Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Belajar Gratis di Ruang Digital

Beberapa pegiat di bidang pendidikan membuat konten edukasi yang bebas akses. Mayoritas berangkat dari bimbingan belajar tatap muka. Sebagian dari mereka menggerakkan kegiatan itu dengan berdarah-darah.

8 Februari 2020 | 00.00 WIB

Belajar Gratis di Ruang Digital
Perbesar
Belajar Gratis di Ruang Digital

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Riky Riandie berbicara tergesa ketika menjelaskan konsep struktur atom dalam mata pelajaran kimia untuk SMA. Ia menguraikan sejumlah model atom, dari model atom Dalton, Thompson, Rutherford, Bohr, hingga atom mutakhir, pada sebuah bagan yang kompleks. Bagan itu berjejaring dengan konfigurasi elektron, sifat suatu atom, dan nomor massa atom. Video berdurasi 5 menit 52 detik itu memuat tulisan tangan dan sejumlah ilustrasi. Setiap halaman silih berganti membahas sejarah setiap ilmuwan dan konsep teori.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Video itu adalah materi pertama yang dibuat Riky melalui akun YouTube-nya, Bimbel SMARRT, sekitar lima tahun lalu. Pengalaman bertemu murid bimbingan belajar (bimbel) yang tak kunjung paham materi pelajaran menjadi titik tolak laki-laki berusia 33 tahun ini untuk membuat video tutorial. "Kalau saya tanya anak itu, dia selalu jawab asal-asalan. Saya capek jelasin soal yang sama, akhirnya membuat video itu agar dia enggak perlu mengulang," kata Riky kepada Tempo di kantor Bimbel SMARRT, di kawasan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Untuk video pertamanya, Riky mengulang hingga 15 kali pembuatan. Gangguan teknis, seperti suara tukang bakso, klakson mobil, dan salah ucap, membuatnya berkali-kali menghapus rekaman. Saat itu, lulusan Teknik Kimia Universitas Parahyangan tersebut telah menjalankan bisnis bimbingan belajarnya selama delapan tahun. Berawal dari berbagai les di garasi mobil rumahnya, dia pindah ke sebuah ruko kecil berisi tiga ruang kelas untuk mengadakan bimbel secara tatap muka. Di situ juga dia mulai membuat konten video berisi materi pelajaran, "Namanya baru rekaman sekali. Saya kaku dan enggak pede banget. Setelah selesai, saya menawarkan video ini ke anak-anak untuk melihat di YouTube," ujar dia.

Dari situ, Riky keranjingan membuat konten video pelajaran. Setelah mengajar bimbel tatap muka, dia berusaha membuat satu hingga dua video pada malamnya. Dengan iPad dan recording built item yang selalu dibawa, Riky bisa membuat konten video di rumah maupun di ruang kerjanya. Ia pun semakin bersemangat ketika, pada akhir 2015, jumlah penonton mencapai 500 orang. Motivasinya bertambah ketika ia ingin mendokumentasikan cara mengajarnya. "Someday gue bisa lupa. Sekarang saya bisa ajarin anak orang, kenapa enggak anak sendiri gue yang ajarin," kata dia. Sejak itulah ia mulai merunut setiap materi ajar setiap jenjang pendidikan.

Pada akhir 2018, Riky mendapat respons positif. Jumlah pelanggan di kanal YouTube-nya bisa menembus angka 100 ribu. Ia pun mendapat Silver Creator Award dan secara rutin memperoleh penghasilan tambahan US$ 100 per tiga bulan. "Namanya channel pendidikan itu susah. Enggak banyak yang tahu. Kalaupun tahu, enggak akan nonton kecuali kepepet. Yang penting buat saya sih dokumentasi pribadi," kata dia.

Perlahan tapi pasti, Riky mulai mengembangkan usahanya. Bimbel SMARRT mulai berisi materi pelajaran kimia dan fisika untuk persiapan ujian nasional, Olimpiade, sampai ujian masuk perguruan tinggi negeri. Mulai berbaur dengan komunitas YouTubers di bidang pendidikan, dia pun belajar berbagai fitur penunjang yang membuat konten lebih berwarna. Dengan desain yang lebih menarik perhatian, Riky juga sudah berani memunculkan wajahnya sendiri pada setiap tayangan. Memiliki lebih dari 500 video, ia punya 225 ribu pelanggan.

Melihat pelanggannya mulai bertambah secara signifikan, melalui bantuan pendanaan sebuah perusahaan teknologi informasi, Riky mulai beralih untuk pengembangan aplikasi. Melalui aplikasi Bimbel SMARRT, ia memindahkan seluruh konten video yang berada di YouTube agar dapat dinikmati lebih sistematis. Di aplikasi yang telah diunduh lebih dari 125 ribu orang itu, dia menyediakan ringkasan materi, video motivasi, hingga kuis. "Saya punya impian nantinya semua pelajaran akan ada, dan siapa pun bisa belajar apa pun di sini."

Ruang digital kini memang menjadi salah satu alternatif bagi peserta didik untuk mendapatkan materi ajar. Berdasarkan Data Statistik Pendidikan 2019, jumlah peserta didik berbagai jenjang mencapai 44,9 juta. Sebanyak 71,48 persen adalah pengguna telepon seluler dan 53,06 persen adalah pengguna Internet. Angka ini menjadi rujukan tingginya potensi siswa yang mengakses materi belajar melalui gawai mereka.

Para penyedia konten belajar pun tahu kapan saat ramai kontennya diakses. Agus Nggermanto, pendiri kanal Edu Jiwa dan Paman APIQ, misalnya, selalu mengintip tren melalui Google Analytics untuk mengetahui kebutuhan masyarakat, seperti ketika menjelang ujian nasional, ujian sekolah, dan ujian calon pegawai negeri sipil. Seperti diketahui, ujian nasonal untuk SMA dan sederajat diadakan pada Maret 2020 dan ujian nasional SMP/sederajat diadakan pada April 2020.

Agus Nggermanto bersama sejumlah temannya di Bandung mendirikan kanal Edu Jiwa pada 2008. Ia juga menggagas Paman APIQ pada 2013 ketika Edu Jiwa bermasalah. APIQ, akronim dari Aritmatika Plus Inteligensi Quantum, semula adalah label usaha kursus belajar yang didirikan Agus sejak lulus kuliah pada 1998. "Sejak awal saya sudah cari cara untuk menyebarkan matematika secara luas, YouTube bagus jadi sarana itu," ujar lulusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung ini, Selasa lalu.

Meski kesulitan dalam mengoperasikan perangkatnya sendiri, Agus berupaya membuat minimal satu video belajar baru setiap hari. Jumlah ini bisa bertambah bila dia memiliki waktu luang lebih banyak. Setidaknya bisa menghasilkan 3-5 video anyar per hari. "Namun saat sedang sibuk, bisa nihil. Saya tidak menargetkan jumlah video baru."

Paman APIQ, yang berkantor di daerah Gegerkalong, Kota Bandung, juga menyediakan konten untuk bidang ilmu pengetahuan alam dan bahasa Inggris. Materi videonya cenderung sederhana: hanya suara dan tayangan pengerjaan soal. Dengan subscriber mencapai 376 ribu dan memiliki 4.000 video, Agus pun perlahan mengarahkan para muridnya belajar melalui media sosial untuk menghemat biaya. "Tapi masih banyak siswa yang belajar online tetap ingin membayar. Mungkin mereka mau beramal," tutur dia.

Di Bandung, cerita tentang Paman APIQ terdengar oleh sekelompok anak muda yang bergabung dalam Komunitas Sibejoo Jadda. Secara militan, mereka pun membuat ribuan video pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan alam yang juga dibagikan melalui kanal YouTube. "Sibejoo", akronim dari Asyik Belajar Online dan Offline, dirintis sejak 2011 oleh Heri Susanto.

Heri bercerita pembuatan video tutorial mata pelajaran itu melibatkan para relawan anggota komunitas. Dari 70 anggota, sebanyak 20 relawan terhitung aktif. Sedangkan sisanya adalah guru, mahasiswa, dan karyawan yang berusia 20-45 tahun.

Menurut Heri, materi video belajar Sibejoo ditujukan untuk pelajar SMP dan SMA serta membahas semua pelajaran sains, seperti fisika, biologi, dan kimia "Banyak yang enggak ngerti sains. Kalau video ilmu sosial, baru sedikit yang mencari," ujar dia. Ia menambahkan bahwa lalu lintas Internet ramai ketika musim ujian nasional dan masuk perguruan tinggi negeri datang.

Kegiatan Sibejoo tak selalu mulus. Markas di daerah Cimahi pernah dibobol maling sehingga koleksi video dan server mereka lenyap. Sebagian yang tersisa mengalami kerusakan data. Dua tahun terakhir, Sibejoo mulai tancap gas kembali membuat video belajar gratis. Jumlahnya kini sekitar 3.000 rekaman di YouTube dengan 125 ribu subscriber.

Tantangan lain adalah menjaga pergerakan dana komunitas agar terus berjalan. Mereka sering kewalahan menutupi biaya operasional, seperti listrik, Internet, dan ongkos produksi, yang setiap bulan rata-rata Rp 10 juta. Beruntung rumah yang menjadi markas mereka di kompleks Kota Baru Parahyangan, Bandung Barat, hasil wakaf dermawan. "Akhirnya kami harus ditopang penjualan produk buku bahasan pelajaran dan ragam soalnya serta monetisasi YouTube."

Masalah lain, Heri menambahkan, terkadang tim pengajar harus mengatasi masalah guru yang tidak percaya diri saat merekam video mentoring di studionya. Terutama guru-guru nonmilenial. Kata Heri, sebagian pengajar mengalami kesulitan apabila pembahasan dilakukan tanpa murid langsung di hadapannya. "Kalau ngajar, biasanya bagus. Pas ketemu kamera, nyalinya jadi ciut."

Perjuangan tak kalah berat dirasakan Zenius Education, start-up pionir pendidikan berbasis teknologi. Pendiri sekaligus Chief Education Officer Zenius Education, Sabda Putra Subekti, bercerita tidak mudah mencari investor yang menyadari bahwa sektor edukasi adalah yang terpenting. Hal ini dialaminya pada 2004 ketika Zenius pertama kali terbentuk.

Banyak pemodal yang tidak percaya bahwa sektor teknologi pendidikan akan balik modal. "Gua susah payah meyakinkan orang. Saat itu enggak ada yang percaya karena Internet masih susah, sedangkan kami orientasinya dari awal mau ke digital," kata Sabda. Zenius pun berfokus mengembangkan aplikasi digital dan telah menutup bimbel offline sejak 2015.

Zenius juga pernah memiliki pesaing terberat untuk melawan maraknya pembajakan compact disc yang berisi materi ajar. "Gue sampai bikin surat terbuka kalau Zenius akan hancur karena terbajak. Kami bahkan sempat lay off, dan revenue turun," kata Sabda. Beralih ke aplikasi pada 2018, Zenius pun berusaha memudahkan pelajar mengakses berbagai materi pelajaran dari kelas I SD hingga XII SMA dengan berbagai kurikulum.

Belakangan, Zenius memutuskan untuk membebaskan akses untuk seluruh konten video pelajaran. Keputusan ini diumumkan setelah Zenius memperoleh pendanaan seri A senilai US$ 20 juta atau sekitar Rp 260 miliar, Rabu lalu. Sabda mengatakan keputusan itu untuk membuat masyarakat bisa merasakan pengalaman belajar yang menyenangkan. "Semua orang bisa mencoba bahwa belajar bisa seenak itu, akhirnya kami membuka akses," kata dia.

Ia juga menyarankan agar penyedia konten di bidang pendidikan menjaga semangat berbagi kepada publik. Tanpa spirit itu, menurut dia, usaha berbagi konten tidak akan bertahan lama.

Bukan hanya kalangan masyarakat yang menyediakan berbagai materi belajar gratis. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun telah meluncurkan portal Rumah Belajar, yang berisi konten bahan belajar yang bisa dimanfaatkan siswa dan guru berbagai jenjang. Rumah Belajar memiliki fitur seperti Buku Sekolah Elektronik, Bank Soal, Jelajah Angkasa, dan Pengembangan Profesi.

Kepala Pusat Teknologi dan Komunikasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Gogot Suharwoto, mengatakan Rumah Belajar dibuat sebagai gudang materi ajar. Portal ini juga memfasilitasi learning management system untuk guru dan siswa. "Prioritas konten dari guru, oleh guru, dan untuk guru. Hampir 90 persen materi dari guru," kata dia.

Menurut Gogot, ruang belajar digital itu bukan untuk menggantikan peran guru, melainkan membantu guru belajar dengan teknologi. Guru akan berperan tidak hanya sebagai pengajar, tapi juga fasilitator. "Guru harus belajar juga teknologi terkini." ANWAR SISWADI (BANDUNG) | ARKHELAUS WISNU


Belajar Gratis di Ruang Digital

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus