Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font face=arial size=2 color=#ff9900>I Ketut Mardjana, Direktur Utama PT Pos Indonesia</font><br />Membalik Nasib Pak Pos

Perkembangan teknologi mengakibatkan jumlah pengiriman surat menyusut drastis. Berkat inovasi dan terobosan bisnis, PT Pos Indonesia mampu bangkit.

23 Desember 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAMPILAN kantor pos tua di sudut Jalan Kyai Maja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kini lebih segar. Cat abu-abu kusam yang mengelupas berganti warna menjadi oranye. Di pintu masuk terpampang huruf kapital besar mencolok, "Pos Shop", mengundang perhatian.

Pos Shop adalah satu dari empat kantor milik PT Pos Indonesia yang berubah wujud dan fungsi. Direktur Utama PT Pos Indonesia I Ketut Mardjana mengatakan, selain menyediakan layanan surat-menyurat, Pos Shop menghadirkan toko retail Indomaret dan layanan e-commerce. Pada 2013, Pos berencana mengembangkan bisnis retail dengan membangun Pos Shop lebih banyak.

Bernaung di bawah bendera PT Postmart Indonesia, bisnis retail merupakan salah satu strategi untuk bertahan. Universal Postal Union menyebutkan terjadi penurunan volume pengiriman surat di seluruh dunia hingga 57 miliar sejak 2006 hingga 2010. Hasil survei International Postal Corporation menunjukkan pengiriman surat diperkirakan terus merosot dalam 15 tahun ke depan.

Sepinya bisnis surat membuat perusahaan warisan Belanda berusia dua setengah abad itu merugi. Pada 2007, PT Pos minus Rp 23 miliar. Setahun kemudian, angka kerugian membengkak jadi Rp 70 miliar.

Tak banyak yang percaya PT Pos bisa bangkit dari kebangkrutan, termasuk bekas Menteri Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil. PT Pos memiliki potensi bisnis yang besar. Sayang, kondisi internal perusahaan kala itu kacau. "Banyak sekali laporan keuangan yang tidak bisa dikonsolidasi," kata Sofyan. Ia memutuskan merombak direksi, di antaranya dengan menempatkan I Ketut Mardjana sebagai direktur utama sejak 2009. Mardjana, doktor akuntansi dari Monash University, Australia, sebelumnya menjabat Direktur Eksekutif Keuangan PT Citra Marga Nusaphala Persada. Sebagai wakilnya, Sofyan menunjuk Sukatmo Padmosukarso, bankir senior dan Wakil Presiden Direktur Bank Internasional Indonesia.

Kombinasi dua orang itu membuat PT Pos mampu membalikkan nasib. Sejak 2009, perseroan membukukan laba Rp 98 miliar. Setahun kemudian, keuntungan naik menjadi Rp 156 miliar. Tahun ini perseroan mentargetkan laba Rp 182 miliar. "Ini adalah contoh bagaimana sebuah perusahaan yang dipikir akan mati kemudian menjadi lebih baik," Sofyan menambahkan.

Begitu didapuk menjadi komandan di PT Pos, Mardjana dan tim langsung berbenah. Agar tak tenggelam, menurut Mardjana, harus ada terobosan. PT Pos tak bisa lagi hanya berfokus pada bisnis yang sudah dilakoni selama berpuluh tahun, yaitu pengiriman surat dan paket. "Kami bermetamorfosis dari postal company menjadi network company," katanya.

Mardjana dan tim direksi harus berakrobat agar perseroan bisa mencetak untung. Dalam dua tahun pertama, kebanggaan pegawai yang redup lantaran petinggi PT Pos dijerat kasus korupsi digelorakan kembali. Sebagian besar pimpinan tak berani mengambil terobosan bisnis karena takut melakukan kesalahan.

Sejumlah langkah revitalisasi disiapkan, termasuk memperbaiki infrastruktur. Dua skema perbaikan infrastruktur dijalankan, yaitu secara fisik dan virtual. Perbaikan fisik untuk mendongkrak citra perusahaan, di antaranya dengan merenovasi gedung-yang kurang terawat. Ini dilakukan untuk meningkatkan brand image perusahaan sekaligus mengirimkan sinyal kepada publik bahwa PT Pos kini lebih modern dan dinamis.

Keberadaan kantor pos makin mudah dikenali dari tampilan gedung yang dibuat atraktif. Pegawai kantor pos bersalin rupa dengan mengenakan seragam baru berwarna oranye. Kendaraan operasional yang sudah uzur juga diganti dengan yang baru.

Infrastruktur teknologi informasi pun diperbaiki. Komputer di sejumlah kantor pos diganti baru. Kapasitas bandwidth ditingkatkan agar laju internet kian cepat. Di kantor yang tidak tersedia jaringan telepon, disewa V-Sat. Semua kantor pos, yang berjumlah 3.814 di Indonesia, kini terhubung dengan jaringan online. "Dengan demikian, PT Pos tidak hanya tersambung secara fisik, tapi juga virtual," ujar Mardjana.

Perbaikan sistem teknologi memudahkan pelanggan mengecek pengiriman. Perusahaan juga menjadi berdaya saing di antara perusahaan lokal dan multinasional. Beberapa produk baru pengiriman surat dan paket diluncurkan, antara lain Pos Express, Parcel, Admail dan Express Mail Service.

Saat pengiriman surat personal menurun tajam, PT Pos melirik pasar korporat, yang memiliki pangsa cukup besar. Strategi ini terbukti mendongkrak pertumbuhan jasa surat dan paket PT Pos sekitar 16 persen pada 2011.

Mardjana membenahi pelayanan di bidang logistik dengan mendirikan anak usaha PT Pos Logistik Indonesia pada Desember 2011. Ruang lingkup bisnisnya meliputi warehousing, freight forwarding, regulated agent, dan distribusi.

Di bidang jasa keuangan, PT Pos meningkatkan pelayanan pengiriman uang. Sebenarnya, jauh sebelum merebaknya jaringan anjungan tunai mandiri (ATM), Pos sudah bermain di bisnis pengiriman uang melalui Weselpos. Layanan ini amat populer pada 1970-1990-an, dan dinilai lebih sederhana dibanding perbankan. Pengirim dan penerima Weselpos sama-sama tak perlu memiliki rekening di bank.

Melalui anak perusahaannya, PT Pos Jasa Keuangan Indonesia, perseoran menyediakan jasa remittance, postpay, bank channeling, dan insurance. Untuk melayani pengiriman uang antarnegara, PT Pos bekerja sama dengan Western Union, yang menawarkan layanan online dan transfer dana dengan waktu pengiriman hanya dalam hitungan detik. Kerja sama ini telah terjalin selama 10 tahun dengan total transaksi mencapai Rp 30 triliun.

Kantor pos juga menerima pembayaran berbagai jenis tagihan melalui produk Pospay. Sebanyak 70 biller sudah bekerja sama mulai tagihan listrik, telepon, air bersih, pajak, zakat, hingga sedekah. Cicilan kartu kredit, kredit kendaraan bermotor dan rumah, asuransi, serta pinjaman pribadi juga bisa disetorkan melalui kantor pos.

Langkah Pos mengembangkan layanan jasa keuangan terbukti mendongkrak pendapatan perusahaan. Pada 2009, sektor keuangan menyumbang 31 persen dari total pendapatan. Dua tahun kemudian, angkanya melonjak menjadi 40 persen dari total pendapatan atau sebesar Rp 1 triliun.

Agar pundi-pundi perusahaan kian gendut, mulai 2013 perseroan melirik bisnis properti melalui PT Pos Properti Indonesia. Dua hotel akan dibangun di atas tanah milik PT Pos di Bandung, Jawa Barat. Seratus aset properti telah ditawarkan kepada calon mitra bisnis. Pos memiliki warisan properti peninggalan Belanda yang tersebar di 3.082 lokasi. Sedangkan bangunannya mencapai 3.296 unit di seluruh Indonesia. Lokasinya sebagian besar berada di tempat strategis, yaitu di pusat bisnis kota-kota besar di Indonesia.

Selama ini, menurut Mardjana, aset tersebut menjadi beban perusahaan karena tidak dimanfaatkan. Misalnya kantor pos di Jalan Banda, Bandung, Jawa Barat. Gedung dan lahan seluas 2 hektare ini semula membebani perusahaan karena harus membayar biaya operasional, seperti telepon, listrik, air, serta pajak bumi dan bangunan. Namun, sejak disewakan menjadi gedung perkantoran dan pertokoan pada 2004, Pos tak lagi kesulitan membayar biaya perawatan. Sebaliknya, hasil sewa gedung menambah kas perusahaan.

Di bidang teknologi informasi, PT Pos memisahkan divisinya menjadi anak usaha di bawah bendera PT Bhakti Wasantara Net. Perusahaan ini berfokus mengembangkan jaringan dan bisnis Internet. Melalui Internet, PT Pos bertujuan meningkatkan pangsa pasar di sektor retail dengan membuat plazapos.com. Ini adalah portal belanja online.

Seluruh transformasi bisnis yang dilakukan Pos membutuhkan dana tak sedikit. Itu sebabnya, Pos berencana melepas 30 persen sahamnya di pasar modal dengan target memperoleh Rp 1,5 triliun pada semester kedua 2013. "Dana akan digunakan untuk menopang pertumbuhan bisnis agar mampu melakukan quantum leap dan menjaga going concern perusahaan," ujarnya.

Direktur Independen Research and Advisory Indonesia Lin Che Wei mengatakan banyak gedung milik PT Pos yang bernilai strategis. Namun ia mengingatkan PT Pos agar tidak berubah haluan dengan menjadikan properti sebagai bisnis inti perusahaan. "Layanan logistik dan keuangan yang menjadi fokus bisnis perusahaan jangan sampai ditinggalkan," katanya.

Diperkirakan, sumbangan bisnis surat dan paket bakal menurun hingga 41 persen pada 2016. Begitu pula bisnis jasa finansial, akan merosot menjadi 23 persen saat itu. Bisnis baru, antara lain properti dan retail, diharapkan bisa menggantikan pendapatan yang menurun. Bisnis retail, misalnya, ditargetkan menyumbang pendapatan 5 persen dan logistik 18 persen pada 2016.

Tapi ekspansi ke berbagai lini mendatangkan masalah baru. Pos mengalami problem sumber daya manusia karena sebagian besar pegawai berumur 46 tahun ke atas dengan tingkat pendidikan rata-rata sekolah menengah atas. Pos terancam kekurangan tenaga produktif nantinya. "Pegawai PT Pos yang dulu hanya mengirimkan paket. Sekarang memerlukan keahlian karena bisnisnya bergeser," kata Sofyan Djalil.

Mardjana sudah mengantisipasi. Perseroan menyiapkan beragam pelatihan untuk 28 ribu karyawan. Kepala cabang dibekali ilmu pengembangan bisnis. Pegawai tua akan dikurangi dengan menawarkan program pensiun dini.

Transformasi bisnis diharapkan mendongkrak kinerja. Mardjana bermimpi Pos kelak bisa bersaing dengan perusahaan logistik internasional, seperti DHL dan UPS.


I Ketut Mardjana, Bali, 18 Maret 1951, Pendidikan: Monash University, Melbourne, Australia. Mendapatkan gelar doktor pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis (1988-1993). Akuntan dari Institut Ilmu Keuangan Jakarta (1971-1979). Pengalaman kerja: Direktur Utama PT Pos Indonesia (11 Agustus 2009-sekarang), Wakil Direktur Utama PT Pos Indonesia (25 Juli 2008-Agustus 2009), Direktur Pengembangan Usaha & Umum PT CMNP Tbk (2007-2008), Direktur Industri Manufaktur Kementerian BUMN (1999-Mei 2000), Direktur Informasi dan Pengembangan Peraturan BUMN Kementerian Keuangan (1998).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus