Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI tengah sengkarut beredarnya daging ilegal asal India, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat diam-diam sedang menyiapkan aturan baru untuk menata urusan itu. Saat ini naskah akademis rancangan undang-undang baru itu sudah dirampungkan. Bila tak ada aral melintang, aturan itu akan segera menggusur Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang berlaku saat ini. Dewan akan mengajukan rancangan undang-undang tersebut sebagai usul inisiatif
Ketua Komisi Pertanian Muhammad Romahurmuziy mengatakan Dewan bersama pemerintah secara informal telah sepakat memprioritaskan pembahasan revisi Undang-Undang Peternakan. Karena itu, agenda revisi dimasukkan ke Program Legislasi Nasional atau Prolegnas 2012.
Dalam dua tahun terakhir, Kementerian Pertanian gencar mengkampanyekan perlunya merevisi Undang-Undang Peternakan. Salah satu tujuannya, mengubah kebijakan importasi ternak dan produk ternak dari sistem berbasis negara menjadi berbasis zona. Menteri Pertanian Suswono pernah mengungkapkan kembali hal itu pertengahan Juli lalu seusai Rapat Koordinasi Ketahanan Pangan di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian.
Menurut Suswono, perubahan sistem tersebut akan menjadi inisiatif DPR. "Kami menunggu. Posisi pemerintah membuat daftar inventarisasi masalah," katanya kepada Tempo, Jumat dua pekan lalu.
Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang disahkan Juni 2009, semula telah menganut sistem impor berbasis zona. Tapi sejumlah organisasi menolak. Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia, Serikat Petani Indonesia, Institute for Global Justice, Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia, Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia, Gabungan Koperasi Susu Indonesia, masyarakat korban, serta Badan Eksekutif Mahasiswa Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi, Oktober 2009. Mereka menilai sistem zona tidak melindungi masyarakat Indonesia dari sisi keamanan dan kesehatan ternak.
Hasilnya, pada Agustus 2010, majelis hakim Mahkamah Konstitusi yang dipimpin Mahfud Md. memutuskan mengabulkan gugatan pemohon. Beberapa frasa di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satunya mengabulkan gugatan untuk menghapus ketentuan impor produk hewan berbasis zona. Sejak itu, kebijakan importasi ternak dan produk ternak kembali menggunakan basis negara.
Dalam sistem berbasis negara, larangan masuknya ternak dan produk ternak dari negara yang terjangkit berlaku secara menyeluruh. Sebaliknya, dalam sistem zona, pembatasan berlaku per wilayah. Ternak dan produk ternak masih bisa masuk selama berasal dari wilayah yang tak terjangkit, meski negaranya tidak bebas penyakit.
Kontroversi basis sistem importasi mencuat kembali belakangan setelah beredarnya daging sapi ilegal-diduga berasal dari India. Padahal India tidak termasuk negara yang bebas dari penyakit mulut dan kuku. Pembatasan sistem importasi sebenarnya diterapkan untuk lebih menjamin keamanan ternak dan produk ternak dari penyakit mulut dan kuku atau penyakit sapi gila
Penyakit mulut dan kuku-biasa disebut PMK-disebabkan oleh picornavirus. Penyakit ini menyerang hewan golongan ruminansia, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi, serta sangat menular. Virus PMK berjangkit melalui udara sehingga dapat menyerang saluran pernapasan. Juga melalui produk ternak, seperti susu dan daging. Barang seperti makanan, pakaian, sepatu, dan kendaraan yang tercemar virus melalui angin dapat menularkan penyakit ke kawasan yang luas
Virus PMK, menurut drh Prabowo Respatiyo Caturroso, tidak termasuk zoonosis-infeksi yang ditularkan hewan vertebrata kepada manusia atau sebaliknya. "Sampai saat ini belum ditemukan kasus pada manusia," kata mantan Direktur Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian ini. Prabowo mengatakan daging sapi yang terjangkit PMK masih aman dikonsumsi. "Asalkan jangan makan bagian kepala, jeroan, dan kaki."
Indonesia pernah terserang wabah PMK pada 1887 di Malang, Jawa Timur. Ribuan sapi perah dimusnahkan. Kemudian virus menyebar ke berbagai daerah di Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Kampanye vaksinasi massal memberantas PMK dimulai pada 1974, sehingga pada 1980-1982 tidak tercatat lagi kasus PMK.
Pada 1983, tiba-tiba muncul lagi kasus di Jawa Tengah dan menular ke berbagai daerah. Maka program vaksinasi massal digelar teratur setiap tahun. Pada 1986, Indonesia menyatakan bebas dari PMK. ASEAN mengakui kondisi itu sejak 1987, sedangkan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties atau OIE) mengakui sejak 1990
Penyakit ini masih mewabah di seluruh dunia, terutama di Afrika, Asia, dan Timur Tengah. OIE mencatat, dari 178 negara anggota, 97 negara tanpa status resmi, 66 negara diakui bebas PMK (tanpa dan dengan vaksinasi), serta 10 negara memiliki zona bebas PMK (tanpa dan dengan vaksin). Selain itu, status resmi lima negara ditangguhkan. Amerika Utara dan sebagian besar Amerika Selatan, Eropa Barat, Australia, Selandia Baru, serta negara-negara pulau di Pasifik diakui bebas dari penyakit
Agar wabah PMK tak kembali berjangkit, menurut Prabowo, ada tiga hal yang harus diperhatikan jika ingin mengubah sistem berbasis negara menjadi zona. Pertama, harus ada badan otoritas veteriner di tingkat pusat hingga pelosok daerah. Lembaga ini bertanggung jawab atas sistem kesehatan hewan nasional. Kedua, merevisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009. Ketiga, membangun karantina hewan nasional di pulau tertentu yang terisolasi.
Menteri Suswono mengatakan perubahan sistem basis itu diperlukan untuk meningkatkan daya saing negara produsen, sehingga Indonesia mendapatkan kualitas dan kuantitas daging sapi yang baik. Dengan kondisi sekarang, "Kita dalam posisi tidak banyak pilihan," katanya.
Sejauh ini, Suswono menjelaskan, hanya dua negara produsen sapi paling kompetitif yang tercatat bebas PMK, yakni Australia dan Selandia Baru. Persoalannya, Indonesia kesulitan mendapatkan bibit unggul dari Australia.
Pemerintah Brasil, menurut Suswono, siap memasok bibit unggul. Tapi larangan berbasis negara menghadang rencana itu. "Padahal Brasil sudah berjanji mendatangkan bibit unggul dan berinvestasi di sini," ujarnya. Suswono menjamin sistem berbasis zona tak akan membuat pemerintah kebobolan. "Pengawasan akan diperbaiki, diperkuat."
Retno Sulistyowati, Jobpie Sugiharto
Zona Bebas PMK dengan Vaksinasi
- Argentina
- Bolivia (Zona Chiquitania)
- Brasil (Negara Bagian Rio Grande do Sul, Negara Bagian Rondonia, Negara Bagian Acre, zona bagian selatan tengah Negara Bagian Para, Negara Bagian Espirito Santo, Minas Gerais, Rio de Janeiro, Sergipe, Distrito Federal, Goias, Mato Grosso, Parana, Sao Paulo, bagian dari Negara Bagian Bahia, bagian dari Negara Bagian Tocantins, zona di Negara Bagian Mato Grosso do Sul)
- Kolombia
Zona Bebas PMK tanpa Vaksinasi
- Argentina
- Bolivia (wilayah Altiplano)
- Botswana
- Brasil (Santa Catarina)
- Kolombia
- Malaysia (Sabah dan Sarawak)
- Moldova
- Namibia
- Peru
- Filipina
Negara Bebas PMK tanpa Vaksin
- Albania
- Australia
- Austria
- Belarus
- Belgia
- Belize
- Bosnia dan Herzegovina
- Brunei
- Kanada
- Cile
- Kosta Rika
- Kroasia
- Kuba
- Siprus
- Republik Cek
- Denmark
- Republik Dominika
- El Salvador
- Estonia
- Finlandia
- Republik Makedonia
- Prancis
- Jerman
- Yunani
- Guatemala
- Guyana
- Haiti
- Honduras
- Hungaria
- Islandia
- Indonesia
- Irlandia
- Italia
- Jepang
- Latvia
- Lesotho
- Lituania
- Luksemburg
- Madagaskar
- Malta
- Mauritius
- Meksiko
- Montenegro
- Belanda
- Kaledonia Baru
- Selandia Baru
- Nikaragua
- Norwegia
- Panama
- Polandia
- Portugal
- Rumania
- San Marino
- Serbia
- Singapura
- Slovakia
- Slovenia
- Spanyol
- Swaziland
- Swedia
- Swiss
- Ukraina
- Inggris
- Amerika Serikat
- Vanuatu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo