Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Anak berniat tunggal

Aliman, warga desa mranggen, klaten, membakar rumahnya karena dituding pemalas oleh orang tuanya. istrinya dituduh mencuri durian untuk dijual. ber- sama tetangganya membangun rumah baru.

26 Oktober 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG betah di rumah bisa salah tingkah. Ini kisah Aliman, 42 tahun, warga Dukuh Manggis, Desa Mranggen di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang dijuluki seniman oleh tetangganya. Kerjanya sehari-hari melukis, dan itu dilakukannya di rumah. Sampai pada suatu pagi, pertengahan September lalu, seniman kita ini punya kesibukan yang menarik perhatian jiran. Ia menyirami dinding rumahnya dengan minyak tanah. Tampaknya, ia mau melukis dinding. Tapi, sebelum ada yang bertanya, Aliman sesumbar, "Rumah ini akan saya bakar." "Wah, jangan, Man. Coba dipikir dulu," ujar Dariman, sesepuh dukuh itu. Tapi Aliman tenang saja dengan niat tunggal. Rumah bertiang kayu dengan dinding anyaman bambu itu disulutnya. Lidah api menjilat ke sana kemari. "Masya Allah," seru sesepuh desa. Penduduk yang mengira Aliman sekadar gertak sambal, berhamburan untuk mematikan api. "Jangan, jangan. Ayo, minggir," bentak Aliman. Meski bingung, mereka menurut. Api menggila. Aliman memandangnya kalem, sampai rumahnya menjadi abu. Seisi kampung tentu riuh. Pria gempal dan berkulit cokelat ini seratus persen waras. Tapi, seperti dituturkan Dariman, Aliman jengkel karena saudaranya dan orangtuanya menudingnya sebagai suami yang tidak maju dan pemalas, hingga tak mampu memperbaiki rumah pemberian orangtuanya itu. Selain itu, istrinya yang sehari-hari berjualan di Pasar Jatinom sering dimarahi dan direndahkan. Misalnya, Nyonya Aliman itu dituduh mencuri durian untuk didagangkan. Mereka menjadi kompak dalam suntuknya, sampai Aliman membakar sendiri rumah itu. Begitu rumahnya menjadi puing, malamnya ia dan istri tidur di rumah tetangga. Beberapa hari kemudian, puing dibersihkan. Aliman membangun rumah baru di sana. Kali ini, ia menerima campur tangan tetangganya. Mereka gotong-royong. Berapa kerugianmu, Aliman? "Kecil. Sebab, barang berharga saya selamatkan lebih dulu," ceritanya kepada Kastoyo Ramelan dari TEMPO. Yang dimaksud barang berharga adalah daun jendela dan pintu, pakaian, uang, serta beberapa lukisan. Cerdik juga. Kini ia mengaku tak jengkel lagi. Juga orangtuanya sudah tak marah. "Saya bisa menikmati rumah karyaku sendiri. Istri bisa kerja tenang tanpa diusik nasihat yang bikin jengkel," kata Aliman. Ed Zoelverdi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus