Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Seorang pegawai Kementerian Keuangan ditetapkan menjadi tersangka kasus mafia tanah di Bogor.
Polisi menduga komplotan mafia tanah itu sudah berulang kali menjual aset negara.
Anak usaha PT Sentul City turut menjadi korban mafia tanah.
BOGOR – Polisi membongkar sindikat mafia tanah yang diduga melibatkan pegawai Kementerian Keuangan. Enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan barang bukti yang disita tidak kurang dari 60 dokumen pertanahan. Dari barang bukti tersebut, sindikat ini diduga memang khusus mengincar tanah negara yang berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan.
Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor, Ajun Komisaris Siswo D.C. Tarigan, dari enam tersangka itu, polisi telah menangkap Ade Sukmana, bekas pegawai Kementerian Keuangan. Ade diduga menjadi otak komplotan tersebut. Selain itu, polisi membekuk seorang pegawai aktif Kementerian Keuangan bernama Ilyas yang bertugas di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Siswo menjelaskan, negara memiliki lahan sitaan dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang tersebar di sejumlah lokasi di kawasan Bogor. Aset-aset itu diawasi DJKN. Pada November 2021, DJKN melaporkan Ade Sukmana ke Polres Bogor. Bekas karyawan Kementerian Keuangan itu berupaya membuka blokir lahan negara seluas 2.000 meter di Babakan Madang, Kabupaten Bogor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), kata Siswo, Ade mengaku sebagai pegawai DJKN dan mendapat perintah membuka pemblokiran lahan. Untuk memuluskan kejahatannya, Ade membekali diri dengan surat dari DJKN bernomor S-271/KN.5/2021 tanggal 27 September 2021 perihal permohonan penerbitan surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT) dan buka blokir. “Ternyata surat itu palsu,” kata Siswo, akhir pekan lalu.
Polisi tidak kesulitan meringkus Ade. Dari penggeledahan di rumah Ade, polisi menemukan barang bukti berupa dokumen-dokumen pertanahan. “Jumlahnya sekitar 60 dokumen,” kata Siswo. Sebagian besar dokumen itu mengacu pada aset-aset negara yang diawasi DJKN. Polisi juga menyita kop surat DJKN yang dipastikan palsu.
Berdasarkan keterangan Ade, polisi kemudian menangkap anggota komplotan lainnya. Mereka adalah Sri Minggu Hartono, Dani H., Randy, Agus Prih Untoro, dan Ismail Akbar alias Ilyas. Siswo menyebutkan Ismail Akbar adalah pegawai Kementerian Keuangan yang masih aktif dan bertugas di KPKNL.
Dalam komplotan itu, Ismail berperan memalsukan surat dan dokumen yang diterbitkan DJKN. “Misalnya, memalsukan surat keterangan lunas dari DJKN atas obyek lahan,” kata Siswo. Sedangkan empat tersangka lainnya bertugas sebagai makelar. Mereka menawarkan lahan kepada perorangan ataupun pengembang. "Kami masih memburu dua tersangka lagi, yaitu K alias Y dan B alias R.”
Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin (kanan) dan perwakilan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kementerian Keuangan RI saat jumpa pers pengungkapan kasus Mafia Tanah yang melibatkan oknum Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dan DJKN di Mapolres Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 13 Januari 2022. Dok. Kasat Reskrim
Polisi menduga komplotan itu sudah beroperasi sejak 2014. Mereka bergerak secara terstruktur sehingga tidak menimbulkan kecurigaan. Bahkan mereka sudah berulang kali menjual tanah secara ilegal. Dari bukti-bukti yang disita, komplotan ini, antara lain, pernah melakukan transaksi untuk obyek lahan di Cijayanti, Jonggol, Jasinga, Klapanunggal, dan Citeureup. Ada juga sejumlah lahan yang berada di wilayah Kota Bogor. “Kami akan terus mengembangkan kasus ini hingga terbongkar semua," kata Siswo.
Untuk itu, Siswo meminta kepada masyarakat yang menjadi korban untuk melapor. Sebab, polisi membutuhkan keterangan para korban agar bisa mengungkap praktik lancung sindikat mafia tanah tersebut.
Zulkarnaen, perwakilan Kementerian Keuangan, mengatakan akan meningkatkan pengawasan terhadap aset-aset negara yang berada di sejumlah daerah, termasuk di Bogor. Dia mengakui bahwa selama ini pengawasan agak kurang karena aset-aset itu menyebar hingga pelosok. “Lahan negara dari sitaan BLBI ini sangat banyak dan luas di Kabupaten Bogor,” kata dia di Polres Bogor.
Salah satu korban komplotan Ade Sukmana adalah PT Makna Prakasa Utama (MPU). Perusahaan ini merupakan anak usaha PT Sentul City Tbk. Kepala Departemen Legal Sentul City, Faisal Farhan, mengatakan sama sekali tidak menduga bisa menjadi korban mafia tanah. “Kami selama ini sangat berhati-hati ketika membeli tanah,” katanya. “Kami selalu memverifikasi semua dokumen dan mencocokkan dengan data tanah di BPN.”
Menurut Faisal, begitu juga saat mereka akan membeli lahan seluas 2.000 meter di Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Anehnya, kata dia, BPN justru menyatakan bahwa lahan tersebut tidak bermasalah. “Kalau ini lahan negara, seharusnya BPN lebih tahu,” ujar Faisal. “Karena itu, saya menduga ada oknum BPN juga yang terlibat dan kami berharap polisi bisa mengungkapnya.”
Tempo telah meminta tanggapan dari Kepala Kantor BPN Kabupaten Bogor, Sepyo Achanto, tentang dugaan keterlibatan pegawai BPN dalam sindikat mafia tanah. Namun pertanyaan Tempo hanya dibalas dengan tulisan, "Heee”.
M.A. MURTADHO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo