Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Arsitek Muda Indonesia Raih Penghargaan Internasional di Prancis

Karya arsitek Nabila Larasati Pranoto yang berjudul A Living Organism menang 2019 Coup de Coeur Award dari Jacques Rougerie Foundation Prancis.

27 Januari 2020 | 10.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Nabila Larasati Pranoto menerima penghargaan desain arsitektur dari Jacques Rougerie Foundation, Prancis, untuk karyanya A Living Organism. Penghargaan diberikan pada Rabu, 22 Januari 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan arsitek Indonesia, Nabila Larasati Pranoto, meraih penghargaan internasional dari Jacques Rougerie Foundation, Prancis. Karyanya yang berjudul “A Living Organism” menang 2019 Coup de Coeur Award kategori “Architecture and Sea level rise” Leonardo da Vinci Promotion, mengalahkan peserta dari  Denmark, USA, India, Namibia, dan Prancis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penghargaan diserahkan oleh Justin Ahanhanzo dari UNESCO di hadapan Menteri Kebudayaan Perancis M. Franck Riester, Chancellor Institute de France, dan duta besar dari negara-negara asal pemenang, di Institute de France Paris pada Rabu, 22 Januari 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perempuan yang menyelesaikan pendidikan sarjana dan magister arsitektur di 2019 pada usia 23 tahun ini mengajukan desain arsitek untuk memberdayakan masyarakat di pinggiran sungai. Dia mengatakan topik yang diangkat dalam kompetisi ini sama dengan tesisnya di Singapore University of Technology and Design.

“Tesis saya sebuah spekulasi fiksi untuk survival dan empowerment komunitas-komunitas di pinggir laut yang bergantung pada keseimbangan kondisi alam untuk pertanian dan perikanan,” kata arsitek muda ini, Jumat, 24 Januari 2020.

Komunitas-komunitas tersebut, kata dia, paling rentan terhadap ancaman perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut. Arsitek yang kini bekerja di Ong&Ong Singapura ini menggunakan daerah delta Sungai Mekong yang melintasi sejumlah negara Asia sebagai contoh.

Dalam ide, pemikiran, dan imajinasi yang dituangkan Nabila dalam A Living Organism, masyarakat di Sungai Mekong akan tetap produktif dengan membangun sistem alternatif berbasis aquakultur, aquaponik, dan desalinasi air laut. Nabila menggunakan imajinasinya yang dikolaborasikan dengan ilmu yang didapatkannya untuk membangun infrastruktur dan sistem hybrid yang menyatu.

“Desain saya mengeksplorasi cara-cara untuk mereka bisa merestrukturisasi kehidupan dan perekonomian dengan penggunaan teknologi, sehingga mereka bisa menghidupkan kembali mata pencaharian dengan hal-hal seperti aquaculture dan aquaphonics,” ujar Nabila yang juga mendesain sampul buku Jelajah Jiwa Hapus Stigma karya dokter kesehatan jiwa Nova Riyanti Yusuf.

Diikuti desainer arsitektur dari berbagai negara, kompetisi ini dibuat untuk menanggapi tantangan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut yang menjadi salah satu isu lingkungan paling ramai dalam beberapa tahun terakhir. Dewan juri tahun ini dipimpin Dominique Perrault, arsitek dan urban planner Prancis; Claudie Haignere, politikus dan astronot; Justin Ahanhanzo, pakar Intergovernmental Oceanographic Commission UNESCO; dan Francis Rembert, Director of the Cite de l’Architecture.

Penghargaan ini mendorong Nabila untuk lebih mendalami arsitektur untuk perubahan iklim yang ditujukan bagi komunitas yang terdampak. Dia juga berharap bisa berkolaborasi dengan orang-orang dari bidang lain, seperti sosio-ekonomi, kesehatan, dan infrastruktur keselamatan, yang terkait dengan arsitektur.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus