Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Yayasan Sioux Ular Indonesia Aji Rachmat menilai ada tiga kesalahan fatal dalam kasus tewasnya Satpam perumahan Paramout Serpong setelah digigit seekor ular berbisa. "Kesalahannya beruntun," ujar Aji saat dihubungi Tempo, Minggu 25 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut kesalahan fatal dalam kasus tewasnya Satpam perumahan Paramount Serpong setelah digigit ular berbisa jenis Weling.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
--Salah dalam Proses Penangkapan.
Aji menjelaskan, dari sisi identifikasi karena ketidaktahuan, Iskandar korban gigit ular itu tidak bisa membedakan jenis ular berbisa dan tidak berbisa sehingga saat menangkap ular itu hanya menggunakan peralatan seadanya.
Kesalahan berikutnya, kata Aji, Satpam perumahan itu memegang kepala ular jenis Weling yang sangat berbisa itu merupakan kesalahan yang fatal juga. "Pegang kepala ular Weling pasti digigit, kena bisa karena gigi taring ular ini didepan."
Aji mengatakan ular Weling memiliki tekstur kulit licin, tidak berlendir tapi sisiknya licin sehingga tidak pernah disarankan memegang bagian kepalanya. " Kalau pegang tidak disarankan dibagian kepala.
Menangkap ular Weling harus memakai alat baik dijepit atau dikait. Jangan pernah pegang kepala Weling karena pasti meleset, ular ini pintar meloloskan diri, memang insting alamnya diberi karunia seperti itu."
--Menyedot Bisa Ular dengan Mulut.
Kesalahan fatal berikutnya, kata Aji, adalah penanganan setelah dipatok ular yang bisanya diatas level ular Kobra itu. Setelah digigit Iskandar menyedot menggunakan mulut.
"Saat digigit yang tidak perlu dilakukan adalah menyedot menggunakan mulut, ini justru mempercepat fase lokal ke fase seistemik, dan mempercepat proses penyeberan racun ke saraf," kata Aji.
--Salah Penanganan Setelah Digigit Ular.
Saat digigit ular, menurut Aji, semestinya korban tetap berada di lokasi sampai ambulance menjemput.
Sambil menunggu ambulance, korban seharusnya tidak banyak bergerak dan dilakukan pertolongan pertama dengan melakukan imobilisasi racun ular dengan cara pembidaian dengan kayu (seperti penangangan patah tulang) untuk mencegah racun ular menyebar.
Namun yang terjadi pada Iskandar justru dibawa ke RS Bethsaida Gading Serpong lalu dipindahkan ke RS lain karena tidak ada serum anti ular.
Semestinya, kata Aji, ketika sudah di rumah sakit, korban mendapatkan live support seperti infus, suplemen dan tidak banyak bergerak.
Berdasarkan salinan berita acara pelaporan warga cluster Michella Gading Serpong yang berada dalam kawasan Paramount Serpong yang diperoleh Tempo, peristiwa tragis ini terjadi Selasa 20 Agustus 2019.
Saat itu, petugas keamanan perumahan itu, Iskandar, berusaha menangkap ular jenis Weling dengan peralatan seadanya ketika warga cluster itu memanggil dan meminta tolong agar menangani ular yang berkeliaran di area taman perumahan tersebut.
Iskandar dan rekannya Jaelani yang saat itu sedang berjaga mendatangi lokasi ditemukannya ular saat laporan warga mereka terima sekitar pukul 18.30. Sampai dilokasi, Iskandar nekat menangkap ular itu dengan peralatan seadanya gagang sapu lidi.
Saat itu, Iskandar mampu melumpuhkan ular berbisa itu dengan cara menjepit kepala ular dengan tongkat gagang sapu lidi. Namun, saat ia akan menangkap dengan memegang bagian kepala. Ular itu langsung mengigit jari telunjuk kirinya.
Setelah digigit ular Iskandar hanya mengisap darah pada jarinya yang digigit ular. Dia juga sempat memainkan ular yang berhasil ditangkapnya itu.
Satu jam kemudian Iskandar dilarikan ke Rumah Sakit Bethasaida, namun rumah sakit itu tidak punya serum anti bisa ular. Korban gigitan ular berbisa itu akhirnya dilarikan ke RS Umum Daerah Kabupaten Tangerang, dan meninggal pada Rabu pagi, 21 Agustus 2019, sekitar pukul 04.30 WIB.