Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Banyak orang tua tak sadar anaknya terserang virus HIV/AIDS. Ada yang baru mengetahui setelah anak berusia tiga bulan atau satu tahun, mengalami berbagai penyakit seperti diare atau batuk berkepanjangan, lalu dilakukan penelurusan riwayat kesehatan orang tuanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dokter punya kecurigaan kondisinya seperti ini, akhirnya mulai menelurusi apakah bapaknya punya riwayat menggunakan narkoba suntik atau pernah melakukan seks berisiko, baik bapak maupun ibu,” ujar Manajer Advokasi Lentera Anak Pelangi, Natasya Sitorus, kepada Tempo, Senin, 4 Desember 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penularan HIV pada anak bisa terjadi dalam tiga masa, yaitu saat anak masih berada di dalam kandungan, saat proses melahirkan secara normal, atau pada saat proses menyusui. Penularan HIV pada anak sejak masih dalam kandungan memiliki kemungkinan sebesar 5-10 persen, proses kelahiran 15 persen, dan menyusui 5-15 persen.
Ibu yang tidak mengetahui dirinya terinfeksi HIV dan tidak ada upaya pencegahan sama sekali kemungkinan risiko penularan pada anak sekitar 30-40 persen. Sedangkan ibu yang sudah terinfeksi HIV/AIDS dan melakukan program hamil masih bisa melakukan pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu kepada anak.
“Bisa dicegah, hanya tidak ada yang bisa memastikan kapan virus terdeteksi, jadi kalau misalnya sedini mungkin ibu hamil diketahui status HIV-nya maka dia akan mulai terapi mengurangi risiko penularan kepada anak,” ujar Natasya.
Sebelum merencakan hamil, ibu yang terinfeksi HIV akan melakukan pemeriksaan kekebalan tubuhnya terlebih dulu. Setelah hamil pun akan melakukan pemeriksaan lagi untuk mengetahui kekebalan tubuh dan beban virus di dalam tubuh untuk menentukan dapat melahirkan secara normal dan memberikan ASI atau tidak.
“Cuma memang dalam prakteknya dokter maupun ibu takut mengamblil risiko melahirkan normal dan memberikan ASI,” ujar Natasya.