MIKHAIL GORBACHEV: API YANG MENGHANGATKAN SOVIET Gorbachev, lima tahun berada di pucuk pimpinan Soviet, dunia pun berubah. Komunisme di Eropa Timur rontok. Tapi di Soviet sendiri ia harus melangkah hati-hati, disodok kanan dan kiri. Benarkah ia akan mengundurkan diri? Siapakah Mikhail Gorbachev? Sekitar rnam bulan Gail Sheehy mengorek bahan, lalu menuliskan hasilnya di majalah Vanity Fair bulan ini. Inilah wajah orang pertama pemimpin negeri Beruang Merah itu, serta istrinya, Raisa Maximovna, yang disebutnya "jenderalku". MIKHAIL Gorbachev lahir di masa kelaparan dalam sebuah gubuk kecil di tepi sungai yang sempit di padang gersang. Ini bukan sabda Tuhan, tapi ulah negara. Nenek moyangnya, petani setia Rusia yang pemberani dan penuh semangat. Mereka adalah orang yang terusir dari daerah Ukraina dan Don. Sejak akhir abad ke-18, sewaktu mencari tanah yang lebih subur dan kebebasan ekonomi, mereka menetap di ujung selatan yang bernama Kaukasus. Desa Privolnoye di ujung daerah Stavropol -- 24 jam perjalanan kereta dari Moskow -- tak dijamah kereta api. Di musim dingin, jalanannya tertimbun salju setebal tiga atau empat kaki. Privolnoye berarti "bebas" atau "lapang". Kakek Gorbachev tetap bebas dan termasuk kelompok petani merdeka yang cukup makmur sampai 1929. Para petani di sana bukan budak. Darah mereka bercampur dengan keturunan bangsa Cossacks, para penunggang kuda yang dengan gagah berani mempertahankan kemerdekaannya dengan berperang sebagai tentara bayaran. Mereka adalah simbol kemandirian dan kebebasan jiwa dalam sastra Rusia. Menurut Gorby, dari garis ibunya ia bangsa Ukraina bermarga Gopkalo. Ia berdarah Cossacks yang ditandai dengan gagasan-gagasannya yang romantik. Dalam bayangan setiap anak kampung, kelompok Cossacks adalah sebuah tontonan dengan pedang terhunus atau lingkaran tari serampang Cossacks. "Dia selalu memakai topi gaya prajurit Cossacks," kata seorang gadis bekas tetangga Gorbachev mengenang. Dia cakep -- tompel di dahinya tertutup rambut. "Pokoknya, cewek-cewek selalu mengejar-ngejar dia," tambahnya sambil tertawa cekikikan. Perempuan lain terkenang pada sepatu botnya yang mengkilat. Guru-gurunya menceritakan kecintaannya pada musik dan tarian. "Dia suka menari dengan semua gadis. Dia doyan sekali berdansa." Kakek-nenek Gorby tertancap kuat pada tanah Cossacks, tapi kebebasan mereka terlalu singkat. Mereka akhirnya terhukum karena kemakmuran dan kebebasan itu. Saat ini Privolnoye adalah sebuah desa cantik berpenduduk 3.300 jiwa, mirip dusun kecil Amerika pada tahun 30-an. Ada rumah-rumah tua dari kayu dengan atap seng atau jerami, masing-masing berjendela biru terang di bingkai hiasan kayu putih. Setiap kaveling 20 kaki luasnya, dikelilingi pagar kayu. Ada juga yang dirambati tanaman berbunga ungu. Rumah ibu Gorby kini sama seperti ketika dibangun pada 1960, dengan serambi kayu dan pohon anggur. Ada telepon dan sistem keamanan. Di ujung jalan, masih ada lumpur dengan bebek-bebek yang merepotkan lalu lintas. Di dalam rumah masih tercium masa kecil Gorby, kesengsaraan dan perang. "Pada masa itu kami kira kebersamaan adalah satu-satunya cara untuk menghidupi keluarga besar kami," ujar Nikolai Lubenko, seorang tua beruban dengan serenceng tanda jasa di dadanya. "Beratus tahun keluarga ingin hidup di desa ini, dengan tanah sendiri. Tapi propaganda partai begitu gencar." Kakek dan nenek Gorby menunjang amanat pemerintah untuk mengumpulkan petani-petani bebas, agar menyerahkan tanah dan ternak mereka. Ayah Gorby termasuk di antara petani yang tergugah. Mereka melongo dari atas kereta kuda, pada saat negara mengirim 13 traktor mengkilat merk Ford dan Caterpillar dari planet Amerika. Panen mereka berhasil pada beberapa tahun pertama. Tapi kemudian negara merampas seluruh padi, lalu meninggalkan Privolnoye kelaparan. "Sekarang kami tahu yang sebenarnya," kata Lubenko meringis. Stalin ingin mematahkan tulang punggung orang-orang Yeo (perwira rendahan) dari selatan. Kelaparan sengaja diciptakan untuk menaklukkan mereka. Keluarga yang menentang kolektivitas ditangkap dan dideportasi. Menurut sejarawan Zhores Medvedev -- keluarganya tinggal di sana -- sungai penuh dengan mayat. Teror dan pelanggaran hukum berkecamuk. Gorbachev lahir pada Maret 1931. Sepertiga penduduk Privolnoye meninggal di antara musim gugur 1932 dan musim semi 1933. Di beberapa desa, semua bayi berumur 1-2 tahun mati kelaparan, kata Medvedev. "Orang-orang sangat lemah, kalau mau mengubur keluarganya, mereka menyatukannya sekaligus, 2 atau 3 orang dalam satu lubang," ujar seorang guru Gorby. Misha cilik tidak punya bubur encer untuk bertahan hidup. Ia kering-kerontang. Tulang-tulangnya menonjol, mukanya lebar seperti buah melon, tetapi matanya setajam elang. Hampir semua kawan mainnya menggambarkan Mikhail Gorbachev memiliki mata yang dapat menembus dan mengunci tatapan lawan bicaranya. Misha dekat pada neneknya, yang menganut Kristen Ortodoks Rusia. Inilah yang memastikan bahwa ketika masih kecil ia dibaptis. Sang nenek menyimpan patung orang suci, meskipun ini berarti melanggar titah negara. Ketika teror mencapai puncaknya, nenek tersebut -- seperti petani lainnya dari generasi yang lebih tua -- menyembunyikan patung dari kayu itu di balik foto-foto. Nenek jugalah yang membawa Mikhail ke gereja. Sementara itu, ibunya juga orang yang beriman. Bahkan sampai hari ini, menurut Uskup Agung Antony dari Stavropol. Ibu berdarah Rusia itu menanamkan dasar-dasar nilai Kristiani pada anak-anaknya, yang tak habis untuk seribu tahun. Sergei Andreyevich, ayahnya, adalah laki-laki pendiam. Dia tidak pernah aktif dalam Partai Komunis, kecuali waktu berusia 30 tahun ia sempat dikirim ke medan perang. Ahli mesin itu seorang yang murah senyum, matanya lembut. Ia selalu menghindari pertengkaran di muka umum. "Kadang-kadang dia begitu lambat untuk membaca keadaan dan melangkah ke muka," tutur Grigori Gorlov, temannya. "Dalam soal emosi, ibu saya lebih banyak berpengaruh," ujar Gorbachev pada wartawan Mainhardt Count Nayhauss. "Tapi soal intelektual, Ayah. Meskipun dia orang sederhana, saya banyak belajar dari dia." Maria Panteleyevna ibarat busi dalam keluarga. "Dia yang paling dulu angkat bicara dalam rapat desa. Wanita yang sangat keras kepala," ujar Gorlov, seorang birokrat berambut putih. Mikhail Gorbachev berusia 10 tahun ketika ayahnya berangkat perang. Dan tak pernah kelihatan lagi sampai 5 tahun kemudian. "Dia menerima medali untuk keberaniannya menyeberangi Dnieper," kata Gorby. Tapi ia masih terlalu muda untuk merasakan kemenangan dan pertumpahan darah. Dia hanya merasakan kepahitan dalam kesehariannya di antara rakyat yang menjadi korban peperangan. Ini yang kemudian membuatnya berbeda dengan para pemimpin Soviet terdahulu, yang menabur dada mereka dengan medali jasa. Itu pula yang membedakannya dengan George Bush, Deng Xiaoping, dan Fidel Castro, serta para pemimpin komunis yang rontok satu-satu di Eropa Timur. Untuk generasi Bush, perang adalah masa jaya. Tapi, untuk Gorby, hidup dimulai sesudah perang. Sesudah tentara Jerman tersapu bersih di seluruh Privolnoye, Agustus 1942, udara gersang. Gandum yang telah masak bertebaran, tapi tak ada penduduk yang bisa menuainya mesin, kuda, sapi, dan biri-biri musnah. Sopir traktor pun telah mengungsi. Privolnoye berubah menjadi daerah penampungan wanita, anak-anak, dan babi. Gorby lebih banyak menghabiskan masa pubernya dengan bekerja bahu-membahu dengan para wanita. Memunguti biji bunga matahari untuk ditukar dengan roti. Kesulitan sebagai anak yatim mempengaruhi karakternya di kemudian hari. Gorby membaca koran untuk orang dewasa. Dan hebatnya, laki-laki yang dua kali umurnya mencari dia untuk meminta pandangannya tentang perang dan situasi dalam negeri. "Dia cukup pandai untuk memahami banyak persoalan," kata Lubenko. Kepercayaan dirinya kuat. Dalam pidato-pidatonya kini di muka rakyat Soviet, ia sering berkata, "Kalian harus mengatakan pada diri sendiri, 'Saya akan disiplin, Saya akan bertanggung jawab. Saya akan bekerja lebih keras'." Pada umur 13 tahun, Gorby mulai bekerja di ladang pertanian kolektif. "Suasana dan keseluruhan kehidupan di keluarga tani, bekerja sama dengan orang-orang tua sejak kecil, jelas mempengaruhi pribadi dan membentuk pandangan hidup saya," ujar Gorbachev. Akhirnya, sang ayah kembali dari perang. Mereka sering ngobrol sambil memanen. "Kami bicara banyak tentang peraturan pemerintah. Juga tentang politik luar negeri," begitu Gorby mengenang. "Semakin besar, semakin saya memiliki pendapat sendiri." Ia kemudian memutuskan untuk bergabung dengan Komsomol -- organisasi pemudanya Partai Komunis yang berlingkup nasional -- meskipun sebetulnya ia masih duduk di kelas 8. Komsomol ini memang wajib dimasuki oleh mereka yang bermimpi menjadi politikus. Partailah yang kemudian menjadi "ayah angkat"-nya. Pada 1947, Gorbachev mendapat seorang adik laki-laki. Namanya Alexander -- biasa dipanggil Sasha -- kini berpangkat letnan kolonel, birokrat kelas menengah di departemen pertahanan di Moskow. "Alexander lebih pendiam dan lamban," ujar Gorlov. Ia tinggi, ganteng, dan menyukai olahraga. Sementara itu, Misha yang pandai berbicara, pintar, gemuk, dan pendek. Mereka memang tak sempat dekat. Maklum, Mikhail berangkat ke universitas ketika Sasha berusia 3 tahun. Misha dimasukkan ke sekolah lanjutan di Krasnogvardeisk, sebuah kota kecil 12 mil dari kampungnya. Tiap hari ia jalan kaki. Para warga kampung patungan untuk membelikan Misha sepatu bot yang kukuh. Mereka juga mengirim sedikit uang untuk memperlancar sekolahnya, selama dua tahun. Seingat induk semangnya, belum pernah sekalipun selama menyewa pondokan ia membawa wanita. Pacarnya adalah buku, mulai dari fiksi sampai buku serius. Ia juga berbakat main sandiwara. Pernah memainkan tokoh pangeran dalam drama Masquerade-nya Lermontov. Setelah mendapat medali perak untuk kepandaian, ketika ditanya ingin jadi apa, Gorbachev menjawab, "Saya ingin menjadi diplomat. Tapi guru-gurunya menganggap itu cita-cita muluk seorang remaja. Karena itu, mereka tidak membedakannya dengan murid lain. Di musim panas, Misha kembali ke kampung menjadi petani dan memanen gandum. Dan syukurlah, panen ketika itu berhasil gemilang. Misha dan ayahnya dinominasikan untuk mendapat penghargaan pemerintah sebagai petani teladan. Misha terpaksa untuk pertama kalinya membeli pakaian yang layak untuk dipotret resmi dengan "Lencana Merah Buruh" untuk dipampang di koran partai. Itu pula yang menjadi "tiket"-nya memasuki universitas negeri di Moskow. Ia tiba di universitas dengan mengenakan topi Cossacks dari bulu binatang yang dikenakan miring. Mantelnya berwarna biru militer. Universitas Nasional Moskow saat itu penuh oleh para pemuda pilihan. Sebagian besar dari 28 ribu mahasiswanya adalah anak-anak kalangan intelijen Moskow dan elite partai. Bagaimana mungkin seorang anak sopir traktor yang menghadapi tiga hambatan bisa menembus fakultas hukum universitas paling bergengsi di negeri itu? Kakeknya pernah dinyatakan sebagai "musuh masyarakat" ia datang dari wilayah yang sebelumnya merupakan daerah pendudukan dan ia tak punya keluarga penting yang dapat memberikan kattebelletje. Ia memang menjadikan Partai Komunis sebagai ayah, ibu, dan bahkan Tuhannya. Saat itu, pada usia 19 tahun, ia sudah cukup dewasa. Ia sudah punya peringkat sebagai kandidat anggota partai. Sebab, ia sudah aktif di kegiatan remaja komunis sejak umur 14 tahun. "Di kegiatan partai, kebanyakan orangnya tak cukup berpendidikan dan berbudaya. Tapi ia berbeda," kata seorang anggota partai di Moskow. Sejumlah penulis biografi asing sempat heran, mengapa Gorbachev memilih jurusan hukum. Sebenarnya jelas: pahlawannya selagi kecil adalah Lenin. Dan Lenin pun belajar hukum. Dengan mengambil jurusan itu, Gorbachev tak bermaksud menjadi pengacara. Ia malah ingin menjadi seorang pemimpin. Ia merasakan betul hidup di bawah pendudukan Jerman, dan dalam masa pembersihan oleh Stalin. Ia tidak cuma merasa terancam oleh musuh, namun juga kalau didakwa "telah menjadi" musuh. Maka, pada usia 19 tahun, ia sangat sadar bahwa seseorang harus ikut bermain agar selamat. Lebih dari semua itu, Gorbachev memang ingin menjadi seorang yang sukses di dalam partai. Ia suka berpidato -- bombastis, berbau ideologi, menghamburkan slogan-slogan dengan aksen daerahnya yang menggelikan. Pada tahun pertama kuliahnya, ia selalu mengenakan medali pekerja. "Dia sangka dirinya itu siapa, kok terus pakai medali," celetuk murid-murid Moskow di balik punggung Gorbachev. "Kalau veteran, sih, memang punya medali sungguh-sungguh." Mereka juga terganggu oleh setelan kotak-kotaknya. Ia mengenakan itu setiap hari selama lima tahun. Sampai begitu lusuh sehingga sulit mengancingkannya. "Kami tinggal bersama Ibu dan Ayah di apartemen yang menyenangkan, sedangkan dia cuma anak daerah," kenang Dmitri Golovanov, anak seorang editor surat kabar. "Ia tinggal bersama anak-anak lainnya di asrama, tak berantakan, namun berbau kedaerahan. Ia sangat menarik perhatian kami." Mikhail tinggal di barak yang disebut Stromynka. Sepuluh ribu pelajar dijejalkan di sana, di kamar-kamar yang paling sedikit berisi lima belas orang. Tempat tidurnya berjajar sederhana. Satu-satunya yang bersifat pribadi hanya kopor di bawah tempat tidur. Makanan hanya diperoleh dari meja komunal. Terutama jika salah seorang di antara mereka mendapat kiriman dari kampung. Gorbachev sangat terganggu oleh kesenjangan antara pengalaman dan pengetahuannya tentang budaya. "Ia ingin meleburkan kesenjangan itu," kata Rudolf Koltchanov, teman sekamarnya selama tiga tahun. "Kita semua bekerja keras, namun ia lebih lagi, melebihi siapa pun." Ia terus menyimak Marx dan Lenin di ruang belajar hingga pukul 2 dini hari, sementara, "sebagian kami keluyuran menggoda cewek." Kendati begitu, ada seorang gadis yang sempat diliriknya pada tahun pertama. Yakni Nadezhda Mikhailova, yang kini menjadi profesor hukum di sebuah lembaga di Moskow. Wanita yang sungguh-sungguh Rusia, berambut legam dan berpenampilan halus. "Kukira, ia masih mencintai Gorbachev hingga sekarang," kata kawan sekamar itu. "Aku tak dapat mengisahkan bagaimana aku jumpa dia, tapi...," kata Mikhailova, yang diputusnya sendiri. Ia lalu memperlihatkan foto, dan menunjuk gambar Mikhail yang disebutnya sebagai salah seorang "grup kami", yang selalu belajar bersama. "Aku seorang gadis romantis. Mikhail juga. Keromantisan ini memungkinkan seseorang berpikir dan memecahkan masalah-masalah besar." Mikhailova gadis yang sangat berkecukupan. Keluarganya punya apartemen luas di seberang Teater Bolshoi. Ia mengundang Mikhail belajar di rumah untuk menghadapi ujian. "Ia tak tahu sama sekali soal budaya," kata Mikhailova. "Ia datang ke rumah dan bilang, 'Nadezhda, jika kau pergi ke museum, ajaklah aku, dan ceritakan apa perasaan artis itu,' Atau 'bila engkau pergi ke konser, aku ikut dan ceritakan apa yang dipikirkan komponis.' Ia tidak segan mengatakan begitu." Nadezhda lalu mengajaknya mengapresiasi impresionisme Prancis. Namun, ia lebih suka pada sebuah grup Rusia abad ke-18, yang dikenal sebagai Peredvizhniki. "Ia menyukaiku. Aku tahu itu. Tapi ia bukan seleraku," kata Nadezhda. "Aku suka seorang yang tinggi, ramping, dan elegan. Ia pendek dan gemuk." Belakangan baru Mikhailova tahu betul Mikhail Gorbachev. Ia punya kepribadian tersendiri. Ia berbeda dengan murid-murid lain, istimewa, impresif, dan kadang mengarah bahaya. Ia tak suka olahraga. Ia malah menghafal puisi, dan ia memang punya ingatan mengagumkan. Obsesinya adalah belajar dari sumber asli -- sebuah tradisi Marxis. Sepanjang ingatan Golovanov, ia tak minum. Di kalangan mahasiswa Moskow, vodka tetap simbol kejantanan. Ayah Golovanov mengajari pemuda itu cara menuang segelas vodka dengan satu gerakan kecil. Tapi Gorbachev tak sungguh-sungguh menikmati minum. Sekarang pun, ia cuma minum anggur sewaktu libur. Menurut Mikhailova, ada satu alasan tentang ini. Yakni Gorbachev menderita diabetes. Ia harus membatasi makan gula. "Raisa sangat memperhatikan dietnya, sebab ia sulit mendisiplinkan diri sendiri." Ia minum susu pada makan malam, dan teh susu. Masalah kesehatannya yang lain adalah penyakit tulang, yang lazim menghajar orang Soviet di atas usia 40 tahun. Sebuah rematik yang menjadikan nyeri bila penderitanya bergerak. Teman dekat Gorbachev yang lain adalah Zdenek Mlynar. Seorang Ceko yang jangkung, ganteng, dan intelektual. Seperti Mikhail, ia termasuk outsider. Mlynar tahu berbagai hal di dunia, dan ia anggota penuh Partai Komunis. Sekarang ia tinggal di Wina, setelah negerinya diduduki tentara pasukan Soviet pada musim semi 1968 di Praha. "Kami berdua penganut komunis," kata Mlynar. "Kami percaya bahwa komunisme adalah masa depan pemikiran, dan Stalin seorang pemimpin besar." Namun, Mlynar segera menyadari bahwa pada diri Gorbachev kemudian timbul konflik antara kenyataan dan propaganda. Perlahan Gorbachev membuang topeng menduanya pikiran -- hal yang selama ini penting untuk menyelamatkan diri. "Ia selalu berada di pihak kenyataan." Sewaktu mereka belajar tentang hukum kolektivitas, misalnya, Gorbachev mengemukakan kritiknya. "Jika pimpinan kolkhoz -- ladang bersama -- tak memaksa para petani bekerja, mereka mungkin tak akan bekerja sama sekali." Ketika mereka menyaksikan film Cossacks of the Kuban, yang memperlihatkan sukses petani di kampung halamannya, Gorbachev tertawa ngakak. Keberadaan dan kebahagiaan para petani itu disebutnya "betul-betul propaganda, tak ada dalam kenyataan". Ia bilang pada Mlynar, "Kenyataannya mereka tak mampu beli apa pun." Gorbachev memang sering mengkritik berbagai hal tentang Stalinisme. Namun, ia hati-hati untuk bicara tentang pribadi Stalin. Pada akhir tahun pertama, ia mendapat tugas Komsomol -- KNPI-nya Soviet -- untuk mengorganisaikan kelas. Kemudian ia memimpin di tingkat fakultas. "Dia bukan orang yang kaku terhadap peraturan," kata Koltchanov, yang kini menjadi wakil pemimpin redaksi koran terbesar di Soviet, Tnud. "Ia menilai segalanya berdasar kepantasan. Atau berdasarkan perasaannya terhadap orang lain." Gorbachev juga menempuh jalannya sendiri dengan cara berhubungan dengan berbagai macam orang. Ia berkawan dengan orang-orang Yahudi, Persia, Tartar, Ceko, Polandia, Bulgaria. "Kami tak punya persoalan kebangsaan waktu itu." Tiga tahun pertama Gorbachev di universitas, segera disusul tiga tahun menegangkan menjelang kematian Stalin. Pada 1953, tercetus apa yang disebut "Rancangan Dokter". Terdengar kabar, sejumlah dokter berniat meracun Sang Pemimpin. Stalin memerintahkan Kremlin menangkapi para dokter Yahudi. Gelombang anti-Semit melanda Universitas Nasional Moskow. Sejumlah mahasiswa tiba-tiba menemukan kesempatan untuk memperlihatkan loyalitas. Di kelompok belajar Gorbachev terdapat seorang Yahudi, Vladimir Lieberman. Di depan kelas, Lieberman menjadi bulan-bulanan. Seorang mahasiswa mendakwanya terlibat komplotan "Rancangan Dokter". Lieberman membela diri. "Akankah aku, satu-satunya Yahudi di antara kita, dibawa-bawa pada ke seluruh persoalan yang dihadapi semua Yahudi?" Semua diam. Dengan mata menyala, Gorbachev melompat berdiri. Untuk pertama kalinya ia memperlihatkan kemarahannya. "Kamu seorang bangsat loyo," teriaknya pada penuduh Lieberman. Waktu itu, teror dan curiga merayap ke mana-mana. Sebuah pengaduan telah cukup untuk bukan saja ditendang dari kampus, namun juga mendapat tiket sekali jalan menuju kamp kerja paksa. Masyarakat Soviet diisolasi. Kecendekiawanan dihancurkan sepenuhnya. Di seluruh negeri tak lagi tersisa pemimpin yang cukup berpendidikan. Kuliah hukum hanya dipenuhi menghafal sanksi-sanksi pemerintah. Sejumlah profesor berubah menjadi juru propaganda. Antara mahasiswa dan dosen telah kehilangan satu hal: dialog. Mereka memang belajar hukum Romawi, hukum Persemakmuran Inggris maupun konstitusi Amerika. "Namun, guru kami paling pokok yang Stalin," kata seorang bekas teman sekolahnya. Gorbachev tak sabar pada kemunduran mutu kuliah. Ini yang menjadikannya bentrok dengan seorang profesor. Sang profesor cuma berdiri di depan kelas dan membacakan bahan-bahan dari Stalin. Persis seperti menghadapi anak kecil. "Kami dapat membaca sendiri," potong Gorbachev. "Jika Anda tak punya sesuatu untuk ditambahkan, lebih baik Anda tak usah ngomong apa-apa." Yang paling menonjol pada diri Gorbachev adalah penguasaan dirinya. "Aku tak pernah tahu ia marah," kata Koltchanov. "Ia selalu bisa mengendalikan perasaannya. Ia tak pernah kehilangan kontrol. Tak pernah." Sebenarnya pernah. Sekali, dan sangat menentukan. Yakni pada seorang gadis bernama Raisa Maximovna Titorenko. Siapakah Raisa?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini