Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Anak Saya Pemalu

Mien Uno, yang memiliki ilmu tentang pendidikan karakter, mengajari Sandiaga Uno berbicara untuk memikat pendengarnya.

12 Oktober 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Rachmini Rachman -TEMPO/Seto Wardhana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GAYA kampanye calon wakil presiden Sandiaga Salahuddin Uno juga dipengaruhi ibunya, Rachmini Rachman atau Mien Uno. Mien, yang memiliki ilmu tentang pendidikan karakter, mengajari Sandiaga berbicara untuk memikat pendengarnya. “Saya merekam dia ketika berpidato,” kata Rachmini kepada Devy Ernis dan Raymundus Rikang dari Tempo di kantornya, Mien R. Uno Foundation, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu.

Kenapa Anda melatih Sandiaga public speaking?

Dia sebetulnya anaknya pemalu. Berbicara di depan umum saja enggak berani. Lebih baik memilih nyanyi. He-he-he.... Anak ini dari kecil punya jiwa kepemimpinan yang kuat. Jadi terus saya tingkatkan supaya dia lebih bisa meyakinkan orang lain.

Apa saja kelemahan Sandiaga?

Dia kalau ngomong suka menunduk dan jalan bungkuk. Tapi sudah diperbaiki. Saya kasih tahu supaya kalau ngomong menghadap depan dan jalan harus tegap.

Bagaimana cara Anda mengajari Sandi?

Biasanya saya rekam video-video dia saat berbicara atau berpidato di publik. Setelah itu, saya evaluasi gaya bicaranya sambil menunjukkan videonya. Dari situ, dia belajar agar bisa berbicara dengan jelas dan membuat orang yakin.

Apa lagi yang Anda ajarkan kepada Sandi?

Salah satunya kesopanan. Sandi ini orangnya sangat nguwongke. Pedagang aja dicium tangannya. Padahal enggak usah sampai berlebihan cium tangan segala.

Sandi masih belajar dengan Ibu?

Iya, masih, seperti memilih kata-kata yang bagus. Dia setidaknya sekali dalam seminggu pasti ke rumah.

Seberapa dekat hubungan Anda dengan Sandi?

Dekat sekali. Saya banyak mengajari dia hal yang berkaitan dengan “kamu mesti gini, kamu mesti gitu”.

Anda pernah membayangkan Sandi menjadi calon wakil presiden?

Itu pertanyaan yang sangat berkecamuk di kepala saya. Awalnya saya menolak dia terjun ke politik. Saya takut dia dibohongi teman politiknya karena A bisa jadi C, abu-abu. Padahal saya kalau ngajarin selalu A ya A, B ya B. Tapi sekarang saya support dia seratus persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus