PAGI itu Supardi sedang jalan-jalan di pematang sawah. Tiba-tiba ia melihat ada beberapa orang yang berlarian mengejar balon. Tanpa banyak pikir, ia melibatkan diri, dan berhasil menangkap. Di rumah sepupunya, balon 5 biji warna-warni itu diperiksanya. Horee ! Angan-angan pun menjadi nyata. Ini balon berhadiah. Hiburan jenis ini memang lagi menjadi buah bibir di Desa Jatipuro, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Sebelumnya ada seorang petani yang mendapat balon berhadiah Rp 200.000,00. Uang itu tentu saja tidak diikatkan di balon, tapi ada semacam kupon, begitulah. Di balon yang ditangkap Supardi terikat sebuah kartu nama. Sisi sebaliknya bertulisan: "Berhadiah Rp 250.000,00, hubungi alamat ini." Nah, jelas ini rezeki nomplok. Supardi meminta sepupunya, Sugiyono, mengambil hadiah itu. Berangkatlah Sugiyono ke Yogya. Lho, balon diluncurkan dari Yogya, to? Kok, bisa? Bisa saja, wong di kartu itu tertulis nama Irwan Suud, wartawan Masa Kini, Yogya. Koran ini memang lagi gencar-gencarnya bikin publikasi. Cuma saja, Irwan agak terkejut ketika didatangi Sugiyono. Tapi ia segera paham dan tersenyum setelah tamunya menyodorkan kartu namanya. Namun, setelah itu Irwan kembali tak paham, dan malah bingung ketika tamunya meminta hadiah sebanyak Rp 250.000,00. "Hadiah? Kartu nama itu memang milik saya, tapi tulisan di baliknya bukan tulisan saya," kata Irwan. Setelah lama bengong, Irwan pun berkata, "Walah, ini pasti ulah tangan jail, pasti ...." Dan seterusnya. Irwan dan Sugiyono cukup lama berdebat, sampai keduannya musyawarah mufakat: ada pihak ketiga yang menunggangi kartu nama itu. Tapi Supardi, yang menemukan balon itu, bagaimana bisa diyakinkan? "Apalagi ia sudah berjanji pada anak-anaknya, akan membelikan baju," kata Sugiyono. Akhirnya, memang semuanya ini harus dijelaskan secara terbuka, jernih, jujur, tanpa prasangka. Pihak ketiga, sebut saja oknum jail, tak mudah ditelusuri. Jalan satu-satunya, Irwan terpaksa menjelaskan sendiri lewat korannya bahwa ia betul-betul tak punya hajat apa-apa, sampai perlu meluncurkan balon berhadiah. Jika kemudian Masa Kini memuatnya di halaman satu pada penerbitan 29 Desember yang lalu - Iha, ini memang cerita lama - kasus ini sangat penting diketahui umum, terutama bagi yang punya kartu nama, wartawan atau bukan. Lebih-lebih bagi Sugiyono, untuk meyakinkan Supardi kalau balon itu tanpa artinya lagi, kecuali untuk diledakkan. Dor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini