SEJAK 5 Juli lalu ribuan warga kota secara sendiri-sendiri
mendatangi petugas di TPU-2 (Tempat Pemakaman Umum) bahkan di
kantor Dinas Pemakaman sendiri di Jl. Karel Satsuit Tubun daerah
Petamburan. Hari itu adalah hari pertama yang ditentukan
Pemerintah DKI bagi pendaftaran untuk memperoleh izin
perpanjangan pemakaman.
Menurut peraturan daerah No.2 Tahun 1973 izin pemakaman
diberikan untuk 3 tahun. Sesudah itu dapat diperpanjang sampai
dua kali 3 tahun. Kalau ahli waris almarhum tidak menggubris
ketentuan ini dan tidak melakukan pendaftaran perpanjangan untuk
masa pertama maka makam keluarga mereka dianggap tak ada.
Peraturan Daerah itu berlaku antara 5 Juli sampai dengan 15
Oktober 1977. Sebelumnya waktu pendaftaran ditentukan cuma
sebulan, tapi setelah timbul sedikit heboh di kalangan
masyarakat lantas diperpanjang.
Warga kota mendatangi petugas tak lagi mempersoalkan peraturan
tersebut. Umumnya justru menanyakan ketentuan pelaksanaannya
yang dalam praktek ternyata tak bebas dari "pungli." Menurut
Keputusan Pj. Gubernur DKI No. D III 5699/a/8/1976 tanggal 26
Nopember 1976 untuk memperoleh izin perpanjangan ahli waris
penghuni makam harus membayar formulir Rp 500. Dalam praktek
petugas meminta sampai ada yang lebih dari Rp 1000.
Tarif
Soal tarif izin perpanjangannya sendiri memang tak sedikit juga
yang mempersoalkannya. Menurut keputusan lain yan dikeluarkan
18 Juli 1976 tarif izin perpanjangan penggunaan tanah makam itu
ditetapkan 5070 lebih tinggi dari tarif izin pemakaman
pertamaataubaru. Dengan demikian tarif izin perpanjangan itu
berkisar antara Rp 1500 sampai Rp 30 ribu, sementara biaya izin
pemakaman pertama dari nol sampai Rp 20 ribu. Jelasnya tarif
perpanjangan itu adalah: Kelas/kategori AAI Rp 30 ribu AA-2 Rp
22.500, A-I Rp 15.000 A-ll Rp 7.500, A-III/B-II Rp 3.000,
A-IV/B-III/ C-I Rp 2.250, B-I Rp 5.250 dan B-IV/ C-II Rp 1.500.
Ketentuan yang sudah digariskan Pemda tampaknya tak bisa ditawar
lagi. Hanya soal "pungli" dijanjikan akan diberantas. Barangkali
itulah sebabnya "sementara ini ada lampu merah buat saya
memberikan keterangan pers. Ada konsensus intern, hanya Humas
tingkat DKI langsung yang boleh bicara," ucap Solichin, humas
Dinas Pemakaman DKI. Sebelumnya, Solichin dikutip Kompas sebagai
membenarkan pungutan tambahan dalam soal penjualan formulir izin
perpanjangan pemakaman sebagai "ongkos administrasi." Walaupun
begitu menurut Pj. Sekwilda DKI Hafiz Fathurahman, ahli waris
penghuni makam diberi keringanan membayar izin perpanjangan
pemakaman secara mencicil.
Bangunan Makam
Akan halnya ketentuan penyeragaman bangunan makam yang
sebelumnya juga sudah disebut-sebut Solichin menurut juru bicara
Pemda DKI, Bahaudin Harahap bukan ketentuan baru. Maksudnya
sudah ditetapkan dalam Perda No.2 tahun 1973 juga. Yaitu
keseragaman dalam bentuk, ukuran dan luas areal. "Merupakan
pelaksanaan masterplan dalam segi tata kota, begitupun mengenai
adanya penertiban atau pembongkaran makam yang sudah ada dan
sudah habis izinnya," ucap Harahap.
Bahwa pelaksanaan pekerjaan membangun makam harus oleh petugas
pemakam sendiri dikatakan Harahap sebagai tidak betul. Sebab
menurut Harahap, Perda DKI mengenai pemakaman yang berlaku
sekarang ini pada prinsipnya tidak menghendaki adanya bangunan
makam. Tapi karena masyarakat sudah biasa membuatnya, dalam masa
transisi ini masih dibiarkan. Pelaksanaannya boleh dilakukan
sendiri oleh ahli waris. Cuma agar dapat dikerjakan oleh tangan
yang agaknya bisa diandalkan, apa boleh buat petugas makam
menunjuk pemborong tertentu saja. "Tanpa pemborong artinya
dikerjakan sendiri boleh, asal ketentuan yang ada bisa
ditepati," kata juru bicara DKI yang baru itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini