PEMERINTAH Australia melarang ekspor susu bubuk Lactogen, Efamil
dan Similac karena katanya Salmonella telah mencemari susu
buatan itu. Larangan tersebut dikeluarkan segera setelah
masuknya laporan tentang ditemukannya 20 bayi yang
menceret-menceret akibat meminum salah satu dari tiga jenis susu
itu.
Bayi-bayi yang bernasib sial itu bukan anak siapa-siapa kecuali
anak orang-urang Australia sendiri. Tetapi Indonesia menjadi
repot juga karena larangan yang disebarluaskan melalui kantor
berita Perancis AFP sepekan yang silam. Soalnya Indonesia
temlasuk negara yang masih mengimpor susu dari sana, antara lain
Lactogen, karena pabrik di Waru, Surabaya sedang mengalami
kesulitan produksi.
Pada bulan Nopember 1976 Indonesia mengimpor 3000 karton susu
atau 7.000 kaleng Lactogen dari negara kelinci tersebut yang
dibuat di pabrik Nestle di Gympie, Queensland. Adanya jumlah
itulah yang membuat para orangtua menjadi beralasan untuk
was-was. Tetapi syukurlah seminggu setelah pengumuman yang
mencemaskan itu. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
telah berhasil membuat perasaan lega pada para orang tua yang
mempunyai bayi, karena dalam sebuah pengumuman pula yang
dikeluarkan tanggal 23 Juli 1977, Direktur Jenderal POM drs
Sunarto Prawirosujanto menjelaskan hahwa susu bubuk yang terkena
larangan pemerintah Australia itu "tidak pernah diimpor ke
Indonesia".
Susu Itu Sip
Menurut keterangan Sunarto susu yang tercemar Salmonella yang
bisa mengakibatkan tifus atau para-tifus itu adalah produksi
tahun 1977 sedangkan yang diimpor Indonesia bulan Nopember 1976.
Semula orang menduga noda yang mencemarkan itu berasal dari
pabrik, karena pabrik di Gympie itu membuat 4 merek susu:
Lactogen, Enfamil, Similac dan Sobee. Tetapi ternyata Sobee yang
dibuat dari kacang kedelai tidak tercemar. Yang tercemar adalah
tiga merek yang lain, yang bahan dasarnya susu sapi. Cemaran
Salmonella tersebut pada umumnya terjadi antara bulan Mei sampai
Agustus. Mungkin erat sekali hubungannya dengan kondisi musim
ketika itu.
Departemen Kesehatan memang tidak melakukan percobaan terhadap
barang-barang konsumsi, karena dia diserahkan mentah-mentah
kepada produsen. Tetapi dalam peristiwa kali ini sekalipun
laporan yang masuk sudah memastikan bahwa Lactogen yang tercemar
tak ada yang beredar di sini, Sunarto sempat juga merepotkan
diri untuk memeriksa di laboratorium sekaleng' Lactogen yang
dikirimkan oleh. pegawainya sendiri dengan keluhan anaknya
menceret-menceret. Anak yang malang itu sudah dibawa ke dokter,
tapi tak sembuh juga. Hasil laboratorium Direktorat Jenderal POM
menunjukkan bubuk susu itu sip, tak ada kuman.
Keluhan dari bayi yang belum bijak berbicara itu akhirnya
ditangkap sang dirjen juga. Tanya punya tanya si ibu mengaku
bahwa dia baru mencukur rambut anak kesayangannya itu. "Nah
gunting rambut bayi, itu tak baik. Dia bisa masuk angin, jadi
menceret. Saya sendiri sudah meninggalkan kebiasaan untuk
mencukur rambut bayi," bujuk drs Sunarto Prawirosujanto kepada
pegawainya itu.
Mujurlah ibu dari si bayi yang mencret-mencret itu bawahan dari
seorang dirjen yang bisa menlberikan keterangan pasti. Agaknya
reaksi yang segera dari Sunarto terhadap laporan pegawainya itu
perlu dikembangkan ke pemeriksaan laboratorium terhadap tiap
bahan makanan impor. Seperti dikatakan Sekretarij Lembaga
Konsumen Permadi SH Departemen Kesehatan jangan hanya mengawasi
prosedur pemasukan makanan jadi dari luar. Jangan menyerahkan
keselamatan konsumen hanya kepada laboratorium pemeriksa dari si
produsen.
Nestle sendiri sebagai perusahaan yang membuat Lactogen merasa
terpukul dengan pengumuman yang gencar di koran-koran tadi. Dia
sengaja memasang iklan hampir seperempat halaman untuk
menawarkan berita "busuk" itu sembari mengutip keterangan
Direktorat Jenderal POM. Serangan bukan sekali ini dihadang.
Sekitar permulaan tahun 1976 pembuat susu Lactogen ini pernah
diadili dalam sebuah "pengadilan" yang dilancarkan oleh Third
World Working Group di Swiss. Nestle yang memasarkan $ 5,6
milyar susu bubuk dalarn tahun 1974 saja, dituding sebagai
pembunuh bayi di negara-negara sedang berkembang (TEMPO, 28
Pebruari 1976). Nestle dikatakan melancarkan propaganda
besar-besaran lewat iklan di negara sedang herkembang yang
berpenduduk masih buta huruf dan buta gizi. Para orangtua salah
menakar air campuran untuk susu bubuk itu dan mengakibatkan
pertumbuhan anak mereka menyedihkan, kala pengadilan tadi.
Kelompok itu menyerukan supaya para ibu di negara sedang
berkembang kembali meneteki anak mereka dan tinggalkanlah susu
botol, selama memungkinkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini