Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pegiat pendidikan dan organisasi profesi guru menyoal hilangnya ketentuan tentang tunjangan profesi bagi guru dan dosen dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Padahal keberadaan tunjangan tersebut menyangkut kesejahteraan guru dan dosen, baik berstatus aparatur sipil negeri (ASN) maupun non-ASN.
Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Agus Setiawan, menjelaskan ketentuan tunjangan profesi guru sebenarnya masih tercantum dalam draf RUU Sisdiknas pada Februari lalu. Meski berkali-kali berubah materi rancangan, aturan tentang tunjangan profesi tetap tertuang dalam draf RUU Sisdiknas hingga versi Mei lalu. Sebab, berbagai kalangan sependapat untuk mempertahankan keberadaan pasal tentang tunjangan profesi tersebut.
Namun, kata Agus, pasal yang mengatur soal tunjangan profesi guru dan dosen ini justru raib dalam RUU Sisdiknas yang diserahkan pemerintah ke Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat, 2 Agustus lalu. “Patut diduga, sudah ada korupsi pasal tentang tunjangan profesi,” kata Agus, Senin, 29 Agustus 2022.
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, menguatkan penjelasan Agus. Ia mempertanyakan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan dosen dengan raibnya pasal tunjangan profesi dalam RUU Sisdiknas. Dia menilai tiadanya pasal tentang tunjangan profesi guru dan dosen akan berdampak buruk terhadap penghasilan 3,2 juta guru di Indonesia. “Tunjangan profesi ini sangat sensitif karena menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata Satriwan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guru memberikan materi pelajaran di sesi 1 pembelajaran jarak jauh di SDN Patrakomala, Bandung, Jawa Barat, 13 Desember 2021. TEMPO/Prima mulia
Kementerian Pendidikan menyusun RUU Sisdiknas sejak awal tahun ini. RUU ini disusun secara omnibus, yaitu menggabungkan tiga undang-undang menjadi satu. Ketiga undang-undang tersebut adalah UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, serta UU Perguruan Tinggi.
Dalam RUU Sisdiknas, ada dua pasal yang mengatur soal penghasilan guru dan dosen atau pendidik. Pertama, Pasal 145 yang mengatur semua guru dan dosen tetap mendapat tunjangan profesi, khusus, dan kehormatan bagi yang sudah menerimanya sebelum UU Sisdiknas diundangkan. Kedua, Pasal 105 mengatur bahwa pendidik berhak mendapat penghasilan atau pengupahan dan jaminan sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada bagian penjelasan Pasal 105 disebutkan bahwa peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang ASN dan UU Ketenagakerjaan beserta peraturan pelaksanaan kedua undang-undang tersebut.
Adapun dalam UU Guru dan Dosen sangat tegas diatur ihwal tunjangan profesi. Misalnya, Pasal 16 dan 53 undang-undang tersebut mengatur bahwa pemerintah memberikan tunjangan profesi bagi guru dan dosen yang bersertifikat pendidik setara dengan satu kali gaji pokok.
Ketua Dewan Pengarah Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI), Doni Koesoema, juga menyoal hilangnya pasal tentang tunjangan profesi ini. Doni mengkritisi klausul tunjangan profesi yang hanya dimuat dalam aturan peralihan, yaitu Pasal 145 RUU Sisdiknas.
“Aturan ini merupakan klausul peralihan sampai ada peraturan baru, dalam hal ini peraturan pemerintah. Kalau sudah ada peraturan pemerintah sebagai turunan regulasi ini, maka semua tunjangan itu akan hilang,” kata Doni.
Ia menduga peraturan pemerintah nantinya tidak akan mengatur soal tunjangan profesi guru dan dosen, karena tak ada normanya dalam RUU Sisdiknas. Peraturan pemerintah justru hanya akan mengatur mengenai penghasilan atau pengupahan pendidik yang merujuk pada UU ASN dan UU Ketenagakerjaan.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Iwan Syahril, menjelaskan tunjangan profesi tetap berlaku bagi guru dan dosen yang sudah mendapatkannya. Ia merujuk pada Pasal 145 RUU Sisdiknas.
Sedangkan guru dan dosen yang belum mendapat tunjangan profesi, baik berstatus ASN maupun non-ASN, tetap mendapat penghasilan atau pengupahan dengan skema berbeda. Iwan menjelaskan, guru dan dosen yang telah mengajar tapi belum memiliki sertifikat pendidik akan segera mendapat penghasilan yang layak tanpa perlu menunggu antrean sertifikasi. Penghasilan atau pengupahan guru dan dosen tersebut akan merujuk pada UU ASN dan UU Ketenagakerjaan. “Yang telah mendapatkan tunjangan akan tetap mendapatkan tunjangan nantinya sesuai dengan UU ASN atau UU Ketenagakerjaan,” kata Iwan, kemarin.
LPTK Ikut Hilang
Doni Koesoema mempertanyakan tiadanya satu pun kata tentang Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam RUU Sisdiknas. Padahal lembaga tersebut berfungsi mencetak guru dan tenaga kependidikan. “Hilangnya klausul LPTK itu bakal berdampak langsung terhadap perekrutan guru ke depannya,” kata Doni.
Persoalan lain, kata dia, RUU Sisdiknas tidak mengatur secara jelas dan rinci mengenai perguruan tinggi yang akan mencetak guru dan tenaga kependidikan. Urusan memproduksi guru ini hanya secara singkat diatur dalam Pasal 109 RUU Sisdiknas. Pasal ini menyebutkan, calon guru wajib lulus pendidikan profesi guru (PPG) yang diselenggarakan perguruan tinggi yang ditetapkan pemerintah pusat.
“Pasal pendidikan profesi itu tidak jelas karena kita tidak mengetahui kualifikasinya,” kata dia.
Doni menambahkan, kampus yang akan menyelenggarakan PPG juga tidak ditata dalam RUU Sisdiknas. Berbeda dengan UU Guru dan Dosen yang mengatur secara jelas penyelenggara pendidikan profesi, yaitu kampus berakreditasi A. “Kalau merujuk RUU Sisdiknas ini, siapa pun yang lulus pendidikan profesi bisa menjadi guru,” ujarnya.
Kementerian Pendidikan menjelaskan ihwal raibnya LPTK dalam RUU Sisdiknas itu lewat situs mereka. Kementerian Pendidikan beralasan, LPTK dihilangkan karena lembaga tersebut merupakan perguruan tinggi yang ditugasi pemerintah menyelenggarakan program pengadaan guru. Lalu, dalam RUU Sisdiknas sudah diatur bahwa penyelenggara PPG adalah perguruan tinggi yang ditetapkan pemerintah pusat.
"Karena pengaturan tersebut sudah menyebutkan ‘perguruan tinggi yang ditetapkan’, maka dari segi penulisan hukum tidak perlu memunculkan istilah lain yaitu LPTK," kata Kementerian Pendidikan di website-nya.
Definisi Guru Tak Jelas
Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Guru, P2G, Agus Setiawan, mempertanyakan ketiadaan definisi guru dalam RUU Sisdiknas. Pada Pasal 108 hingga 112 RUU Sisdiknas yang mengurai tentang guru, kata dia, sama sekali tidak disebutkan pengertian guru.
Pasal 108 hanya menjelaskan bahwa guru merupakan pendidik profesional pada pendidikan anak usia dini (PAUD) jalur pendidikan formal serta pada pendidikan dasar dan menengah jalur pendidikan formal dan nonformal.
Kondisi itu, kata dia, berbeda jauh dengan UU Guru dan Dosen, yang mendefinisikan pengertian guru. Pasal 1 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada PAUD jalur pendidikan formal serta pendidikan dasar dan menengah. “Ini mengindikasikan RUU Sisdiknas dibuat secara serampangan,” kata Agus.
IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo