Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SAAT menerima Tempo di ruang kerjanya, Rabu pagi tiga pekan lalu, Dwi Soetjipto langsung tersenyum. "Saya teringat Padang," katanya di gedung The East Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Sembilan tahun silam, Dwi juga menerima Tempo, tapi dalam situasi yang amat berbeda. Ketika itu, dia tidak berkantor di kompleks pabrik atau gedung megah, tapi di sebuah kamar hotel.
Dwi ketika itu baru saja diangkat menjadi Direktur Utama PT Semen Padang, yang dirundung konflik. Sejumlah pihak menuntut perseroan ini lepas dari induk perusahaan, PT Semen Gresik. Dwi dituding mengkhianati perjuangan masyarakat Sumatera Barat. Kantor dan kompleks pabrik di Bukit Indarung diduduki massa. Saat memasuki kantor, Dwi nyaris jadi bulan-bulanan jika tak ada anggota satuan pengamanan yang menyelamatkan. Alhasil, Dwi dan timnya terpaksa "ngungsi", di lima kamar Hotel Pangeran-Beach.
"Saya public enemy saat itu. Tempo media pertama yang berani bertemu dengan saya," katanya. Kini PT Semen Padang masih berstatus anak usaha PT Semen Gresik. Dari kantornya di antara gedung-gedung pencakar langit di pusat bisnis Jakarta, Dwi memimpin Grup Semen Gresik menjadi produsen semen terbesar di Asia Tenggara. Bulan ini perseroan mengakuisisi perusahaan semen di Vietnam dan mengubah nama holding company. "Semen Gresik, Semen Padang, dan Semen Tonasa akan bernaung di bawah nama Semen Indonesia," ujarnya.
Dwi bukan orang baru di PT Semen Padang. Sejak lulus kuliah, sarjana teknik kimia Institut Teknologi 10 Nopember, Surabaya, Jawa Timur, itu berkarier di perusahaan ini. "Persaingan di Jawa sudah ketat, saya memilih berkarier di luar Jawa," katanya merendah. Dari bawah, kariernya melesat hingga menjadi direktur penelitian dan pengembangan teknologi. Saat konflik mencuat, Dwi sempat berpikir keluar dari Padang dan pulang ke Jawa. Namun dia ditawari posisi direktur utama dengan setumpuk "pekerjaan rumah" membenahi korporasi. "Saya ambil kesempatan itu."
Sejak menjadi anak perusahaan PT Semen Gresik pada 1995 bersama Semen Tonasa, Semen Padang meradang. Korporasi semen tertua di Indonesia ini enggan jadi anak usaha Semen Gresik, yang lahir belakangan. Mereka kian meradang ketika Cemex—raksasa semen asal Meksiko—menguasai 25,5 persen saham Gresik. Semen Padang meminta Cemex ditendang dan Semen Padang diambil alih sepenuhnya oleh pemerintah.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Barat menerbitkan maklumat pengambilalihan Semen Padang dan menyerahkannya kepada pemerintah daerah Sumatera Barat. Karena maklumat itu pula direksi lama enggan menyampaikan laporan keuangan ke perusahaan induk. Buntutnya terasa di Jakarta. Semen Gresik, yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta sejak 1991, tidak dapat melaporkan kinerja perusahaan—karena minus laporan dari Padang—kepada pemegang saham. Perdagangan saham perseroan dengan kode emiten SMGR itu sempat dihentikan sementara.
Kemelut berakhir dengan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Padang, yang mengabulkan gugatan balik Dwi. Setelah empat bulan bekerja 18 kilometer dari kantornya, Dwi bisa duduk di kursinya. Dari sana, dia mengerjakan laporan keuangan yang tak terlaporkan selama 2002-2003. Laporan itu disampaikan ke perusahaan Induk setahun kemudian. Juni 2005, dia ditunjuk jadi Direktur Utama Grup Semen Gresik.
Berbeda dengan di Padang, latar belakang Dwi sebagai orang Jawa Timur justru membuatnya mudah diterima di Grup Semen Gresik. Di tahun awal menjabat, gagasan Semen Padang untuk melepaskan diri belum hilang. Dia mengupayakan sinergi tiga perusahaan semen nasional. "Saya sentil harga diri karyawan. Lawan kita tidak di dalam, tapi di luar," ujarnya. Saat itu, Cemex telah melepas 24,9 persen saham Semen Gresik ke Grup Rajawali, untuk dilepas kembali dua tahun kemudian. Hingga saat ini, porsi terbesar 51 persen saham tetap dimiliki pemerintah.
"Saya bilang kepada karyawan, 'Kita ini BUMN, masak kalah penjualan dengan asing?'" katanya. Sebagian besar pesaing Semen Gresik merupakan perusahaan terbuka yang saham mayoritasnya dimiliki asing. Saham Indocement Tunggal Perkasa, misalnya, sebanyak 65,14 persen dikuasai Heidel Cement Group, yang berbasis di Jerman. Sedangkan saham Semen Cibinong, yang kini berubah nama jadi Holcim Indonesia, dikuasai Holderbank Cement Swiss sebesar 77,22 persen. Raksasa semen Prancis, Lafarge, yang melakukan merger dengan Blue Circle Inggris, menguasai 72,41 persen saham PT Semen Andalas.
Dwi rutin bolak balik dari pabrik Tuban ke Bukit Indarung, juga ke Tonasa, untuk mengubah persaingan internal antaranak usaha menjadi persaingan melawan raja-raja semen asing yang masuk ke Indonesia. Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil mengakui keterampilan Dwi merangkul anak buahnya. "Dia itu consensus builder," ucapnya.
Toh, gerakan melepaskan diri dari induk perusahaan tak sepenuhnya hilang. Oktober lalu, anggota Dewan dan kepala daerah Sulawesi Selatan menyerukan agar Semen Tonasa melepaskan diri. "Pabrik Tonasa sudah saatnya dibiarkan berdiri sendiri tanpa harus masuk holding company Semen Gresik," kata Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Agus Arifin Nu'mang. Sejumlah anggota Dewan di Senayan juga melontarkan gagasan itu di Jakarta.
Sinergi yang selama ini digaungkan Dwi diuji. Hasilnya, komitmen PT Semen Tonasa untuk tetap berada di bawah manajemen PT Semen Gresik bersama PT Semen Padang. "Produksi maksimal tercapai karena adanya campur tangan grup," ujar Direktur Utama PT Semen Tonasa Andi Unggul Attas.
Kamis dua pekan lalu, Semen Gresik menggelar rapat umum pemegang saham dengan agenda utama perubahan nama perusahaan induk. Nama holding company Semen Gresik diubah menjadi Semen Indonesia. Semen Gresik akan menjadi operating company setara dengan Tonasa dan Padang. "Merek dagang tidak ada yang berubah, hanya transformasi holding," ucapnya. Kebijakan dan pelaksanaan kegiatan yang bersifat strategis ada di tangan Semen Indonesia.
Nama Semen Indonesia, kata dia, mencerminkan ambisi BUMN produsen semen untuk menguasai pasar nasional dan regional. "Nama itu merangkul karakteristik nasional dari ketiga operating company," ujarnya. "Kami berharap fanatisme kelompok bisa dicairkan dengan membentuk perusahaan yang lebih solid dan kuat."
Tahun ini Dwi membawa Semen Gresik menjadi raja semen di Asia Tenggara. Volume produksinya tahun ini telah melebihi Siam Cement dari Thailand, yang sebelumnya berada di posisi teratas dengan produksi 23 juta ton. Grup yang memiliki empat pabrik di Tuban, empat pabrik di Indarung, dan tiga pabrik di Tonasa itu tahun ini telah memproduksi 25 juta ton semen. Kenaikan ini tak lepas dari inovasi yang dikembangkan grup.
Sejak 2009, Dwi menggelar kompetisi Innovation Award antarkaryawan dengan dewan juri dari pihak luar. "Kemampuan tiap orang di gugus kendali mutu diuji," katanya. Hasilnya memuaskan, inovasi karyawan dapat memperpendek proses kerja dan memberi nilai tambah dari hasil produksi.
Kini langkah pertama korporasi dalam ekspansi ke Asia Tenggara dimulai. Pekan lalu Grup Semen Gresik bersama Hanoi General Export-Import Joint Stock Company (Geleximco) meneken sale purchase agreement akuisisi saham Thang Long Cement (TLC) di Vietnam. Perseroan akan menjadi pemegang mayoritas saham TLC, lima besar dari 49 perusahaan semen di Vietnam.
Menurut Dwi, kapasitas produksi TLC akan ditingkatkan menjadi 90 persen. Maka, pada 2013, target volume produksi Semen Gresik bisa mencapai 28,5 juta ton. "Target kami lima tahun ke depan menguasai pasar Asia Tenggara," ucap Dwi. Dana ekspansi sebesar US$ 300 juta telah disiapkan untuk pencapaian target.
Di saat yang sama, perusahaan semen asing berbondong-bondong ingin masuk ke Indonesia. Siam Cement sudah menyatakan keinginannya membangun pabrik berkapasitas 1,8 juta ton di Sukabumi, Jawa Barat. Wilmar Group asal Singapura akan membangun pabrik di Banten berkapasitas 2 juta ton. Pabrik di Wonogiri berkapasitas 4 juta ton juga akan dibangun Ultra Tech dari India.
Perusahaan semen asal Cina, China Trio Int. Engineering, tak mau ketinggalan akan membangun pabrik semen berkapasitas 1,5 juta ton di Subang, Jawa Barat. State Development and Investment Corporation pun bakal membangun pabrik berkapasitas 1 juta ton di Papua. Yang paling ambisius adalah Anhui Conch Cement, yang akan membangun pabrik berkapasitas 10 juta ton.
Sektor properti di Indonesia, pelahap utama semen, memang diprediksi terus tumbuh. Kebutuhan semen nasional yang tahun ini 55 juta ton akan terus meningkat. Dwi tak khawatir terhadap pesaing yang semakin banyak. "Kami menyiapkan investasi US$ 3 miliar selama lima tahun ke depan."
Ketua Umum Realestate Indonesia Setyo Maharso berharap investasi perusahaan semen di Indonesia bakal mengurangi kenaikan harga semen. "Tiap tahun bisa naik 3-4 kali," ujarnya. Ketimbang mengimpor, yang harganya lebih murah, kata Setyo, para pengembang lebih suka membeli semen produksi dalam negeri. "Kami membutuhkan pasokan yang pasti," ucapnya.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha pernah mendapat laporan tentang adanya indikasi kartel dalam industri semen. Namun, setelah ditelisik, KPPU tidak bisa membuktikan laporan itu. "Kami terbuka selama penyelidikan, tidak ada yang ditutup-tutupi," ujar Corporate Secretary Semen Gresik Agung Wiharto. Menurut dia, kenaikan harga distribusi lebih disebabkan oleh perbandingan pasokan serta permintaan dan perhitungan harga distribusi.
Di bawah kendali Dwi, Grup Semen Gresik terus mencatat kenaikan keuntungan hingga 31 persen per tahun. Laba bersih pada 2004, yang hanya Rp 500 miliar, berlipat jadi Rp 3,9 triliun pada 2011. Tahun ini laba bersih diperkirakan mencapai Rp 4,4 triliun. "Dari segi profitabilitas, company ini bagus," kata Direktur Independent Research and Analyst Indonesia Lin Che Wei. Menurut dia, Semen Gresik merupakan satu dari sedikit perusahaan BUMN, "Yang bisa lebih baik daripada swasta."
Dwi Soetjipto, Surabaya, 10 November 1955, Pendidikan: Doktor Bidang Ekonomi dari Universitas Indonesia, Jakarta; Magister Manajemen dari Universitas Andalas, Padang; Sarjana Teknik Kimia dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Karier: Direktur Utama PT Semen Gresik (Persero) Tbk (2005- sekarang), Direktur Utama Semen Padang (2003-2005), Direktur Litbang Semen Padang (1995-2003). |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo