Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Belum Saatnya Tidur Nyenyak

Jawa Timur adalah medan ujian terberat. Kariernya tumbuh bersama dua presiden.

28 Agustus 2006 | 00.00 WIB

Belum Saatnya Tidur Nyenyak
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENYUM terulas di wajah Sutanto ketika kabar tiba pada malam itu, 9 November 2005. Ke-satuan Detasemen 88 Antite-ror melaporkan, mereka baru saja merontokkan peracik bom nomor wahid dalam belantika terorisme, Dr Azahari Bin Husin, 48 tahun, di Kota Batu, Jawa Timur.

Kapolri Jenderal Sutanto langsung terbang ke Malang—dan terus ke Batu, sebuah kota tetirah kecil di wilayah pegunungan dekat Malang. ”Azahari adalah salah satu di antara yang tewas,” dia meng-umumkan kabar baik itu ke seluruh negeri, dan dunia.

Udara Batu dingin bukan main. Tapi hati Sutanto ha-ngat tak terkira. Warta yang dia kirimkan segera direspons ucapan selamat dari berbagai negara yang sudah penat oleh ulah para teroris.

Kematian Azahari adalah satu titik tercerah dalam setahun perjalanan karier Sutanto (lihat infografik ular tangga). Operasi penggerebekan di Vila Flamboyan, Batu, yang menewaskan dua anggota kelompok terorisme itu, tercatat dalam sejarah kepolisian Indonesia. Toh, Jawa Timur tak selalu berpihak kepada Sutanto, kini 56 tahun.

Saat menjabat Kapolres Sidoarjo (1992-1994) dia—ketika itu letnan kolonel polisi—menghadapi kasus besar. Pembunuhan Marsinah, buruh pabrik arloji PT Catur Putera Surya di Porong, Sidoarjo. Hingga kini polisi masih belum mampu meng-ungkap jati diri sang pembunuh.

Beberapa tahun lewat. Dia kembali- ke Jawa Timur untuk menempati posisi Kepala Polda (2000-2002). Di masa ini, Sutanto berhasil meredam rencana pasukan berani mati pendukung Presiden Abdurrahman untuk ”menyerbu” Jakar-ta. Mereka batal berangkat setelah Kapolda menemui para ulama Nahdlatul Ulama (NU), basis pendukung Abdurrahman Wahid.

Masih ada beberapa kasus kerusuhan antarkelompok dan partai politik selama masa tugasnya di Jawa Timur. Kepemimpinan dia sempat meninggalkan catatan buruk pada pers. Anak buahnya bertindak di luar batas saat membubarkan unjuk rasa buruh PT Maspion. Puluhan polisi dari Polres Sidoarjo memukuli wartawan Kompas, Wisnu Dewa Brata, di Buduran.

Sebelum memimpin Polda Jawa Ti-mur, Sutanto adalah Kapolda Suma-tera Utara (2000). Di sana dia rajin memberantas judi, narkoba, penyeludupan. Ope-rasi penggerebekan yang kerap dia buat membikin bandar gerah. Medan, mi-salnya, belum sempat sepenuhnya dapat dia redakan dari lalu-lintas perjudian sebelum berangkat ke Jawa Timur.

Perjalanan karier Sutanto terbilang lengkap. Dia mengisi kursi kepala polisi di tingkat sektor hingga provinsi. Jabatan yang dipercaya menjadi pintu masuk ke arah puncak kariernya adalah ajudan Presiden Soeharto (1995-1998), walau dia juga punya rapor yang patut: lulusan terbaik Akabri Kepolisian 1973. Teman satu angkat-annya, Susilo Bambang Yudhoyono, adalah lulusan terbaik Angkatan Darat—kini memimpin Republik Indonesia.

Pergolakan politik membuat dia sempat ”diparkir” menjadi Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri (2002-2005). Ketika Jenderal Yudhoyono menjadi presiden, nama Sutanto kembali beredar. Dia dipercaya menjadi Kepala Badan Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional (BNN).

Setelah Sutanto bertugas sekitar lima bulan di BNN, Presiden Yudhoyo-no mengusulkan dia se-bagai satu-satunya kandidat Kapolri ke Komisi III DPR untuk menggantikan Jenderal Da’i Bachtiar. Seluruh anggota Komisi III (43 orang) secara aklamasi mengangguk pada usulan Presiden. Maka naiklah Sutanto ke panggung Kapolri, 8 Juli 2005.

Setahun sudah lewat. Azahari tewas. Tapi pasangannya, Noor Din Mohamad Top—dijuluki Sang Orator—masih bergerak, meniupkan ancaman. Dan terorisme cuma satu di antara gunung-an pekerjaan rumah di meja Kapolri.

Jenderal Sutanto agaknya belum pu-nya cukup waktu untuk tidur nyenyak.

Agung Rulianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus