Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Apakah Indonesia Sudah Cukup Hebat

12 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sangkot Marzuki,
KETUA AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

Menyambut Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-17, majalah Tempo mengangkat 20 penemu utama Indonesia. Kita kagum membaca prestasi besar mereka. Pertanyaannya adalah apakah prestasi yang mengagumkan itu merupakan cermin keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia secara keseluruhan.

Dalam edisi terakhir pada pengujung abad ke-20, majalah Time memilih seorang ilmuwan, Albert Einstein, sebagai the person of the century; bukan seorang pemimpin perang dan bukan pula seorang pemimpin besar suatu negara. Pernyataan dari majalah terkemuka dunia itu, bahwa di atas porak-porandanya tatanan politik dan sosial dunia yang ditandai dua perang sejagat dan persaingan hampir setengah abad dua kubu adidaya, kekuatan utama yang menentukan wajah dunia pada abad tersebut justru kebesaran perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi yang dilahirkannya. Ilmu pengetahuan adalah landasan dari keunggulan teknologi dan inovasi serta kejayaan suatu negara. Apakah benar kemampuan Indonesia sudah cukup hebat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, siap menghadapi persaingan antarbangsa dalam era globalisasi mendatang?

Kemampuan suatu negara dalam ilmu pengetahuan dan teknologi tecermin dari kontribusinya terhadap perbendaharaan ilmu pengetahuan umat manusia dan kesejahteraan masyarakatnya; keduanya dapat diukur sebagai indikator yang obyektif. Yang pertama, jumlah publikasi ilmiah ilmuwan negara itu yang berdampak terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Sedangkan kontribusi terhadap ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dari jumlah paten yang dihasilkan. Suatu negara dengan komunitas ilmuwan yang mempublikasikan hasil penelitiannya secara luas dalam berbagai bidang, dan menghasilkan teknologi layak paten, lebih mungkin menghasilkan inovasi yang dapat dipasarkan serta menarik investasi dan kemitraan usaha dengan perusahaan teknologi yang memerlukan tenaga kerja terlatih.

Berdasarkan jumlah makalah yang diterbitkan dalam jurnal-jurnal yang dibaca dan diacu ilmuwan lain, untuk periode 1996-2010, Indonesia ternyata hanya berada pada posisi ke-64 di dunia (http://www.scimagojr.com/ countryrank.php), bersama Bangladesh dan Kenya pada posisi ke-63 dan ke-65. Dua negara tetangga kita di ASEAN, Malaysia dan Thailand, yang ada di posisi ke-42 dan ke-43, menghasilkan empat kali lebih banyak publikasi ilmiah dibanding Indonesia. Sedangkan Singapura, dengan populasi yang jauh lebih kecil, menghasilkan delapan kali lipat.

Situasi paten tidak berbeda dengan publikasi ilmiah. Jelas Indonesia tidak menghasilkan ilmu pengetahuan ataupun inovasi pada tingkat yang seharusnya; tidak hanya dibandingkan dengan negara-negara maju, tapi juga negara-negara berkembang tetangganya.

1 1 1

Apa yang terjadi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia? Mengapa setelah 67 tahun merdeka posisi saing Indonesia di percaturan keilmuan dunia malah jauh lebih rendah daripada sebelum kemerdekaan?

Sudah lama menjadi keluhan bahwa dukungan untuk ilmu pengetahuan di Indonesia jauh dari memadai. Di samping mendapat jaminan kesejahteraan hidup yang rendah, ilmuwan Indonesia menghadapi kendala besar dalam membangun karya ilmiah yang berkualitas. Investasi Indonesia untuk riset dan pengembangan saat ini di bawah 0,1 persen dari produk domestik bruto, jauh dari angka 2-2,5 persen di negara-negara Asia Timur dan OSCD ataupun negara-negara Asia Tenggara lain yang menjadi pesaingnya. Pendanaan riset dan pengembangan di Thailand dan Malaysia sudah mendekati 0,5 persen dan 1 persen dari PDB, dan investasi Vietnam dan Filipina untuk ini masih lebih dari dua kali lipat daripada Indonesia.

Masalah yang dihadapi Indonesia jauh lebih kompleks. Per dolar dana penelitian, peneliti Indonesia juga kurang produktif dibanding ilmuwan di kebanyakan negara setara. Berbagai masalah sistemik menyebabkan lingkungan penelitian di Indonesia tidak kondusif untuk berkembangnya keunggulan ilmu pengetahuan dan inovasi. Beban mengajar yang berat di universitas dan insentif lebih menarik untuk berkarier dalam birokrasi merupakan salah satu faktor.

Tapi masalah utama adalah kakunya sistem penganggaran dan pelaporan dana riset pemerintah, yang sangat tidak sesuai dengan kebutuhan penelitian ilmiah. Sistem pendanaan riset pemerintah tidak hanya tak menjamin kelanjutan suatu kegiatan riset dari tahun ke tahun, tapi juga cuma memberi waktu pelaksanaan sekitar enam bulan bagi kegiatan riset setahun, tanpa fleksibilitas untuk perubahan mengikuti perkembangan kemajuan ilmu yang terjadi dengan cepat. Keadaan itu tidak memberi insentif bagi ilmuwan Indonesia untuk mengambil risiko membangun karier ilmiah unggulan jangka panjang.

1 1 1

Kita bersyukur, dengan berbagai keterpurukan, masih ada 20 penemu unggulan yang dapat kita banggakan. Bukan itu saja, baru-baru ini dua ilmuwan besar Amerika Serikat berkunjung ke Indonesia untuk mendukung acara Indonesian-American Kavli Frontiers of Science Symposium di Solo. Simposium ini merupakan yang kedua, dan mempertemukan 40 ilmuwan muda Indonesia yang berprestasi internasional dengan 40 ilmuwan muda terkemuka Amerika Serikat.

Dr Bruce Alberts—yang dalam kunjungan sebelumnya sebagai utusan khusus Amerika Serikat untuk ilmu pengetahuan ke Indonesia banyak mendengar keluhan peneliti muda yang ditemuinya tentang kurangnya dana untuk penelitian dan insentif buat keunggulan ilmiah—mengatakan merupakan suatu keajaiban masih ada ilmu pengetahuan berkualitas yang dapat dihasilkan oleh ilmuwan Indonesia.

Dr Harold Varmus—pemenang Hadiah Nobel untuk Kedokteran, yang sebelum acara itu sempat berkunjung ke Lembaga Biologi Molekuler Eijkman—juga menyatakan kekagumannya bahwa, dengan dukungan pendanaan yang demikian minim, masih ada lembaga penelitian unggul di Indonesia yang berkiprah di tingkat dunia. Dan pelajar-pelajar kita telah membuktikan keunggulan dalam olimpiade matematika dan fisika internasional.

Tapi kita tidak boleh terlena oleh keberhasilan individu di atas. Jelas harus ada peningkatan kemampuan Indonesia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi secara keseluruhan. Indonesia harus membangun budaya ilmiah unggul. Berbagai peraturan yang menghambat kemajuan ilmu pengetahuan harus dihilangkan.

Sistem pendanaan riset nasional melalui pemberian hibah penelitian ilmiah dan rekayasa secara kompetitif merupakan cara yang paling efektif untuk mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelas dunia. Promosi karier ilmuwan di perguruan tinggi serta di lembaga penelitian harus didasarkan pada kualitas luaran dan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penerbangan perdana pesawat terbang N-250 Gatotkaca pada 10 Agustus 1995—sebagai hadiah ulang tahun emas kemerdekaan Indonesia—sekarang kita rayakan sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional. Teringat bagaimana bangganya kita melihat pesawat buatan Industri Pesawat Terbang Nusantara itu mengangkasa, disaksikan bukan hanya oleh masyarakat Indonesia, melainkan juga dunia internasional. Juga optimisme yang tinggi akan masa depan bangsa dan negara, dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai motor penggerak pembangunan ke depan.

Dua tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan visinya mengenai masa depan Indonesia sebagai "Bangsa Inovasi di Abad Ke-21" di depan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia dan masyarakat ilmiah Indonesia secara luas. Presiden mengatakan, "Saya ingin ilmuwan Indonesia bahu-membahu dengan ilmuwan internasional dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan umat manusia. Kita harus aktif tak hanya menyerap ilmu dari dunia, tapi juga menyumbangkan ilmu untuk dunia." Ini visi besar yang patut kita dukung bersama, tapi memerlukan perubahan-perubahan yang sangat mendasar.

Artikel ini merupakan pandangan pribadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus