 7,9 skala Richter itu. Lebih dari 1.100 orang meninggal tertimpa reruntuhan bangunan dan terbenam tanah longsor di kaki-kaki bukit. Sebagian tak pernah ditemukan hingga pencarian korban dihentikan.
Inilah bencana terhebat di negeri ini sepanjang 2009. Sekitar 120 ribu bangunan porak-poranda. Padang babak-belur. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional memperkirakan nilai kerugian akibat kerusakan bangunan dan infrastruktur mencapai Rp 9 triliun. Sumber daya pemerintah dan sukarelawan, yang ketika itu masih terpusat pada kegiatan rehabilitasi di Jawa Barat, setelah gempa Tasikmalaya, boyongan ke Padang.
Lagi, cerita usang yang tak pernah basi mewarnai hiruk-pikuk bencana: penanganan yang lamban. Hingga hari kedua, nyaris tak ada penanganan berarti. Bahkan hingga air mata korban mengering, pemerintah pusat masih linglung memutuskan status bencana—yang kemudian ditetapkan berstatus bencana provinsi. Toh, status bencana tak membatasi gerakan solidaritas pengumpulan bantuan di pelosok Nusantara.
foto: TEMPO/Zulkarnain, Bismo AGung, Wahyu Setiawan
Tanggul Tua Pembawa Maut
Air bah menjelang subuh menghanyutkan nyawa sembilan puluh warga di kaki tanggul Situ Gintung, Tangerang Selatan. Kamis, 26 Maret, tanggul situ yang dibangun pemerintah kolonial Belanda tujuh dekade silam itu jebol setelah hujan deras sepanjang malam. Ia menumpahkan 1,5 juta kubik air ke permukiman padat, 20 meter di bawah tanggul. Selain korban nyawa, puluhan rumah rata dengan tanah.
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menuding hujan sebagai biang petaka. Ia menyatakan pintu air jebol karena luapan melampaui pintu pelimpasan sehingga air merobohkan bendungan. Bagi politikus yang sedang berkampanye, inilah ajang cari simpati. Puluhan posko bantuan partai politik berdiri di sepanjang Jalan Raya Ciputat. Pejabat, mulai Presiden dan wakilnya hingga lurah, bergantian mengunjungi lokasi.
TEMPO/Tony Hartawan, Yosep Arkian
Ramadan Muram Bumi Priangan
Gempa bumi kembali mengguncang. Kali ini, lindu berkekuatan 7,3 skala Richter menggoyang Jawa Barat. Kerusakan terparah terjadi di Bandung, Garut, dan Tasikmalaya. Dahsyatnya gempa terasa hingga Jakarta. Ribuan pekerja berebut turun dari gedung-gedung pencakar langit di Ibu Kota. Gempa pada 2 September atau pertengahan Ramadan itu menewaskan 73 orang dengan kerugian materi Rp 1,5 triliun.
Selain lambannya penanganan—termasuk bantuan asing yang baru diizinkan masuk lebih dari sebulan setelah bencana—pemerintah daerah dikritik karena tak sigap mengucurkan dana rehabilitasi. Di Garut, misalnya, hingga akhir bulan lalu, dana yang ngendon di pemerintah kabupaten Rp 72,7 miliar belum dibagikan. Walhasil, seperti umumnya korban bencana di negeri ini, jangan berharap pada bantuan pemerintah.
foto: TEMPO/ Gunawan Wicaksono
Mengolah Bahasa Lisan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi serta tujuh lembaga riset anggota Konsorsium Penelitian Tingkat Lanjut Penerjemahan Lisan Asia (A-STAR) membangun sistem penerjemah lisan langsung pertama di dunia dan melansirnya pada Juli lalu. Mesin yang terhubung dengan jaringan se-Asia ini mampu menerjemahkan suatu tuturan ke dalam bahasa Inggris dan delapan bahasa di Asia, termasuk bahasa Jepang dan Mandarin. Dengan mesin ini, ucapan bahasa Indonesia yang dituturkan orang Jakarta dapat langsung didengar dalam bahasa Jepang oleh orang Kyoto. Tim BPPT juga menciptakan Perisalah, peranti lunak yang dapat menyalin ucapan menjadi tulisan dalam sekejap.
foto: Tempo/Adri Irianto
Kemenangan Layar Sentuh
Teknologi input komputer dengan layar sentuh bernama Interactive Table menang dalam lomba Indonesia Information Communication and Technology Award 2009 untuk kategori Proyek Mahasiswa Perguruan Tinggi pada Juli lalu. Alat ciptaan Hendro Wibowo, mahasiswa Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Amikom, Yogyakarta, itu menggunakan beberapa kamera web dengan lensa yang dimodifikasi agar dapat menangkap sinar inframerah dan monitor LCD.
Beberapa pemenang lain muncul dalam ajang yang digelar Kementerian Riset dan Teknologi ini, seperti pengunci komputer dengan USB bikinan Jonathan Christofer, siswa kelas I Sekolah Menengah Pertama Victory Plus, Bekasi, dan animasi Hebring 2, yang digarap trio Andi Martin, M. Fardiansyah, serta Marlin Sugama.
foto: Tempo/arnold simanjuntak
Anak-anak Penakluk Sains
Agasha Kareef Ratam, Henry Jayakusuma, Kevin Pratama, Stanley Orlando, Liem Ariel Lesmana, dan Koyuki Atifa Rahmi meraih enam medali emas Olimpiade Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Internasional Tingkat Sekolah Dasar di Yogyakarta pada November lalu. Dalam kompetisi ini, Indonesia menjadi juara umum dengan mengungguli 9 negara peserta lain, seperti Singapura dan Taiwan.
Prestasi ini menambah panjang daftar sukses Indonesia di ajang lomba sains internasional. Sebelumnya Indonesia juga keluar sebagai juara umum di 3th Wizards at Mathematics International Contest di Lucknow, India, pada Oktober lalu dengan memboyong 10 medali emas, 9 perak, dan 5 perunggu. Tim Olimpiade Fisika Indonesia pun sukses membawa pulang 2 medali emas, 4 perak, dan 2 perunggu dari ajang Asian Physics Olympiad ke-10 di Bangkok, Thailand, Mei lalu.
foto: Tempo/Arif Wibowo
Pemadam Api San Francisco
Robot beroda delapan seukuran kotak kardus mi instan itu bernama DU-114. Perancangnya Rudi Hartono dan Stevanus Akbar Alexander, mahasiswa Universitas Komputer Indonesia, Bandung. Berbentuk mirip tank waja mainan, ia jago memadamkan api. Robot ini meraih medali emas di ajang International Robogames 2009 di Fort Mason, San Francisco, Amerika Serikat, pada 14 Juni lalu. Kompetisi robot terbesar di dunia versi Guinness Book of World Records itu diikuti 403 robot dari 18 negara yang bertarung dalam 70 kategori.
foto: andreseptian.com
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo