Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ada Tommy di Tenabang

PARA pelanggan yang sudah hendak berbelok mencari tempat parkir terpaksa mengurungkan niat. Rencana bersantap aneka masakan padang di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, pada Kamis malam itu terpaksa batal. Restoran ditutup sementara, atas permintaan Forum Bersama Pedagang dan Masyarakat Tanah Abang.

18 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Foto Headline Edisi 0821

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seratusan orang hadir, dari lima puluhan undangan yang disebar, memenuhi separuh ruangan. "Kebetulan pemilik restoran masih kerabat para pedagang," kata Ciu Syafei, juru bicara Forum.

Memang bukan hanya para pedagang dan warga sekitar Pasar Tanah Abang—masyarakat sekitar lebih sering menyebutnya "Tenabang"—yang tergabung dalam Forum. Mereka bahkan berencana menggandeng beberapa tokoh, termasuk mantan Gubernur Jakarta Ali Sadikin. Inilah forum yang sejak awal deklarasinya, pada pertengahan bulan lalu, mengklaim mendapat dukungan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.

Ketika itu, Ciu bercerita, satu tim dari perwakilan pedagang dan warga berkunjung ke Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah, menemui Tommy, yang tengah menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Batu. Di sana mereka meminta putra bungsu Soeharto itu menjadi investor dalam proyek renovasi Blok B, C, D, dan E di Tanah Abang. "Tommy bersedia," kata Ciu.

Tak banyak yang mempercayai omongan Ciu, yang oleh beberapa pedagang dikatakan orang tak dikenal di lingkungan Tanah Abang. "Kami tidak kenal kelompok itu," kata Sofyan Masyhud, ketua tim perwakilan pedagang Pasar Tanah Abang. "Semua pedagang juga tidak kenal Ciu Syafei, yang mengaku juru bicara Forum."

Ia menambahkan, terlalu banyak pihak yang ingin bermain di Tenabang dengan mengatasnamakan pedagang. "Mereka ingin memecah belah pedagang," ujarnya. "Mungkin juga nama Tommy hanya dicatut."

Dua pekan setelah deklarasi, Forum kembali berkumpul. Kali ini pertemuan berlangsung di rumah Azwar Anas, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Kabinet Pembangunan VI, semasa pemerintahan Soeharto. Di rumah yang berlokasi di kawasan elite Pondok Indah, Jakarta Selatan, itu perwakilan bernama Refrion angkat bicara.

Ia menyampaikan keresahan para pedagang yang dipicu rencana Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya merenovasi sekaligus Blok B sampai E Pasar Tenabang. Rencana itu terbetik pada April tahun lalu, ketika para pedagang dikumpulkan dalam sebuah acara "sosialisasi". "Rencana ini membuat resah dan memecah belah para pedagang," katanya.

Kerisauan muncul karena umumnya pedagang kecewa terhadap apa yang mereka lihat dalam proyek renovasi Blok A, yang terbakar pada Februari 2003. Para pedagang lama, yang menempati lantai satu hingga tiga, nyatanya kemudian mendapat lahan di lantai lima sampai enam. Harga kios pun melambung hingga ratusan juta rupiah.

Pasar yang sebelumnya empat lantai itu menjulang jadi 16 lantai. Lokasi yang disebut lantai satu itu nyatanya tingkat kelima bangunan, karena tingkat pertama dan kedua, yang berada di bawah permukaan tanah, disebut basement. Lantai-lantai berikutnya disebut ground, lower ground, dan upper ground. "Ini kan akal-akalan," kata Soleh, pedagang lama Blok A yang merasa terkecoh.

Di antara pedagang bahkan berkembang guyonan tentang Blok A, yang kini terlihat paling megah di kawasan itu dengan 8.000-an kiosnya. "Lantai basement II yang masih merembes air lebih cocok untuk kolam lele," kata Afrial Rifai, Wakil Ketua Koperasi Pasar Tanah Abang, sambil tertawa getir. "Sedangkan lantai enam ke atas paling cocok untuk memelihara burung walet."

Setelah puas berkeluh kesah, Forum resmi meminang Azwar duduk sebagai ketua dewan pembina. Posisi ketua umum dipegang Solahudin, yang diperkenalkan sebagai cucu Haji Sabeni, tokoh Tenabang yang namanya diabadikan menjadi salah satu nama jalan di sana. Azwar menerima, dengan mengajukan beberapa syarat.

Pertama, ia meminta Forum tidak hanya beranggotakan pedagang, tapi juga warga di sekitar Tenabang. "Ajak juga itu preman-preman, kita bicara dengan mereka," katanya. Forum juga harus segera merancang desain konstruksi renovasi, hingga kalkulasi dana yang dibutuhkan.

Ia minta itu dilakukan secepatnya, agar bisa langsung mengajukan proposal tender jika penawaran sudah dibuka PD Pasar Jaya. Yang terakhir, ia meminta pedagang yang sudah mapan membuka kesempatan bagi pedagang baru yang modalnya kurang agar bisa ikut menuai rezeki di Tenabang.

Menurut Ciu, Azwar dipilih karena kebetulan ia orang Minang, yang cukup dihormati oleh para pedagang Tanah Abang, yang kebanyakan juga berasal dari Tanah Minang. Apalagi, ketika nama itu diajukan, Tommy menyetujuinya. "Dia orang baik," kata Ciu, menirukan komentar Tommy atas Azwar.

Rupanya Ciu tidak membual. Beberapa hari setelah pertemuan di rumah Azwar, satu tim kembali dikirim ke Nusakambangan. Semua perkembangan dilaporkan tim yang terdiri dari Ciu sendiri, Roy I. Farabi, dan Imbang Djaja dari Lembaga Ekonomi Islam, yang juga menempatkan Azwar sebagai pembina utama. "Mereka orang yang bisa dipercaya," kata Tommy kepada Tempo.

Sama seperti Azwar, bos Grup Humpuss itu meminta forum menyatukan semua pedagang di blok-blok yang akan dibangun (lihat Tommy Soeharto: Semua Masih Saya Arahkan). "Modal tidak ada masalah," katanya. "Saya juga akan membantu mencarikan bank yang bisa menjamin kredit pemilikan bagi para pedagang."

Ia juga meminta Forum membuat semacam riset awal bagi perencanaan desain konstruksi, dengan mencari masukan dari para pedagang. "Tanya ke mereka, apa yang kurang dari Blok A yang lebih dulu dibangun itu," katanya. "Dari situ nanti kita sempurnakan, sesuai dengan kebutuhan dan biayanya."

Namun, di lorong-lorong Blok B-E di Tenabang, suara-suara penolakan atas rencana renovasi itu masih sangat kuat. Mereka yang kukuh dengan posisi itu tergabung dalam tim di bawah Sofyan Masyhud. Bermarkas di satu kios di Blok D, semua upaya mencegah pembongkaran masih terus mereka susun.

Seperti tak mau kalah dengan aksi kelompok yang mulai setuju renovasi total, dua pekan lalu mereka juga menggelar pertemuan di sebuah restoran di Jalan Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat. Dihadiri tiga puluhan wakil pedagang dari semua blok dan lantai, pertemuan itu berisi penjelasan dari pengacara Juniver Girsang.

Kuasa hukum para pedagang yang sedang beperkara di pengadilan ini menegaskan, secara legal tak ada yang perlu dikhawatirkan oleh mereka menyangkut Blok B-E. "Tidak ada yang boleh menyentuh, apalagi membongkar, karena statusnya disita pengadilan," kata Juniver, disambut tepuk tangan riuh para pedagang.

Juniver merujuk keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat, yang memenangkan gugatan pedagang Tanah Abang terhadap pengembang PT Sari Kebon Jeruk Permai dan Pemerintah DKI Jakarta serta PD Pasar Jaya. Status sita itu, katanya, tetap melekat sampai seluruh proses banding di pengadilan selesai hingga Mahkamah Agung.

Penjelasan itu diperlukan, kata Sofyan, karena saat ini para pedagang sangat khawatir dengan kemungkinan pembongkaran paksa oleh PD Pasar Jaya. Kenyataan yang terjadi dengan Blok A yang habis terbakar dua tahun lalu, tak lama setelah para pedagang diberi tahu adanya rencana renovasi, membuat ketakutan makin memuncak.

Apalagi berkembang isu, pembongkaran akan dilakukan diam-diam, ketika pasar sepi ditinggal mudik para pedagang pada Lebaran nanti. "Kami tak bisa tenang berusaha," kata Rizal Karani, pedagang di Blok C. "Pemasok juga takut menumpuk barang banyak-banyak."

Para pedagang menolak alasan rapuhnya konstruksi pasar yang mulai dibangun pada 1971 itu, seperti dikatakan Pemerintah Daerah dan PD Pasar Jaya, berdasarkan riset Institut Teknologi Bandung (ITB). Dari kajian tim laboratorium Departemen Teknik Sipil, yang dimulai Mei tahun lalu, diperkirakan umur bangunan Blok B-E tinggal dua tahun lagi.

Buruknya instalasi listrik juga menambah besar kemungkinan kebakaran. Padahal sarana pemadaman kebakaran tak ada yang berfungsi. Kalau kajian itu benar, kata Sofyan Masyhud, mereka akan balik bertanya, mengapa dua tahun lalu PD Pasar Jaya mengizinkan kontraktor PT Andilo Toba Tama menambah sekitar 600 kios baru di atas Blok B dan D.

Mereka lalu menunjukkan bekas-bekas penyuntikan beton baru di tiang-tiang utama dan beberapa titik di lantai untuk memperkuat konstruksi. Tapi, menurut juru bicara PD Pasar Jaya, Nurman Adhi, justru pihak Andilo Toba Tama yang pertama kali mengatakan perlunya renovasi. "Mereka takut bisa roboh tiba-tiba," katanya. "Penyuntikan beton itu tak menolong."

Perihal instalasi yang tak memadai, para pedagang justru menuding balik PD Pasar Jaya sebagai pihak yang tak bertanggung jawab. "Kami membayar tiap bulan Rp 200 ribu-300 ribu per kios untuk perawatan," kata Uni Cili, seorang pedagang. "Kami juga minta ada kajian pembanding dari Universitas Indonesia, tapi sampai sekarang PD Pasar Jaya tak melakukannya."

Tak semua orang berpendirian sekukuh Sofyan dan kawan-kawan, memang. "Saya pikir lebih baik kita cari jalan tengah," kata Refrion, yang kini duduk sebagai sekretaris di Forum Bersama. Ia memilih mendukung siapa pun investor yang bisa memberikan keuntungan paling banyak bagi pedagang. "Kebetulan yang mau begitu Tommy Soeharto," katanya.

Kepastian kesediaan Tommy rupanya berpengaruh cukup besar, seperti kemudian terlihat dari banyaknya pedagang yang turut hadir dalam pertemuan di restoran pada Kamis malam pekan lalu itu. Termasuk beberapa yang sebelumnya menolak pembongkaran.

Salah satu anggota tim kuasa hukum para pedagang, yakni Syamsu Djalal, malah turut bergabung dalam Forum Bersama. Pensiunan mayor jenderal itu duduk sebagai wakil Azwar dalam jajaran dewan pembina.

Datang 90 menit terlambat dari jadwal undangan, Syamsu yang malam itu berkaus Polo didaulat memberikan wejangan. Selama 20 menit berbicara, ia juga meminta semua pedagang bersatu. "Jangan membedakan Anda dari mana," katanya. "Pokoknya kita bersatu, pedagang Tanah Abang!" Hadirin bertepuk ramai.

Menurut seorang fasilitator pertemuan, H. Herman, Syamsu cukup dekat dengan pedagang Tanah Abang. "Beberapa tahun lalu, saat dia berpangkat letnan kolonel, kios-kios milik pedagang dari Minang pernah dirusak," Herman bercerita. "Pak Syamsu membantu kami. Akhirnya persoalan beres." Syamsu juga memiliki kios-kios atas nama kerabatnya.

Mereka yang hadir umumnya mulai melunak karena Forum menjanjikan harga yang jauh lebih rendah dibanding yang kini ditawarkan untuk kios di Blok A. Harga yang dipatok Forum Bersama Rp 40 juta hingga Rp 70 juta per meter itu jauh lebih murah dari yang pernah disampaikan Direktur Operasional PD Pasar Jaya, Joko Setiyanto, dalam sebuah acara sosialisasi pembongkaran, April lalu.

Ketika itu, berdasarkan rancangan yang dibuat pengembang PT Sari Kebon Jeruk Permai untuk Blok B-E, Joko menyebut harga kios termurah di lantai basement Rp 62 juta-124 juta per meter. Di lantai yang lebih strategis, yakni lantai dasar dan lantai satu, bahkan Rp 152 juta-Rp 353 juta per meter. "Tapi, yang terpenting, kami menjamin semua pedagang lama akan memperoleh lokasi sama di tempat baru nanti, tanpa akal-akalan," kata Ciu Syafei.

Dukungan yang mulai mengalir itu tentu akan menjadi hiburan tambahan bagi Tommy, yang sejak awal pekan lalu menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta. Rencananya, Azwar sendiri yang akan datang melapor, sekalian menjenguk ke rumah sakit. Tapi itu saja jelas tak serta-merta melapangkan jalan Tommy ke Tenabang.

"Kami baru mendengar minat Pak Tommy dari surat kabar, sejauh ini belum ada pembicaraan apa pun," kata Joko Setiyanto. PD Pasar Jaya, sebagai pemegang hak pengelolaan, sejak awal juga telah menutup kemungkinan kerja sama dengan orang yang memiliki catatan pidana seperti Tommy.

Nasib mentok dialami juga oleh PT Sari Kebon Jeruk Permai. Nota kesepahaman mereka dengan PD Pasar Jaya otomatis dianggap batal karena pemilik perusahaan itu, Eddy Yuwono, ditahan aparat Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta di Rumah Tahanan Salemba sejak 4 Mei lalu. Ia dituduh terkait dugaan penggelapan dan penipuan miliaran rupiah dana milik Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial, pengelola undian SDSB.

"Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor 39/2002, kerja sama dengan pihak ketiga mensyaratkan yang bersangkutan tidak sedang menjalani proses hukuman pidana atau tidak pernah dihukum karena tindak pidana," kata Direktur Utama PD Pasar Jaya, Prabowo Soenirman. "Soal legal, nanti kami urus," Ciu menimpali, dengan nada optimistis. "Dukungan pedagang masih yang utama saat ini."

Y. Tomi Aryanto, Raden Rachmadi, Achmad Fikri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus